Minggu, 22 April 2012

the miracle of giving

Daftar Isi



  • Memperluas Jalan Usaha
Memperbesar Hasil Usaha -
  • Ikhlas, Do’a, dan Harapan
Memberi Spirit dalam Beribadah -
  • Langkah dan Hasil
Kebetulan dan Metode –
  • Korelasi Gerakan –
  • Berupaya Mencari Sesuatu di Balik Kisah –
  • Mencari Rezeki Cara Mudah
Mencari Rezeki Cara Repot -
  • Tidak Ada yang Tidak Sim Salabim
  • Bekerja dengan Allah
Bekerja untuk Allah -
  • Pengalaman yang Menjadi Ilmu
Ilmu yang Menjadi Metode/ Sistem -
  • Ibadah
  • Jalan Rezeki Utama
  • Masjidil Haram & MAsjid Nabawi –
  • Selamat Menikmati “The Miracle” –

MATEMATIKA DASAR SEDEKAH “DIKUTIL DARI WEBSITE WWW.WISATAHATI.COM  -
  1. Kehebatan Sedekah –
  2. Matematika Dasar Sedekah –
  3. Memberi Lebih Banyak … Menuai Lebih Banyak –
  4. 2,5% Tidaklah Cukup –
  5. Coba Jajal Sedekah 10% -
  6. 2,5% Itu Cukup …. Kalau ….. –
  7. Kalikan dari Target Supaya Beroleh Lebih –

AN INTRODUCTION TO THE MIRACLE OF GIVING –
  1. Tulisan ini Bukan Memaksa Anda Meminta Kepada Allah –
  2. Minta Terus Jangan Ragu –
  3. Sebuah Keutamaan –
  4. Ilmu akan Menjaga Amal –
  5. Berasa; Bedanya Beramal dengan Ilmu dan Tanpa Ilmu –
  6. Karena Ilmu dan Keyakinan –
  7. Banyak yang Tidak Menyadari –
  8. Semestinya Tidak Usah Cape –
  9. Kekuatan Ibadah sebagai Jalan Ikhtiar –
  10. Karena Kejadian dan Pengalaman –
  11. Ibadah Karen Kebiasaan –
  12. Bukan Karena Meminta …. Tapi karena Syukur –
  13. Tambahin Syukurnya (Lagi) –
  14. Kualitas Hidup Bertambah, Syukur Mestinya Bertambah –
  15. Bagaimana ketika Surut? –
  16. Bukan Sebab Niatan Ibadahnya … tapi sebab Kehilangan Syukurnya –
  17. Do Not Stop! –
  18. Do Not Stop! –
  19. Memang seharusnya Do Not Stop! –
  20. Lihat Kelipatannya …. Anda akan Berteriak, “Subhanallah!” –
  21. Tidak Selalu Dibayar Uang –
  22. Allah tidak akan Mengurangi, Malah Dia Memberi Lebih –
  23. Itu Baru dari Amalan Sedekah …. Belum dari yang lainnya –
  24. Meleset –
  25. Rahasia di Balik Kisah; Jadi Metode Jalan Cepat Jalan Mudah –
  26. Kisah I Buntut Singkong –
  27. Kisah II Cabe, Tomat dan Bawang –

 Pengantar Penerbit

Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah Saw, beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga hari akhir.
Bresyukur kami dapat menghadirkan kembali buku karya Yusuf Mansur, seorang penulis yang mempu memberikan pencerahan bagi orang yang membaca karya-karyanya. Mudah-mudahan tulisannya mampu menyadarkan nurani seseorang Muslim untuk mengoreksi diri, menatanya, dan bergegas untuk mengubah diri.
Seri lanjutan dari buku wisatahati ini, “an Introdustion to THE MIRACLE”, adalah sebuah pengantar dari inspiring seminar bertema “THE MIRACLE” yang menekankan bahwa ibadah adalah sebuah solusi bahkan metode untuk mengatasi berbagai problematika kehidupan dan mencapai kebahagiaan. Bukan sekedar kejadian tiba-tiba, kebetulan, dan tanpa proses.
Diantara bentuk ibadah yang banyak disinggung didalam buku ini adalah sedekah, dan shalat, terutama shalat malam.
Rasulullah selalu memulai hidupnya dengan qiyamullail. Tidak sembarang hamba yang mau melaksanakan qiyamullail (tahajud). Kita mungkin bisa bangun malam, tapi belum tentu mau shalat malam kecuali hamba-hamba-Nya yang terpilih. Para malaikat pun terkagum-kagum dengan orang-orang yang melaksanakan qiyamullail. Dan Allah menjannjikan keutamaan bagi siapa saja yang mengerjakan shalat malam,

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (QS. Al-Israa:79)

Adapun sedekah, ia adalah jalan cepat bagi siapa saja yang ingin mendapatkan rezeki, sebagaimana Rasulullah Saw “carilah rezeki dengan bersedekah.”
Bukankah sebelum menangkap ikan kita harus memancing?!
Bukan, dalam keadaan sempit pun dianjurkan kita untuk bersedekah agar kita menjadi lapang,

 “dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya…”(QS. Ath-thalaaq:7)

Yusuf Mansur, melalui penuturan kisahnya dalam buku ini; baik yang ia alami sendiri maupun testimony dari para jamaahya, mampu memberikan pemahaman dengan baik bahwa dengan jalan sedekah dan shalat malam (tahajud), seseorang akan diampuni dosanya oleh Allah, do’anya menjadi mustajab, dijaga kesehatanya, kehidupan menjadi berkah, dan akan dikayakan oleh-Nya.
Dan yang istimewa, kajian sedekah dalam buku ini melalui pendekatan ilmiah, yang membuktikan bahwa sedekah iyu bersifat metodologi. Bukan berlebihan bila kami bilang bahwa buku ini memberikan kupasan yang berbeda dalam melengkapi khazanah kajian dam sedekah.
Akhirnya, mempercayai akn janji Allah memang kita harus yakini sebagi seorang Muslim. Dengan harapan Allah akan memberikan kemudahan untuk kita. Karena tidak ada yang tidak mungkin dihadapai-Nya. Itu karena kuasa-Nya yang tidak bertepi dan tidak mempunyai batas. Dan tidak ada yang tidak mungkin jika Allah sudah berkehendak.

Sesungguhnya keadaan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah Berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka terjadilah ia.(QS. Yasiin: 82)


Selamat membaca! Dan selamat THE MIRACLE dari-nya! Wa ba’du, buku ini baru “an introduction” atau “pengantar”. Tapi masya Allah, walaupun “pengantar”, sungguh isinya masya Allah!

Selamat membaca! Dan selamat menemukan THE MIRACLE dari-Nya! Wa ba’du, buku ini baru “a Introdustion” atau “Pengantar”. Tapi masya Allah, walaupun “Pengantar”, sungguh isinya masya Allah!.

sebuah Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim. Allahuma shalli’ala sayyidina Muhammadin wa’ala alihi wa shahbihi wa ummatihi ila yaumil qiyamah. Walhamdulillahi rabbil’alamin.

Segala puji saya sampaikan kepada Allah, yang tidak ada sekutu bagi-Nya Allah telah mengajarkan sedikit ilmu dan pengalaman kepada saya, tentang dua ibadah: shalat Malam (tahajjud) sedekah
“Tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan …. Kecuali ia bertambah …. Bertambah … bertambah ….” (HR. At-Tirmidzi)
“Sungguh di sebagian malam ada satu saat yang tidak dihabiskan oleh seorang hamba Allah yang Muslim dengan meminta kebaikan pada Allah kecuali Allah berikan kebaikan itu kepadanya.” (HR. Muslim)
Inilah kemudian yang saya bagi lewat buku ini. Berharap ridha-Nya. Dan berharap agar buku ini menjadi amal shaleh saya yang bisa menghapus  keburukan-keburukan saya dan mengantarkan saya kepada ampunan dan rahmat-Nya. Juga berharap menjadi amal jariyah yang tiada terptus hingga kemudian berjumpa dengan-Nya di pengadilan makhsur dan hisab nanti.
Saya berharap tumbuh motivasi untuk bersedakan dan bertahajud, hingga kemudian tumbuh cintanya kepada Yang Maha Benar janji-Nya dan tumbuh kepercayaan serta keyakinannya akan petunjuk Allah yang di Tangan-Nya segala kekuasaan serta kebaikan berada.
Keberkahan saya mintakan pula buat orang-orang tua saya, terutama orang tua saya pribadi, istri, anak-anak, dan keluarga besar saya. Mudah-mudahan ini pun menjadi amal shaleh yang dialirkan buat kami semua.
Saya berdo’a kepada Allah semoga segenap jamaah dan pembaca buku-buku saya mendapat ilmu dan hikmahnya dari Allah yang bisa memperbagus iman dan amal shaleh menjelang kita semua menutup mata. Seraya berdo’a kepada Allah,
“Ya Allah, bukankah buat kami semua hikmah-Mu, dan berikanlah untukrahmat-mu dari pembedarahaan rahmat-Mu. Wahai yang paling pengasih paling penyayang, kasihkanlah kami sayangilah kami. Berikanlah ya Rabb, ilmu-Mu buat kami. Ilmu yang bermanfaat dan amal saleh yang di terima serta rezeki yang halal. Maha Suci Engkau yang tidak ada ilmu kecuali yang engkau berikan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Kepada-Mu kami bertawakal, kepada-Mu kami bertaubat, dan kepada-Mu kami kembali, wa shallallahu ‘ala sayidina Muhamadin wa ‘ala alihi wasahbhihi ajma’in, walhamdililahi rabbil ‘alamin.”
Buku ini saya berikan judul “an Iintroduction to THE MIRACLE”. Dan buku ini merupakan pengantar dari inspiringseminar wisatahati yang temanya, “THE MIRACLE”.
“THE MIRACLE” ini merupakan slah satu bentuk inspiring seminar yang dirilis mulai Januari 2008. Dan-meski belum sempurna sudah dilakukan serangkaian uji coba penyelenggaraannya sejak awal 2007. Jadi, buku di tangan saudara ini lebih mirip “buku pegangan” inspiring seminar tesebut.
Sungguh pun demikian tidak usah kuatir. Bagi saudara yang tidak berkesempatan mengikuti sesi inspiring seminar “THE MIRACLE” tersebut insya Allah saya berdoa mudah-mudahan buku ini cukup mengantarkan kita semua menjadi layak mendapatkan THE MIRACLE (keajaiban) dari Allah Swt.
***

Kita memang butuh keajaiban Allah. Dan hidup iin sendiri sejatinya sudah merupakan keajaiban dari Allah.
Tema utama inspiring “THE MIRACLE” ini adalah memang bagaimana seseorang menjadi kaya. Saya menyuguhkan kepada diri saya sendiri dan siapa yang mau mengambil pelajaran bahwa menjadi kaya itu bukan mimpi. Asal benar caranya disertai ikhtiar langit dan bumi yang juga benar dan tepat, maka insya Allah menjadi kaya itu memang betul-betul akan terjadi.
Tapi tentu saja “THE MIRACLE” tidak sempit di urusan menjadi kaya saja, melainkan lebih luas lagi tergantung kebutuhan siapa yang menempuh “jalan-jalan” THE MIRACLE. Ada yang membutuhkan THE MIRACLE di urusan anak, di urusan jodoh, di urusan pekerjaan, di urusna rumah tangga, di urusan kesehatan, di urusan bisnisnya, dan lain sebagainya.
Kebetulan kisah utama yang disuguhkan dalam inspiring seminar “THE MIRACLE” adalah tentang perjalanan sedekah dan tahajjud seorang anak manusia yang berhasil menjadi kaya dan hidup berkah. Dari seorang pengangguran hingga kemudian merintis karir dari jenjang yang paling bawah, lalu Allah memberikannya kekayaan. Nah, buku ini lebih mengupas babak pendahuluan yang mengupas perikan-perikan hikmah supaya cerita itu tidak menjadi sekedar cerita, melainkan ada tinjauan filosofinya, tinjauan kajian ayat dan hadistnya, hingga kemudian tinjauan akademinya.
Menjadi kaya raya tidak bisa kita membohongi diri sendiri adalah keinginan hamper semua orang. Jarang orang bercita-cita menjadi miskin. Allah menyediakan jalan-jalan kekayaan ini. Bahkan Allah sekaligus menjadikan jalan ini sebagai jalan menuju kemuliaan, ampunan, ridha, dan rahmat-Nya. Ya kaya dunia, ya kaya akhirat. Insya Allah itu semua tidak mengherankan, mengingat Allah adalah Yang Maha Kaya dan Maha Memberikan Kekayaan (al-Ghani wal Mughni).
Saya menulis buku ini dengan segenap rasa cinta saya kepada keluarga saya, kepada kawan-kawan saya, kepada saudara-saudara saya, kepada jamaah saya semua, dan kepada bangsa saya:
  • Agar percaya bahwa ada kekuatan lain di kehidupan kita, yakni kekuatan Allah. Yang dengannya keajaiban yang kita butuhkan, tersedia.
  • Agar mereka tidak usah kelelahan mencari dunia yang sejatinya sudah Allah berikan dan peruntukkan untuk manusia, ciptaan-Nya, terutama untuk mereka yang sudah mengabdi pada-Nya.
  • Agar mereka tidak putus asa dalam mencari rezeki yang sesungguhnya mudah, bahkan saya menyebutnya teramat mudah. Bahkan saya kadang dengan gagah sudah seperti orang tua menyebut urusan rezeki enggak suah dipikirin. Pikirkan saja ibadahnya kepada Allah, maka Allah akan membukakan seluruh jalan rezeki dari-Nya.
  • Agar mereka tahu betapa mudahnya menundukkan dunia agar bertekuk lutut di kaki kita lalu kita taruh dia pada tempatnya, yaitu benar-benar di kaki kita, bukan di hari dan pikiran kita. Jadi supaya tidak terjadi lagi kesulitan dalam mencari dan menundukan duani, apalagi sampai kemudian menjadi budak dunia.
  • Agar mereka lebih ikhlas, lebih ringan, lebih lepas dalam menjalani ibadah. Aneh memang kita ini. Kita lebih senang berbuat habis-habisan demi dunia, tapi tidak beribadah haibs-habisan.
  • Agar mereka ada rombongan untuk segera beribadah dan menaruh perhatian yang sebenernya kepada ibadah, sebagaimana tugas manusia dilahirkan ke muka bumi, yakni memang untuk beribadah kepada Allah.
  • Bahwa mencari kekayaan dan menjadi kaya itu mudah, tidak perlu susah. Tidak perlu mencari dan menempuh jalan yang tidak-tidak yang malahan akan membuat miskin, hina, dan nestapa dunia akhirat.
Saya pun berhasrat agar buku ini bisa membuka mata saya dan mata saudara-saudara saya bahwa kekayaan yang dirindukan, kejayaan yang diinginkan, kesejahteraan yang diidamkan, ketenangan yang dicari, adanya di genggaman-Nya. Di tangan Allah. Dekati Allah, maka semua yang kita butuhkan, semua yang kita perlukan, ada pada kekuasaan dan kebesaran-Nya. Yaitu lewat ibadah, keajaiban ini bisa didatangkan. Lewat kekuatan doa, sedekah, dan tahajjud. Dan dia bakal terjadi pada siapa yang percaya bahwa keajaiban itu bisa terjadi.
***
Maka kemudian sebelum saya susun tulisan demi tulisan di buku “an Introduction THE MIRACLE” ini saya menyuguhkan buat pembaca semua, sebuah pengantar yang saya beri judul, Ibadah; Jalan Rezeki Utama.
Selanjutnya silahkan menikmati dalam suasana yang diridhai Allah.
Saya menulisnya dengan mengucap bismillah, dn menutupnya dengan membaca alhamdulillah. Saya pun berdoa di awalnya, di tengahnya, dan di akhirnya. Saya harapkan demikian juga Anda para pembacanya supaya ada benar-benar ridha Allah di dalam ikhtiar kita. Terus kita sama berdoa agar kaum Muslimin Muslimat menjadi kaya, jangan terkungkung di didalam kemiskinan. Betpapun, menjadi kaya dan berkeinginan kaya adalah keinginan yang diperbolehkan. Yang dilarang adalah menjadi kaya dengan cara-cara yang tidak Allah ridhai. Dan agar kaum Muslimin dan Muslimat hidup selamat dunia akhirat. Setiap butuh keajaibannya, Allah beri sebab kedekatannya dengan-Nya, Tuhan yang punya segala keajaiban.
Saru hal lagi barangkali, ketidaksempurnaan adalah tentu milik saya sebagai hamba Allah yang penuh dengan kekurangan. Maka saya katakana kepada para peserta inspiring seminar “THE MIRACLE” bahwa buku ini, buku yang belum selesai pembuatannya. Ia dimungkinkan mengalami penambahan, pengurangan, berdasarkan tinjauan akademis dan empiric yang akan terus dikaji sering dengan pelaksanaan inspiring seminar “THE MIRACLE” tersebut. Saya terus menunggu kritikan, saran, dan masuukan berharga yang terkait dengan buku ini dan inspiring seminar “THE MIRACLE” tersebut. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Semoga Allah senantiasa membimbing kita. Amin.*

Salam
Yusuf Mansur


Mukaddimah

IBADAH; JALAN REZEKI UTAMA
Bekerja DENGAN Allah, Bekerja UNTUK Allah


Memperluas Jalan Usaha
Memperbesar Hasil Usaha
Semula banyak orang berpikir bahwa hasil usaha dia adalah seukuran kerja, seukuran usaha, seukuran proyek, seukuran dagangan, atau seukuran modalnya. Begitulah selam ini pikiran kita bekerja. Tidak pernah terpikirkan atau jarang terpikirkan bahwa hasil usaha bisa DIPERBESAR lewat jalan ibadah, dan jalan usaha bisa DIPERLUAS lewat jalan ibadah!
Ya, banyak di antara kita yang tidak berani berpikir bahwa jalan ibadah bisa menambah dan memperluas rezeki. Yakin, barangkali iya. Maksudnya, iya yajin bahwa “jalan ibadah bisa menambah dan memperluas jalan rezeki”, tapi membicarakannya hingga “menjadi sebuah metode”, menjadi sebuah solusi yang “diataskertaskan”, tidak sedikit yang kurang berani. Entahlah, atau saya yang “terlalu berani?”
Padahal sebagai sebuah petunjuk, Al-Qur’an adalah petunjuk,

  (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. Al-Baqarah:186)
Tentu saja termasuk “petunjuk” untuk mencari rezeki dari Yang Maha Memiliki segala perbendaharaan rezeki.*

Ikhlas, Doa, dan Harapan
Memberi Spirit dalam Beribadah
Wacana-wacana yang menjadikan “kekurangberanian”atau “kesungkanan” untuk meyakini keyakinan itu secara bulat, baik di praktik Maupun teori (menjadi metode) adalah sebab ada wacana bahwa “Ibadah itu harus ikhlas. Tidak boleh beribadah karena dunia-Nya. Harus karena wajah-Nya semata”.


Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-Anam:162)

Kalau kalimatnya seperti di atas, siapa yang berani memberi kritik? Siapa yang berani mengkoreksi ? dan siapa yang berani memberi catatan? Saya pun tidak akan berani. Apa pun yang kita lakukan tentu harus mengikhlaskan diri kita karena Allah semata.
Tapi tunggu dulu! Orang-orang yang mencari dunia milik Allah lewat jalan ibadah pun tidak mesti juga serta merta dikatakan tidak ikhlas. Bagaimana kalau mereka secara cerdas. “Memisahkan” antara keikhlasan dan do’a?  “Memisahkan” antara keikhlasan dengan harapan? Artnya ketika mereka menjalankan, mereka tahu dengan ilmunya bahwa dengan beribadah, dunia akan Allah dekatkan, tapi pada saat yang sama, mereka beribadah sepenuh hati kepada Allah. Harapan pun dia gantungkan semata hanya kepada Allah. Bahwa dia menepuh jalan ibadah, sebab karena Allah dan Rasul-Nya memberi petunjuk demikian. Karenanya, harus percaya dan mengikutinya.

Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. Al-Araf:158)


Contoh salah satu bentuk ibadah adalah sedekah. Lalu Allah memberitahu bahwa kalau sedang disempitkan rezekinya, bersedekahlah. Nanti Allah akan buat apa-apa yang sulit, jadi mudah.

Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(QS. Ath-Thalaaq:7)

Lalu, kita-kita yang sedang diberi nikmat kesulitan, percaya dan berkenaan dengan mengikuti dengan harapan agar benar-benar kesulitan kita dimudahkan Allah. Jalan-Nya yaitu jalan sedekah, kita turuti betul, alias kita bersedekah.
Salahkah kita? Apakah kita disebut tidak ikhlas hanya karena beribadah karena berharap akan kebenaran janji-Nya? Salahkah bila kita percaya sama omongan-Nya? Sama “Iming-iming-Nya?” salahkah juga kalau kita kemudian bersedekah karena kepengen  diberikan kemudahan atau karena kesulitan kita kepengen dihapus-Nya? Sedang ini adalah firman-Nya?
Nampaknya tega betul bila disebut tidak ikhlas. Saya lebih suka menyebutnya, “saking percayanya sama petunjuk Allah, lalu kita melakukannya”. Dan karena harapan  adalah hanya dengan berharap kepada-Nya, maka kita pun berharap agar Allah benar-benar memenuhi janji-Nya, setelah kita tunaikan sedekah.
Saya lebih kepengen menyebutnya dengan “inilah iman”. Percaya pada seruan dan petunjuk Allah. Dan “inilah tauhid”, kita mengesakan Allah. Iman dan tauhid yang kemudian berbuah amal shaleh.
Bahkan menurut pendapat saya, inilah bahkan CARA TERCERDAS dan TERHEBAT sepanjang sejarah cara-cara yang dikerjakan manusia, yaitu tinggal mengikuti saja petunjuk-petunjuk di dalam Al-Quran. Gampang! Entah dalam mencari rezeki, atau melepas kesulitan, atau hal-hal lainnya. Sebab cara ini dan petunjuk ini datangnya dari Allah. Dan ketika manusia menjalankan petunjuk Allah, bukankah ia menjadi sebuah ibadah tersendiri? Malah ibadah ini begitu indah dan memberi semangat dalam nilai. Ibadah yang tumbuh atas dasar keyakinan kepada apa yang digariskan Allah, pemilik segala kemudahan. Kita melakukan karena kita percaya pada-Nya. Kita melakukan karena kita yakin pada Allah dan kita mengetahui itu. Lalu iman kita bekerja dengan kekuatan penuh.
Maka, apakah setelah dikembangkan menjadi paragraph di atas masih terjadi benturan? Saya pikir ini adalah sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang malah harus dikupas dan ditelaah lebih jauh lagi.
Lalu, ketika ada yang percaya kemudian menjalankan dan merasakannya, salah juga bila ia bercerita ini kepada kawan-kawannya, kepada sekitarnya? Bahwa bersedekahlah jika ingin dicabut segala kesulitannya? Lalu salahkah dia bila dia menjadikan pengetahuannya, pengalamannya, sebagai sebuah metode? Bahwa kalau mau keluar dari masalah, bersedekahlah?
Kalau menjadi metode, maka bisa dengan mudah diikuti, dicontoh, dan dirasakan oleh banyak orang, betapapun, success story lebih mudah masuk ke hati dan pikiran orang. Juga lebih mudah diserap dan masuk menjadi pemahaman bagi orang banyak.

Langkah dan Hasil
Kebutulan dan Metode
Supaya gampangnya saya berikan contoh.
Ada seorang yang bersedekah Rp. 1000 di satu shalat Jum’at. Setelah shalat Jum’at dia makan di warung dekat masjid. Ketika akan bayar, makanannya dibayarin orang. Jumlahnya katakanlah mendekati Rp.10.000 atau Rp.10.000. tapi orang ini tidak menyadari dengan ilmunya bahwa peristiwa ini ada kaitannya dengan sedekahnya yang Rp. 1000 di waktu shalat Jum’at. Orang ini  tetap bersyukur kepada Allah, ada yang bayarin makannya. Tapi orang ini bersyukur biasa, bersyukur bukan bersyukur karena ilmunya. Bedanya ada! Yakni di peningkatan  amaliyah kemudiannya.
Terus, kita bikin sample yang berbeda. Sebut saja ada yang bersedekah Rp. 1000. Sama peristiwanya. Setelah sedekah, dia kemudian makan dan ada yang bayarin.
Berbeda dengan orang yang satu. Ia bersedekah yang sama, sama-sama Rp. 1000. Tapi yang satu ini memahami satu hal, yakni bahwa Allah telah menjanjikan bayaran 10 kali lipat bagi mereka yang mau bersedekah. Jadi, di mata dia, bukan kebetulan. Ketika ia dibayarin, ia kemudian tambah menyadari dan tambah meyakini kebenaran janji Allah. Dan mestinya, kelak ia kan mengubah jumlahnya, atau minimal mengistiqomahkan ibadahnya. Kalau tidak, maka kebodohanlah baginya. Sudah Allah berikan ilmu, hikmah dan pengalaman, tidak bertambah imannya.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfaal:2)


Ketika ilmu masuk, ia memahami. Ini bolehlah disebut bergetar. Kemudian bergerak untuk mengamalkan. Ketika terbukti, bertambah-tambah imannya. Pengertiannya, bertambah-tambah. Alias sebenarnya bagi seorang Mukmin, tanpa perlu pembuktian pun sudah beriman.



Korelasi Gerakan
Akhirnya, banyak kejadian yang sebenarnya punya korelasi antara hasil dengan langkah, atau sebaliknya, langkah dengan hasil, dianggap sebuah kebetulan yang sifatnya “normatif". Seperti di atas tadi. Buat seorang yang tidak berilmu, kebetulan saja bila ia dibayari orang makan siangnya, bukan karena ia bersedekah ketika shalat Jum’at. Beda dengan yang berilmu, yang mengaggap hal tersebut adalah bukan kebetulan.
Inilah saya sebut sayang bila tidak dimetodekan. Seseorang cenderung tidak mengulangi, tidak istiqamah, karena ya itu tadi, barangkali dianggap sebuah kebetulan. Padahal, yang namanya system, maka ia akan membentuk ketetapan hasil yang akan cenderung baku. Artinya, bila dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka subhanallah, seseorang akan naik terus derajatnya. Dan ini pun semua terjadi atas ridha dan izin-Nya.

Berupaya Mencari Sesuatu di Balik Kisah
Buku yang ada di tangan saudara ini adalah buku yang sederhana. Dia hanya mencuplik satu dua kisah saja yang biasa ditemui  di keseharian. Bahkan, ada yang mengalaminya. Buku ini hanya memberi bobot penggalian kisah-kisah tersebut dan menyuguhkan kepada pembaca; bahwa ternyata di balik kisah itu ada sebuah metode yang kalau diikuti dia akan berulang kejadiannya, bahkan akan menjadi lebih hebat lagi hasilnya bila bobot amaliyahnya ditambah kualitas dan kuantitasnya.

Mencari Rezeki Cara Mudah
Mencari Rezeki Cara Repot
Saudaraku, dalam urusan mencari rezeki, mencari dunia-Nya, Allah memberikan cara yang gampang bagi manusia, memberikan cara yang mudah bagi manusia. Tapi manusia senangnya memilih cara repot, cara yang sukar. Padahal Allah tentu yang paling tahu tentang kunci-kunci perbendaharaan rezeki-Nya.
Allah menyebut kunci segala kunci bagi manusia itu adalah dengan beribadah kepada-Nya.
Sedekah, shalat malam, memberi makan anak yatim, menyenangkan hati yang berduka adalah “hanya sekian” dari apa yang disebut sebagai ibadah. Bila ibadah diperbaiki, maka kehidupan pun menjadi lebih baik lagi. namun bila ibadah buruk, maka kehidupan buruk yang akan terhidang. Ibadah biasa saja, hidup pun akan biasa saja. Tidak ada istimewanya bagi yang tidak mengistimewakan Allah.
Bila nampak dunia yang bagus, tapi di tangan orang-orang yang tidak rajin beribadah, jangan buru-buru silau. Kiranya itulah kebaikan dari Allah, barangkali sebab ilmu dunia dan usaha orang itu  sendiri. Namun dia hanya memiliki dunia-Nya, tidak memiliki diri dan keridhaan-Nya. Alangkah cantiknya bila seseorang memiliki dunia dan juga memiliki Allah sebagai pemilik dunia. Itu bisa ditempuh dengan satu ayunan langkah; ibadah. Tentu dengan memperluas seluas-luasnya cukuplah ibadah yang dimaksud sebagai seluruh gerakan, rasa dan pikiran seorang hamba kepada Sang Khaliq.
Tapi apa boleh buat, ketiadaan ilmu yang barangkali membuat seseorang tidak mengetahui bahwa dia bisa punya energi dan kemampuan yang akan melipatgandakan hasil keringatnya, hasil tenaga  dan pikirannya. Yakni, lewat jalan ibadah.

Tidak Ada yang Sim Salabim
Jam Ibadah = Jam Kerja
Ikhtiar = Ibadah
Ibadah = Ikhtiar
Tidak ada yang sim salabim. Jalan ibadah pun bukan jalan sim salabim. Dilihat dari keharusan melakukan ikhtiar yang di luar ikhtiar buminya. Jalan ibadah adalah jalan yang berproses. Karenanya, di setiap tahapan ibadah menjadi sebuah kegiatan yang berpahala dan mempunyai kebaikan dunia akhirat, bahkan sejak seseorang baru saja berniat untuk melakukan ibadah.
Di dalam pengantar ini, masih di lembar muqadimah buku ini, saya ingin memberikan satu garis yang jelas bahwa sungguh pun nanti ada pengisahan-pengisahan yang sepertinya instant, SESUNGGUHNYA TIDAK ADA YANG INSTAN. Tidak ada yang sim salabim abracadabra. Semuanya memiliki rentetan proses yang saling kait mengkait.
Contoh, anjuran memberi makan anak yatim dan atau menanggung sebanyak-banyaknya anak asuh, harus kita lihat sebagai “jam kerja” tambahan juga. Jam kerja/usaha ikhtiar buminya adalah ketika kerja dan usaha itu sendiri; ya di took, di warung, di kantor, belanja keperluan uasaha, di rapat ini rapat itu, di pertemuan bisnis ini dan itu. Sedangkan “Jam tambahannya”, ya ketika kita duduk bersama anak yatim dan mencari anak asuh tersebut.
Malah nanti akan dipaparkan, jangan-jangan yang  jam utamanya adalah ibadah, baik ketika memberi makan anak yatim, shalat malam, atau lainnya. Dan yang jam tambahan, adalah segala urusan dunia.

Bekerja dengan Allah
Bekerja untuk Allah
Jadi, ibadah adalah sebuah ikhtiar juga, karena ia adalah kerjaan yang membutuhkan kesediaan waktu, energi, biaya, dan lain sebagainya.
Inilah yang disebut bekerja dengan Allah dan untuk Allah. Karena judulnya bekerja dan berusaha untuk Allah, ya ada bayarannya. Siapa yang bayar? Ya Allah!Dan karena bayarannya dari Allah, ya besarnya berbeda dengan bayaran hasil keringatnya sendiri. Subhanallah.
Kalau di bait-bait di atas contohnya adalah sedekah, sekarang kita coba ambil contoh lain lagi; yaitu shalat malam.
Untuk bisa shalat malam kita harus lembur mengorbankan waktu kita meski hanya sekedar dua rakaat. Ya,saya menyebut dua rakaat itu sebagai “lembur”. Sebab, kan kita menganggap shalat malam sebagai pekerjaan sambilan. Lagi bangun yang mengerjakan, tidak bangun, tidak mengerjakan. Malah tidak sedikit yang menganggap “pekerjaan” tahajud sebagai pekerjaan yang nambah beban keletihan setelah sepanjang hari bekerja. Padahal, “sekedar” dua rakaat saja shalat Tahajjud, ternyata bayarannya jauh lebih besar daripada seorang karywan bekerja seharian penuh. Mengapa bisa beda?! Sebab si karyawan bekerja di siang harinya dia bekerja untuk manusia. Sedang di waktu malam, dia shalat malam, Allah menghitungnya sebagai ibadah. Ibadahkan artinya menghamba sama Allah. Menjadi ‘abid-Nya, menjadi pelayan-Nya. Dan ini juga pekerjaan. Makanya, karena kerjanya sama Allah, maka bayarannya subhanallah pasti lebih besar daripada kerja sama manusia.
Lihat saja bayaran Allah untuk “pekerjaan” yang satu ini, pekerjaan tahajjud; siapa yang shalat dua rakaat di tengah malam, khairun minaddunyaa wa maa fiihaa, maka baginya lebih baik pahalanya (kebaikannya) di sisi Allah daripada dunia dengan segala isinya.


Pengalaman yang Menjadi Ilmu
Ilmu yang Menjadi Metode/Sistem
Berikut ini adalah contoh lainnya lagi. yah, hitung-hitung pemanasan sebelum mukaddiman yang sesungguhnya dari buku ini. Contoh lainnya adalah sepasang suami istri sahabat saya, Haji Doni dan Hajjah Dian. Dia merasa ada yang aneh. Dia punya pekerjaan, sepi. Lalu “Iseng” mengumpulkan anak yatim saban malam jumat. Dari maghrib sampe isya. Maaf disebut iseng. Sebab dia emang melakukan dengan tidak berlatar belakang “ilmu”. Pokoknya melakukan. Tapi siapa sangka bila kemudian dia menyadari bahwa pekerjaan mulai ramai. Proyek-proyek yang bersih, clear & clean muali berdatangan.  Akhirnya dia sadar, bahwa duduknya bersama anak-anak yatim itulah yang sudah menjadi pembuka jalan.
Nah, ini’kan pengalaman yang berbuah menjadi ilmu!
Hebatnya kawan saya itu kemudian menjadikannya metode. Dia jalankan terus sepenuh hati dan dengan keyakinan yang bertambah. Dia berusaha teguh tidak meninggalkan “pekerjaan isengnya”. Sebab sekarang sudah dia jadikan buat anak-anak yatim itu pun berubah menjadi lebih terencana dengan menu yang semakin baik.
Kawan saya inilah yang kelak memproduksi film layer lebar KUN FAYAKUN. Film yang menginspirasikan banyak orang di Indonesia tentang kekuasaan dan kebesaran Allah. Film yang kelak dicontoh lebih dari 5 juta penonton ini dengan mudah disebut oleh kawan saya ini, Haji Doni dan Hajjah Dian. Keduanya menganggap inilah hasil ikhtiar ibadahnya. Belum lagi lahir order-order iklan PSA  (Iklan Layanan Masyarakat) dari banyak perusahaan dan departemen, berikut pemasangan iklan-iklannya di TC. Dia betul-betul mengaku berkah menjalani “Pekerjaan sambilannya” itu.
Kini, bahkan metode ini dia “pasarkan” kepada kawan-kawannya yang lain untuk sama-sama dipercayai, diikuti, dan dirasakan manfaatnya. Ini bukan saja berbagi ilmu dan pengalaman, tapi berbagi metode, berbagi system, tentang bagaimana membuka jalan rezeki lebih banyak dan lebih besar namun tetap di jalan-Nya yang benar dan lurus.

Ibadah = Pekerjaan ?
MPA (Manajemen Perusahaan Allah)
Sekarang kita lihat Haji Doni dan Hajjah Dian. Saban malam jumat beliau berdua mencari anak-anak yatim, mengumpulkan, duduk bersama, dan menyenangkan mereka, dan menyenangkan mereka semua. Benarkah ini bukan pekerjaan?
Saudaraku, inilah pekerjaan. Bekerja dengan Allah dan untuk Allah; yaitu membahagiakan anak-anak yatim.
Benarkah dia Cuma  bekerja 1 jam? Dari maghrib sampe isya saja  di setiap malam jumat? Enggak juga. Perjalanannya sebenarnya lebih panjang dari “sekedar” 1 jam itu. Dia’kan harus belanja. Dia delegasikan  tugas-tugas belanja dan masak ke orang rumahnya/ke pembantunya.
Ini saja, sudah seperti mengelola “MPA (Manajemen Perusahaan Allah)”. Seakan-akan orang-orang rumahnya ada yang dia angkat sebagai menajer, sebagai pengelola keuangan, sebagai bagian purchasing (pembelian), stok (gudang), produksi (masak), dsb. Iya’kan?
Lalu berjuangnya dia mengosongkan waktu ashar di hari Kamis supaya sampai di rumah sebelum maghrib pun harus dilihat sebagai “jam kerjanya”juga buat Allah. Begitu selesai isya, anak-anak pun tidak langsung bubar, melainkan sedikit bercengkrama. Ini pun masuk  dalam hitungan waktu bekerja dengan dan untuk Allah.
Belum lagi merapikan karpetnya, merapikan piring  dan gelasnya, menyapu dan mengepel lantainya, dan mengembalikan ruang tamu,ruan TV yang terpakai oleh anak-anak yatim itu.
Inilah yang Allah suka; manusia mau menyisihkan waktunya untuk diri-Nya. Inilah juga yang disebut ibadah.
Apalagi’kan untuk bisa sedekah. Seseorang harus bekerja dan berusaha. Istilahnya. Dari mana Haji Doni dan Hajjah Dian punya duit buat sedekah? Ya dari pekerjaan dan usahanya. Masya Allah!
Insya Allah akan coba dibahas juga di buku ini tentang ayat-ayat terakhir surah al-Jumu’ah yang membahas pengajaran tentang ibadah yang terkait dengan terbukanya pintu rezeki yang pengajaran ini berasal dari Allah, Khairurraziqin, sebaik-baik Pemberi Rezeki.

Jalan Rezeki Utama
Ibadah Hidup, Ekonomi Hidup
Saudaraku, saya ulangi kembali kalimat di awal tulisan pengantar ini; selalu ada saja jalan tambahan rezeki yang membuat seorang manusia yang rajin ibadah, mau menambah jalan ibadah, dan juga berkenan untuk mengistiqamahkannya. Ini yang saya yakini! Malah, saya menyebutnya bukan tambahan rezeki, tapi jalan rezeki utama.
Dalam mengerjakan suatu ibadah, mengapa pula ia bisa membuat kita menjadi berkah? Sebab ada mata rantai ekonomi yang terjadi dalam satu praktik ibadah. Sebut saja barusan tadi; memberi makan anak yatim, bersedekah, shalat bersama anak yatim, wah banyak sekali mata rantai ekonomi yang terbangun dengan sendirinya; membeli makanan, menggunakan jasa transportasi untuk ke pasar dan untuk mengangkut anak-anak yatimnya, menyediakan pakaianna, dan masih banyak lagi. berkah dah!.

Masjidil Haram & Masjidil Nabawi
Tidak aneh bila kita lihat bahwa di dunia ini ada dua pasar yang tidak ada matinya, yaitu pasar di sekitar Masjidil Haram di Makkah dan pasar di sekitar Masjid Nabawi di MAdinah. Dua-duanya hidup 24 jam. Mengapa demikian? Sebab masjidnya hidup juga 24 jam. Masjidil Haram dan MAsjid Nabawi adalah dua masjid yang tidak ada matinya. Hidup terus! Karenanya, seluruh rangkaian mata rantai ekonomi terbangun dan hidup pula; bisnis maskapai penerbangan, bisnis catering, bisnis hotel, bisnis pakaian, bisnis ini dan itu. Bahkan, berkahnya dirasakan juga oleh bangsa lain di Negara yang lain. Indonesia misalnya. Jaringan hotel yang menjadi penginapan transit jamaah, pesawat Garuda dan seluruh keluarga besar karyawannya. Catering local, transportasi bus yang mengangkut jamaah dan pengirinnya ke bandara, produsen bahan pakaian dan aksesori umrah dan haji, produsen bensin, dan sebagainya.
Subhanallah, Maha Suci Allah yang bila sudah menggariskan sesuatu, maka itu adalah penuh dengan kemaslahatan.
Apalagi kalau si manusianya, kita maksudnya, mau menjadikan segala sesuatu yang kita kerjakan sebagai jalan-jalan ibadah kepada-Nya. Maka Allah betul-betul akan “membayat” kita dengan ridha dan keberkahan dari-Nya.



Selamat Menikmati The Miracle 
Demikianlah pengajaran yang mudah-mudahan berguna buat diri saya dan buat diri orang yang mau memahami pentingnya ibadha … ibadah … dan ibadah.
Allah menyediakan dunia-Nya untuk manusia ciptaan-Nya, terlebih lagi untuk hamba-hamba-Nya, masa kemudia kita yang beribadah jadi kalah terang segala-galanya daripada yang tidak beribadah? Pasti ada yang salah jika demikian.
Apa yang dinukil di buku ini adalah sesuatu yang sangat kecil, bahkan ia berbicara tentang ibadah-ibadah yang bukan ibadah secara makro, tapi bicara tentang hal-hal  yang kerap dianggap kecil seperti sedekah, memberi makan anak yatim, mengasihi orang miskin, tahajjud, dhuha, baca Al-Quran, dsb. Dan belum bicara tentang maslahat yang lebih besar kepada orang yang lebih banyak lagi, misalnya lewat jalur penelitian  dan pengembangan penemuan teknologi ini dan itu, yang semuanya juga adalah ibadah yang menguak kebesaran Allah dan kehebatan ciptaan-Nya.
Di dalam buku ini dilampirkan sedikit kumpulan tulisan saya yang pernah dimuat di majalah Gatra & di website www.wisatahati.com. Atau sekedar saran, pendapat, unek-unek, kesan pesan terhadap saya barangkali, tidak apa-apa, layangkan saja e-mail ke saya, maka dengan hati saya menerimanya.
Thayyib. Tak terasa panjang betul pengantar yang saya tulis. Mudah-mudahan belum kelelahan mata dan hati pembaca dibuatnya. Sampai ketemu lagi di buku-buku berikutnya. Selamat memperbaiki ibadah dan selamat pula memperbaiki kehidupan. Dan selamat memperbaiki sajian-sajian tulisan “The Miracle”.
Salam,
Yusuf Mansur


 
Matematika Dasar
SEDEKAH
Dikutil dari Website  www.wisatahati.com 

 Kehebatan Sedekah


Sedekah bisa mendatangkan ampunan Allah, menghapus dosa, dan menutup kesalahan dan keburukan. Sedekah bisa mendatangkan ridha Allah dan bisa mendatangkan kasih sayang dan bantuan Allah. Subhanallah, inilah sekian fadhilah sedekah yang ditawarkan Allah bagi para pelakunya.
Sebagaimana kita ketahui, hidup kita jadi susah lantaran memang kita banyak betul dosanya. Dosa-dosa kita mengakibatkan kehidupan kita menjadi tertutup dari kasih sayang Allah. Kesalahan-kesalahan yang kita buat baik terhadap Allah maupun terhadap manusia membuat kita terperangkap dalam lautan kesusahan yang sejatinya kita buat sendiri. Hidup kita pun banyak masalah. Lalu Allah datang menawarkan bantuan-Nya, menawarkan kasih sayang-Nya, menawarkan ridha-Nya terhadap ikhtiar kita, dan menawarkan ampunan-Nya. Tapi, kepada siapa yang Allah bis berikan ini semua? Kepada siapa yang mau membantu orang lain, dan kepada yang mau peduli serta berbagi?

Dan Allah senantiasa memberi pertolongan kepada hamba-Nya selama ia menolong saudaranya. (HR. Muslim)
Kita memang susah, tapi pasti ada yang lebih susah. Kita memang sulit, tapi pasti ada yang lebih sulit. Kita memang sedih, tapi baranngkali ada yang lebih sedih. Terhadap mereka inilah Allah minta kita memperhatikan jika ingin diperhatikan.
Insya Allah, hari dami hari saya akan menulis tentang sedekah dan segala apa yang terkait dengan sedekah di website ini. Seudara yang melihat, saudara yang membaca, saudara yang bisa memetik hikmarnya, saya mempersilahkan mambagi kepada sebanyak-banyaknya keluarga, kawan, dan sahabat saudara. Barangkali ada kebaikan bersama yang bisa diambil. Di website ini pula saudara akan bis mengambil petikan hadits hari perhari dan ayat hari perhari yang berkaitan dengan sedekah serta amaliyah yang terkait dengan pembahasan singkatnya.
Di pembahasan-pembahasan tentang sedekah, saya akan banyak mendorong diri saya dan saudara untuk melakukan sedekah dengan mengemukakan fadhilah-fadhilah/ keutamaannya. Insya Allah pembahasan akan sampai kepada ihsan, mahabbah, ikhlas, dan ridha Allah. Apa yang tertulis adalah untuk memotivasi supaya tumbuh keringanan dalam berbagi dan kemauan dalam bersedekah. Sebab biar bagaimana pun, manusia adalah pedagang. Ia perlu dimotivasi untuk melakukan sebuah amal. Kepada Allah juga semuanya berpulang.
Akhirnya, mintalah doa kepada Allah agar Dia terus-menerus membukakan pintu ilmu, hikmah, taufiq dan hidayah-Nya hingga sampai kepada derajat mukhlishiina lahuddiin, derajat orang-orang yang mengikhlaskan diri kepada Allah Swt. *


Matematika Dasar Sedekah
Apa yang kita lihat dari matematika di bawah ini?
10 -1 =19
Pertambahan ya? Bukan pengurangan?
Kenapa matematikannya begitu?
Matematika pengurangan dari mana?
Kok ketika dikurangi hasilnya malah lebih besar?
Kenapa bukan 10 – 1 = 9?
Inilah kiranya matematika sedekah. Di mana ketika kita memberi dari apa yang kita punya, Allah justru akan mengembalikan lebih banyak lagi. matematika sedekah di atas adalah matematika sederhana yang diambil dari QS. al-An’aam ayat 160 ketika Allah menjanjikan balasan 10 kali lipat bagi mereka yang mau berbuat baik.

“  Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(QS. Al-An’aan:160)

Jadi, ketika kita punya 10, lalu kita sedekahkan 1 di antara yang sepuluh itu, maka hasil akhirnya bukan 9, melainkan 19. Sebab yang satu yang kita keluarkan dikembalikan Allah sepuluh kali lipat.
Hasil akhir atau jumlah akhir bagi mereka yang mau bersedekah tentu akan lebih banyak lagi, tergantung kehendak Allah. Sebab Allah juga menjanjikan balasan berkali-kali lipat lebih dari sekedar sepuluh kali lipat. Dalam QS. Al-baqarah ayat 261, Allah menjanjikan 700 kali lipat.

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-baqarah:261)

[166]  pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Tinggallah kita yang kemudian membuka mata, bahwa pengembalian Allah itu apa bentuknya. Bukalah  mata hati dan kembangkan ke-husbudzdzan-an atau positif thinking kepada Allah, bahwa Allah pasti membalas dengan balasan yang pas buat kita.*


Memberi Lebih Banyak...
Menuai Lebih Banyak

Kita sudah belajar matematika dasar sedekah, di mana setiap kita bersedekah Allah menjanjikan minimal pengembalian sepuluh kali lipat (walaupun ada di ayat lain di mana Allah menyatakan akan membayar 2 kali lipat).

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.(QS. Al-Baqarah:265)

Atas dasar itu pula, kita coba bermain-main dengan matematika sedekah yang mengagumkan. Bhwa semakin banyak kita bersedekah, ternyata Allah akan semakin banyak juga memberikan gantinya, memberikan pengembalian dari-Nya.
Coba lihat ilustrasi matematika berikut ini:
Pada pembahasan yang lalu, kita belajar:
10 – 1 = 19
Maka, ketemulah ilustrasi matematika ini:
10 – 2 = 28
10 – 3 = 37
10 – 4 = 46
10 – 5 = 55
10 – 6 = 64
10 – 7 = 73
10 – 8 = 82
10 – 9 = 91
10 -10 = 100
Menarik bukan? Lihat hasil akhirnya? Semakin banyak dan semakin banyak. Sekali lagi, semakin banyak bersedekah semakin banyak penggantian dari Allah.

  Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at[160]. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.(QS. Al-Baqarah:254)
[160]  Syafa'at: usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir.

Mudah-mudahan Allah senantiasan memudahkan kita untuk bersedekah, meringankan langkah untuk bersedekah, dan membuat balasan Allah tidak terhalang sebab dosa dan kesalahan kita.*


2.5 % Tidaklah Cukup

Saudaraku, barangkali sekarang ini zamannya minimalis. Sehingga ke sedekah juga hitung-hitungnya jadi minimalis. Angka yang biasa diangkat, 2,5 %. Kita akan coba ilustrasikan dengan perkalian sepuluh kali lipat bahwa sedekah minimalis itu “tidak punya”pengaruh yag signifikan.
Contoh berikut ini adalah contoh seorang karyawan yang punya gali 1 juta. Dia punya pengeluaran rutin sebesar 1,5 juta. Kemudian, dia bersedekah 2,5% dari peenghasilan yang 1 juta itu. Maka kita dapat perhitungannya sebagai berikut:
Sedekah: sebesar 2,5%
2,5% dari Rp. 1.000.000 = Rp. 25.000
Maka tercatat diatas kertas:
Rp. 1.000.000 – Rp. 25.000 = Rp. 975.000
Tapi kita belajar, bahwa Rp. 975.000 bukan hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi 2,5% yang dia keluarkan sebanyak sepuluh kali lipat atau sebesar Rp. 250.000. sehingga dia bakal mendapatkan rezeki min haitsu laa yahtasib (rezeki yang tak terduga) sebesar:
Rp. 950.000 + Rp. 250.000 = 1.225.000
Lihat, “hasil akhir” dari perhitungan sedekah 2,5% dari 1 juta “hanya” menjadi Rp. 1.225.000, masih jauh dari pengeluaran dia yang sebesar 1,5 juta. Boleh dibilang secara bercanda bahwa jika dia sedekahnya “hanya”2,5%, dia masih akan keringetan untuk mencari sisa Rp. 275.000 untuk menutupi kebutuhannya.*


Pemasukan
Pengeluaran
Rp. 1.000.000
Rp. 1.500.000
Rp. 1.225.000
Sedekah 2,5%
Rp. 25.000
Saldo sementara
Rp. 950.000
Saldo + dari Allah
Rp. 250.000
Saldo Setelah Sedelah
Rp. 1.225.000
Masih Minus      
Rp. 275.000

Coba Jejal Sedekah 10%

Saudara sudah belajar bahwa sedekah 2,5% itu tidaklah cukup. Ketika diterapkan dalam kasus seorang karyawan yang memiliki gaji 1 juta dan pengeluarannya 1,5 juta, maka dia hanya mendapatkan pertambahan 250 ribu yang merupakan perkalian sedekah 2,5% dari 1 juta dikalikan sepuluh. Sehingga “skor” akhir pendapatan dia hanya berubah menjadi Rp. 1.225.000, masih cukup jauh dari kebutuhan dia yang 2 juta.
Sekarang kita terapkan ilustrasi berbeda. Ilustrasi sedekah 10%.
Sedekah : sebesar 10%
10% dari Rp. 1.000.000 = Rp. 100.000
Maka tercatat di atas kerja :
Rp. 1.000.000 – Rp. 100.000 = Rp. 900.000
Kita lihat, memang kurangnya semakin banyak dibandingkan dengan kita bersedekah 2,5. Tapi kita belajar, bahwa Rp. 900.000 itu bukanlah hasil akhir. Allah akan mengembalikan lagi yang 2,5% yang dia kerluarkan sebanyak sepuluh kali lipat atau dikembalikan sebesar Rp. 1.000.000. sehingga dia bakal mendapatkan rezeki min haitsu yahtasib ( rezeki tak terduga ) sebesar :
Rp. 900.000 + Rp. 1.000.000 = Rp. 1.900.000
Dengan perhitungan ini, dia “berhasil” mengubah penghasilannya menjadi melewati angka yang 1,5 jutanya.*

Pemasukan
Pengeluaran
Rp. 1.000.000
Rp. 1.500.000
Rp. 1.900.000
Sedekah 10%
Rp. 100.000
Saldo Sementara
Rp. 900.000
Saldo + dari Allah
Rp. 1.000.000
Saldo Setelah Sedekah
Rp. 1.900.000
Punya Saldo Lebih
Rp. 400.000

2,5% Itu Cukup... Kalau...

Setiap perbuatan pasti ada balasannya. Dan satu hal yang saya kagumi dari matematika Allah, bahwa spiritual valuea ternyata selalu punya keterkaiatan dengan economic values. Kita akan bahas pelan-pelan sisi ini sampai kepada pemahaman yang mengagumkan aka kebenaran janji Allah tentang perbuatan baik dan perbuatan buruk.
Kita sedang membicarakan  bahwa sedekah 2,5% itu tidaklah cukup. Mestinya, begitu saya ajukan dalam tulisan terdahulu, sedekah kita haruslah minimal 10%. Dengan bersedekah 10%, insya Allah kebutuhan-kebutuhan kita pasti akan tercukupi.
Dan ilustrasi di dua tulisan terdahulu, saya memaparkan bahwa ketika seorang karyawan bersedekah 2,5% dari gajinya 1 juta, maka “penambahannya”menjadi Rp. 1.225.000. yakni didapat dari Rp. 975.000 sebagai uang tercatat setelah dipotog sedekah ditambah dengan pengembalian sepuluh kali lipat dari Allah dari 2,5%-nya. Bila sedekah 2,5% ini yang dia tempuh, sedangkan dia punya pengeluaran 1,5 juta, maka kekurangannya masih jauh. Dia masih butuh Rp. 275.000. maka kemudian saya mengajukan agar kita bersedekah jangan 2,5% tapi lebihkan, misalnya 10%.
Saudaraku, ada pernyataan menarik dari guru-guru sedekah, katanya, sedekah kita yang 2,5% itu sebenarnya tetap akan mencukupi kebutuhan-kebutuhan kita di dunia ini maupun kebutuhan yang lebih hebat lagi di akhirat kalau kita bagus dalam amaliyah lain selain sedekah. Misalnya bagus dalam mengerjakan shalat. Shalat dilakukan selalu berjama’ah. Shalar dilakukan dengan menambah sunnah-sunnahnya;qabliyah, badiyah, hajat, dhuha, tahajjud. Bagus juga dalam hubungan dengan orang tua, dengan keluarga, dengan tetangga, dengan kawan sekerja, dengan kawan usaha. Terus, kita punya maksiat sedikit, keburukan sedikit. Bila ini yang terjadi, maka insya Allah cukuplah kita akan segala hajat kita. Allah akan menambah poin demi poin dari apa yang kita lakukan.
Hanya sayangnya, kita-kita ini justru orang sedikit beramal dan banyak maksiatnya. Maka jadilah kita orang-orang yang merugi. Skor akhir yang sebenarnya sudah bertambah dengan sedekah 2,5% itu malah harus melorot, harus tekor, sebab kita tidak menjaga diri. Perbuatan buruk kita memakan perbuatan baik kita.
Tambahi terus amaliyah kita dan kurangi terus maksiat kita.*


Kalikan dari Target
Supaya Beroleh Lebih

Siapa pun manusia pasti ingin hidup ini punya lebih. Tidak sekedar pas-pasan. Maka dengan hitung-hitungan sedekah bolehkan jajal teori in; bersedekahlah dari target.
Saudaraku, ini menyambung tiga tulisan terdahulu. Kasusnya tetap sama; seorang karyawan dengan gajih 1 juta yang punya pengeluaran 1,5 juta.
Bila karyawan tersebut mau hidup tidak pas-pasan dan mau dicukupkan Allah, dia harus menjaga dirinya dari keburukan dan terus memacu dirinya dengan berbuat kebaikan dan kebaikan. Kemudian, lakukan sedekah 10% bukan dair gajinya, melainkan pengeluarannya.
Kita lihat ya!
Sedekah10% dari 1,5 juta (bukan dari gajinya yang 1 juta), maka akan didapat  angka sedekah sebesar Rp. 150.000. gaji pokok sebesar 1 juta dikurang  Rp. 150.000 menjadi tinggal Rp. 750.000/ lihat, angkanya tercatat tambah mengecil, menjadi tinggal Rp. 750.000.
Tapi di sinilah misteri sedekah yang ajaib Rp. 150.000 yang disedekahkah akan dikembalikan sepuluh kali lipat oleh Allah, atau menjadi 1,5 juta. Sehingga skor akhirnya bukan Rp. 750.000, melainkan Rp. 2.250.000.
Dengan perhitungan di atas, kebutuhannya yang 1,5 juta malah jauh terlampaui. Subhanallah. Apalagi kalau kemudian dia betul-betul mau memelihara dari maksiat dna dosa dan mempertahankan perbuatan baik, maka lompatan besar akan terjadi dalam hidupnya. Sebuah perubahan sungguh-sungguh akan terjadi; baik kemuliaan hidup, kejayaan, kekayaan, hingga keberkahan dan ketenangan hidup. Sekali lagi, subhanallah!

  
An introduction to
THE MIRACLE
Of Giving

Tulisan Ini Bukan Memaksa Anda
Meminta Kepada Allah


“…….Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku………” (QS. Al-Baqarah: 186)

Suatu hari Luqman “bingung” …. “Kenapa ketika seseorang ibadah kepada Allah, malah lalu enggak boleh minta sama Allah?”
(-) Lah, memangnya siapa yang mengatakan enggak boleh minta?
(+) Ya orang-orang.
(-) orang yang mana?
(+) Ya yang mengatakan, “Ibadah-ibadah saja ....... jangan minta-minta sama Allah. “Tahajjud, tahajjud saja, jangan tahajjud sebab pengen minta ini minta itu sama Allah. “Atau, “Sedekah-sedekah saja, masa sih sedekah karena pengen sesuatu. Salah tuh. Orang-orang seperti nih  yang saya bingungkan, kata Luqman.
(-) Loh, kenapa kamu “menyerang” mereka-mereka itu ? bukannya mereka itu bagus? Dan mengerjakan kemurnian ibadah?
(+) Ya, bagus-bagus saja. Tapi kalau mengajarkan keikhlasan sambil menyekat hamba-Nya dari Allah, apakah maih bagus disebutnya?
(-) Tapi siapa juga yang menyekat? Kan mengajarkan keikhlasan?
(+) Apa coba sebutannya buat mereka yang melarang hamba-Nya meminta sama Allah? Apa bukan menyekat tuh? Memberi dingding antara seorang hamba sama Allah?
(-) Ya, enggak gitu sih.
(+) Enggak gitu gimana?
(-) Ini kan sekadar mengajarkan keikhlasan. Gitu loh.
(+) Guru saya pernah bilang, bila ada yang mengajarkan kebaikan, tapi di saat yang sama mengajarkan kebrukan, itulah setan?
(-) Maksudnya?
(+) Ya setan’kan masuk lewat pintu ilmu. Satu sisi mengajarkan perbuatan baik harus dilakukan dengan keikhlasan. Tapi di sisi yang lain, seseorang tidak diperbolehkannya meminta sama Allah. Apa ini bukan kerjaan setan?
(-) Wah, terlalu jauh tuh. Masa menyamakan mereka yang berpendapat seperti itu seperti setan?
(+) Ya enggak sih. Tapi’kan begitu cara kerjanya setan. Halus banget. Kita enggak berani ngebantah perkataan, “ibadah-ibadah saja, jangan minta-minta sama Allah.”Iya’kan?enggak berani? Sebab kalau berani membantah berarti tidak ikhlas?
(-)  iya jgua sih.
(+) Gini... boleh enggak meminta sama Alla?
(-)  boleh
(+) meminta itu berdoa bukan?
(-)  ya... sama dengan bedoa.
(+) jadi.. sama nih berdoa?
(-)  ya, bolehlah... malah jadi ibadah.
(+) ok, malah jadi ibadah ya?
(-)  ya... jadi ibadah.
(+) terus... boleh enggak seseorang yang tidak ibadah meminta sama Allah?
(-)  maksudnya?
(+) boleh enggak seseorang yang tidak shalat misalnya, lalu dia berdoa kepada Allah?
(-) boleh saja... beroakan tidak mempersyaratkan apa pun, kecuali sebagai  akhlak.
(+) jadi, boleh nih, seorang preman misalnya, berdoa kepada Allah?
(-) ya ... boleh.
(+) walau dia tidak shalat?
(-)  ya, boleh... meski dia tidak shalat, dia berhak berdoa.
(+) lah, lalu kenapa orang yang menempuh jalan tahajjud, menempuh jalan sedekah, lalu jadi tidak boleh meminta?
(-)  iya juga ya... kenapa jadi tidak boleh?
(+) situ sendirikan yang bilang... sedekah-sedekah saja, tahajjud-tahajjud saja, jangan meminta-minta sama Allah?
(-) bener.
(+) padahal, mestinya kalimat yang bener itu begini “tidak tahajjud saja boleh meminta, apalagi tahajjud. Tidak sedekah saja boleh meminta, apalagi bila bersedekah.”
(-) bener.
(+) dari tadi bener-bener melulu?
(-) lah, memang bener.
(+) sekarang siapa yang bingung ?
(-) Ya enggak bingung …. Saya benar, situ benar.
(+) Maksudnya ?
(-) Beribadah karena sesuatu kan jadinya tidak ikhlas?
(+) Yah, itu mah namanya kembali kepada pertanyaan semula.
(-) Kembali bagaimana?
(+) Yah, di depankan ditanya, boleh enggak meminta sama Allah tanpa ibadah?
(-) oh …. Dialog di depan tadi ?
(+) Ya iyalah…… dialog yang tadi, masa  harus balik lagi?
(-) jadi ……… gimana?
(+) Ikhlas itu jangan dikaitkan dengan meminta. Bila seseorang meminta kepada Allah, jangan dikatakan tidak ikhlas dong?
(-) Lalu, mestinya dikatakan apa buat seseorang yang bersedekan lantaran dia susah?
(+) Dikatakan kepada, “Dia menempuh jalan yang diberitahu Allah dan Rasul-Nya.”
(-) Oh……… gitu ya?
(+) Ya .. begitu. Ketika Allah bilang bahwa Allah akan membantu yang mau membantu sesame, lalu ada seorang yang keluar dari rumahnya membantu orang lain karena dia kepengen kesusahannya dibantu Allah, masa salah?
      Bukankah ini berarti dia mempraktikan cara-cara Allah bila kepengen dibantu, dan berarti dia dapat pahala tersendiri, yaitu pahala menjawab seruan Allah, pahala nurut sama Allah, pahala percaya sama Allah.
(-) Tapikan enggak bener dong?
(+) Enggak bener pegimana?
(-)  Kok aneh ya, ibadahkan harusnya murni, ikhlas?
(+) ya itu tadi... sebab pemahaman ikhlasnya kali yang salah. Mestinya ikhlas itu adalah tidak dikaitkan dengan do’a, dengan permintaan. Kasihan hamba-hamba-Nya Allah yang meman kepengen sesuatu dari Allah, dan Allah memang membuka pintu-Nya, dan murah  memberi hadiah kepada hamba-Nya yang mau menegakkan ibadah. Lebih kasihan lagi kepada orang-orang yang tidak tahu bagaimana caranya merayu Allah.
(-) Jadi tetap disebut ikhlas nih,  bila seseorang beribadah karena sesuatu?
(+) Kalimatnya barangkali begini, orang itu punya tauhid yang bagus. Punya iman yang bagus. Karena percayanya dia sama cara yang dianjurkan Allah dan Rasul-Nya, lalu dia tempuh jalan itu. Gitu. Secara simpelnya, disebut tidak ikhlas iu kalau ia ngomongin dia punya amal ke kiri dan ke kanan dengan  maksud riya atau sombong, sumah/berbangga diri. Kalau ke Allah mah  namanya do’a, harapan, permintaan, munajat.
(-) Iya juga ya ... apalagi meminta itukan ibadah juga ya?
(-) Nah berarti kalau seseorang mau sedekah, dan ia punya permintaan, berarti ada dua ibadah?
(+) betul .. . ibadah “sedekah” dan ibadah “meminta”
(-) dapat dua pahala ya ?
(+) Ya .. dapat dua keutamaan
(-) Paham saya sekarang
(+) masa ?
(-) Iya
(+) Lalu masih menyalahkan orang yang bersedekah lantaran proyeknya  pengen lancar?
(-) Masih
(+) lah?
(-) Ya iya.. namanya juga bingung
(+) Ya .. sudah bingun saja terus
(-) Ya soalnya memang tetap bingung
(+) Iya.. enggak apa-apa. Kan enggak maksa supaya situ mau minta sama Allah. Jadi, ya enggak apa-apa bingung juga. Silahkan saja. Kalau sayamah enggak bingung. Bagi saya, saya percaya sama Allah. Percaya sama cara-cara-Nya Allah. Bilang, kalau mau begini, begitu. Kalau mau begitu, begini. Lalu saya ikuti itu. Ini namnya tunduk, patuh, dan taat. Sekali lagi, ini namanya keutamaan dari percaya sama Allah.

Yah, namnya juga orang bingung, Luqman sendiri bingung. Anda enggak usah ikut bingung .. he .. he ... he yang jelas Luqman meyakini, banyak orang yang tidak berani minta sama Allah. Padahal Allah sendiri yang menyuruh meminta kepada-Nya. Masa ketika seseorang meminta jadi salah? Iya enggak?

(-) Iya
(+) lah ..kok ada jawaban lagi?
(-) tadi nanya?
(+) Nanya apaan?
(-) Tadi nanya.. masa ketika seseorang meminta jadi salah? Iya enggak? Ya saya jaawb iya.
(+) Wah .. sudahlah, nanti jadi panjang lagi!


Minta Terus Jangan Ragu

Allah suka dengan hanba-Nya yang banyak meminta

Supaya tetap terhubung dengan Allah, maka jadilah orang-orang yang senantiasa butuh sama Allah. Salah satu caranya adalah dengan banyak meminta kepada Allah. Dikabulkan yang satu, minta lagi yang lain. Terus begitu. Enggak apa-apa.

(-) Wah, itu kan kata situ?
(+) loh, kok kamu lagi?
(-) he.. he.. he.. enggak boleh ngomong ya?
(+) Boleh. Tapi saya lagi nulis ini buat pembaca buku ini. Jangan diganggu ya.
(-) Ya sudah, silahkan .. saya diam saja
(+) Ok, situ diam saja ya.. enggak usah jawab kalau saya enggak minta situ ngejawab. Oke ya?

Kembali lagi dengan kalimat di awal, supaya tetap terhubung dengan Allah, maka jadilah orang-orang yang senantiasa butuh sama Allah. Salah satu caranya adalah dengan banyak meminta kepada Allah. Dikabulkan yang satu, minta lagi yang lain. Terus begitu. Enggak apa-apa.
Luqman Hakim teringat proses kelahiran si Wirda. Boleh dibilang, pagi, siang, malam, ia dan istrinya berdo’a semoga anaknya ini lahir dengan selamat.
Alhamdulillah, lahirlah anaknya dengan selamat. Bayi putrid yang sehat dan, normal, dan cantik.
Berhentikah ia dan istrinya berdo’a?
Iya.. mestinya Luqman Hakim dan istrinya berhenti berdo’a jika mereka berdua memuaskan dirinya hanya sampai etape itu saja. Tapi mereka berdua tidak mau berhenti sampe di situ saja. Istrinya dan Luqman memberitahu suaminya, mengingatkan. “Pah, kita belom aman loh? Wirda memang  sudah lahir selamat, tapikan belum tahu apakah telinganya bisa mendengar, matanya bisa melihat, kaki dan tangannya bisa di gerakan normal, mulutnya bisa bicara? Artinya, belum aman. Makanya kita harus terus berdo’a, iya kan?”
Luqman senang bila hamba-Nya mau minta pada-Nya. Allah tidak akan pernah merasa keberatan dan tidak akan pernah merasa bosan bila ada hamba-Nya yang meminta dan meminta terus.
Percayalah .. kepada Allah mah jangan takut meminta, apalagi jika anda punya amal yang hebat, anda disayang sama Allah. Memintalah, maka Allah akan memenuhi apa yang kita minta.
kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)


Justru bila ada hamba-Nya yang tidak mau meminta, aneh. Tentu saja cakep buat dia apabila dia mau meminta ampunan Allah, mau meminta cinta dan kasih sayangnya Allah, mau meminta ridha dan perlindungan-Nya, dan seterusnya. Pokoknya sama Allah mah minta.. minta dan minta.. terus meminta. Yang tidak kalah pentingnya, bagaimana ketika permintaan bertambah, ibadah juga bertambah.

... kamulah yang berkehendak kepada Allah... (QS. Faathir:15)

Memintalah kepada Allah. Sebab meminta itu adalah ibadah seorang hamba kepada Allah, Khaliqnya.

Sebuah Keutamaan


Ibadah adalah salah satu ikhtiar mendapatkan dunia.

Luqman masih tertarik untuk membahas tentang “menempuh jalan ibadah sebagai sebuah keutamaan”.
Dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit orang yang menyalahkan orang lain yang beribadah sebagai jalan ikhtiar mencari dunia-Nya Allah. Luqman Hakim lebih menyebutnya sebagai sebuah keutamaan.
Ya, mencari dunia dengan jalan beribadah adalah sebuah keutamaan.
Mengapa demikian?
Sebab bukankah mengikuti anjuran Allah dan Rasul-Nya adalah juga ibadah? Duania adalah milik Allah. Ketika Allah memerintahkan kita begini dan begitu ketika kita mencari dunia milik-Nya, maka ini menjadi sebuah ibadah yang sangat hebat. Di samping tentu menjadi sebuah wujud iman dan keyakinan kepada-Nya. Itu kan sebutan betawinya nurut,  atau percaya.
Saudaraku, terhadap dokter saja, keyakinan kita bukan main hebatnya. Ketika seorang dokter mengatakan, “Anda harus dioperasi segera.. dalam hitungan 24 jam!”wah, kita akan terbirit-birit mengiyakan. Andai kita tidak ada uang pun kita akan mengusahakan setengah mati, pinjam sana pinjam sini. Kalau perlu, kita tinggalkan rumah kita, kita korbankan kendaraan kita untuk mendapatkan uang buat operasi.
Ada ahli desain interior. Dia berkunjung ke rumah kita. Lalu memberikan advisnya tentang tata ruang yang lebih membuat sirkulasi udara rumah kita menjadi lebih bagus, maka insya Allah kita akan mengubah tata  letak rumah kita tersebut andai memang kita ada uang. Atau malah jangan-jangan kepikiran terus untuk segera mungkin menjalankan advis  sang desainer interior tersebut.
Terhadap saran manusia, terhadap nasihat manusia, kita bak.. bik.. buk.. memikirkan dan mengikutinya. Mengapa terhadap nasihat Allah dan Rasul-Nya tidak kita ikuti? Apakah karena kita tidak percaya  kepada Allah dan Rasul-Nya? Atau jangan-jangan kita terjebak kepada kesungkanan atau makna keikhlasan yang barangkali perlu dikoreksi? Sehingga ibadha kita tidak bertenaga? Tidak memiliki spirit? Sebab bisa jadi baying-bayang tidak boleh beribadah karena meminta sesuatu dari Allah; entah itu dunia-Nya, berharap solusi dari-Nya, menjadikan kita seperti setengah-setengah beribadah. Bukan karena penuh  pengharapan kepada-Nya, atas janji-janji-Nya sendiri.
Macam gini, Allah menyebut bahwa jalan tahajjud akan membuat hidup seseorang berubah menjadi lebih baik lagi. bila dilakukan terus-menerus akan membuat seseorang naik terus  derajat dan kemuliaannya, lalu, ada seseorang yang melakukan tahajjud sebab percaya akan firman-firman Allah dan hadits-hadits Rasul seputar tahajjud ini, dan kemudian menyandarkan harapan hanya pada-Nya sekali lagi, hanya pada-Nya, apakah ini salah? Lebih utama mana dengan  dengan yang tidak mengerjakannya? Atau lebih utama mana dengan yang mengerjakannya tanpa berharap kepada-Nya? Apalagi kalau kita sepakat bahwa meminta kepaa Allah pun merupakan ibadah tersendiri? Tahajjud ya ibadah .. dan meminta (doa) adalah jug ibadah. Maka bila seseorang melakukan tahajjud dan juga berdoa kepada Allah, bukankah dia malah dapat dua keutamaan?
Terus lagi, Rasul misal pernah bilang begini, kalau mau dibantu Allah, bantulah sesame. Lalu, seseorang yang menghendaki pertolongan Allah bergegas menyambut seruan ini untuk benar-benar terhadap turunnya pertolongan Allah baginya. Apakah ini salah? Tega benar kalo salah mah.
Saudaraku, ayo? Beranilah meminta. Kalimat bahwa beribadah sala Allah, beribadah saja, jangan minta-minta sama Allah, harus ikhlas, ini menurut saya perlu dilakukan lagi penelitian mendalam. Kasihan orang yang butuh pertolongan Allah yang menempuh jalan ibadah dan jalan-jalan yang diseur-Nya.
Mohon doa agar Allah memberikan bimbingan kebenaran dari-Nya. Dan juga mohon koreksi apabila ada pembaca yang lebih arif, lebih alim, dan lebih mengetahui tentang hal-hal apa yang saya tulis. Andai ada kebenaran, datangnya dari Allah. Apabila ada kesalah, itulah saya, Yusuf Mansur, yang memang begitu banyak kekurangannya. Kepada Allah semua kita kembalikan.

Ilmu akan Menjaga Amal


Ilmu membawa kepada keyakinan. Keyakinan membawa kepada amal. Amal membawa kepada keberuntungan.


Ada tiga keyakinan : Ilmu yaqin, ainul yaqin, dan haqqul yaqin. Ilmul yaqin adalah keyakinan berdasarkan ilmu. Luqman mengajarkan hikmah kepada dirinya, kepada keluarganya, kepada jamaahnya, bahwa sedekah bisa begini dan sedekah bisa begitu. Lalu dia dan di antara yang diseur, bersedekah. Inilah salah satu bentuk ilmul yaqin, keyakinan berdasarkan ilmu. Dengan ilmunya dia lalu terdorong kuat untuk beramal. Dari ilmul yaqin tersebut, kemudian ada satu dua yang merasakan manfaat sedekah. Inilah kiranya yang disebut ainul yaqin, keyakinan berdasarkan mata, berdasrkan pengalaman. Dan ada satu lagi, yaitu yang namnya haqqul yaqin. Bulat, enggak  perlu pengalaman mesti berhasil, mesti manfaat. Yakin.. ya yakin.
Melihat penjelasan awal di atas, nampaknya kehadiran ilmu, salah satu kepentingannya adalah supaya mendorong lahirnya amal. Malah dengan adanya ilmu, maka amal itu akan menjadi terus terpelihara.
Di buku THE MIRACLE ini, Luqman Hakim menyuguhkan banyak kisah yang menjadi pembelajaran tentang ilmu, keyakinan, amal shaleh, istiqmah, dan keberkahan.
 Kali ini disuguhkan kisah tentang seoran direksi sebuah perusahaan. Darinya kita bisa belajar bahwa dengan mengetahui fadhilah sesuatu, ia akan mendorong kita bukan saja untuk melakukannya, tapi juga untuk memeliharanya.
Suatu ketika dia merasa jenuh bekerja di dunia perhotelan, jauh sebelum dia menjadi seorang direktur. Dia memutuskan keputusan yang menurut orang gegabah, yaitu berhenti sebelum punya pekerjaan lain. Ternayata orang-orang di sekelilingnya, benar. Hingga sekian lama ia tidak kunjung memiliki pekerjaan. Sampai suatu saat ia mendengar bahwa shalat dhuha 4 rakaat bisa membuka pintu rezeki. Bangunlah dia menegakkan shalat dhuha ini, 4 rakaat, terdiri dari dua rakaat-dua rakaat. Ajaib! Tidak berapa lama pekerjaan dia dapatkan. Tapi apa yang terjadi? Ilmunya tentang shalat Dhuha, pengetahuannya tentang shalat Dhuha,  tidak mampu membuatnya mengistiqamahkan shalat Dhuha ini. Ia berhenti shalat Dhuha, dan berhenti pula ia dari pekerjaannya setelah ia menghentikan Dhuhanya itu.
Dia kemudian shalat Dhuha lagi, 4 rakaat, dua-dua rakaat, atau dua salam. Kejadian berulang, ia mendapat pekerjaan lain. Tapi lagi-lagi shalat Dhuhanya berhenti. Anehnya, berhenti juga ia punya pekerjaan. Kejadian.
Dalam satu kesempatan audiensi dengan Luqman, direktur ini mengikuti bahwa suatu saat ia berpikir, “Jangan-jangan benar, bahwa wasilah shalat Dhuhanya, pintu rezeki berupa pekerjaan terbuka untuk saya. Dan  ketika shalat dhuha ini saya tinggalkan, tertutup lagi pintu rezeki yang terbuka itu.”
Dari Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman, ‘Wahai anak Adam, shalatlah untuk-ku empat rakaat di awal siang (dhuha), maka aku Akan cukupkan bagimu siangmu.” (Hadits qudsi diriwiwayatkan oleh at-Ttimidzi)
Pengetahuan akan fadhilah amal justru menjaga amal itu sendiri.
Berasa; Bedanya Beramal Dengan
Ilmu Dan Tanpa Ilmu

Mereka yang beramal dengan ilmu,
Akan mendapat perbedaan beberapa derajat.

Pada tulisan awal, di mukaddimah, diceritakan tentang seorang pegawai yang makan siang usai shalat Jum’at. Ketika dia lagi makan, datang kawannya menemani satu meja. Ia pun turu makan. Ketika mau bayar, dia ditahan oleh karyawannya ini, “Biar aku saja yang bayar”, katanya. Jadilah ia bayarkan makanannya itu. Hitung punya hitung, makanannya 10 ribu.
Apakah peristiwa itu peristiwa biasa?
Iya, kalau melihat dari kecamata tanpa ilmu. Kita anggap itu adalah peristiwa biasa, peristiwa sehari-hari. Tapi andai dia mengatahui sedikit saja tentang fadhilah amal, subhanallah, dia akan berdecak kagum. Bukan tidak mungkin, dia, bila terus meningkatkan ilmu dan kepahamannya, akan meningkatkan juga amalnya.
Memangnya ada apa?
Rupanya ketika shalat Jum’at, dia bersedekah seribu rupiah.
Loh, hubungannya apa dengan makan siangnya?
Ada! Bukankah Allah menjanjikan balasan 10 kali lipat? Dan di beberapan hadits kita menemukan bahwa Allah berkehendak juga membayar sedekah seseorang dengan tunai, ajjaltu labu fil ‘aajil. Dibayar kontan. Nah, itulah bayaran kontannya. Cuma, kalo enggak tahu, dianggapnya itu peristiwa biasa saja. Bukan hadiah dari Allah sebab amalnya.
Menarik enggak?
Tergantung. Kalau Luqman Hakim yang jadi dia, haruslah ini menjadi “brosur yang tidak terlihat” untuk percaya lebih lagi akan janji-Nya dan memperbaiki amal.
Andai ya, andai… orang ini ternyata membawa 100 ribu, alias ada pecaha 100 ribu, selain pecahan seribu, maka ketika “new experiental learning”  didapat dan disadari, tentu ia akan “menyesal” dan “berjanji” akan memperbaiki serta mengubah kualitas amalnya. Luqman Hakim memberi tanda kutip, sebab kebanyakan  memang manusia Cuma bisa berjanji, he…he…he.. tidak mempraktekan langsung. Harusnya kan praktekkan saja langsung. Ya,mestinya langsung dong dia sedekah 100 ribu.

Sedekah                      Dikembalikan Allah Rp. 10.000     Rp. 10.000

Rp. 110.000                                                               Pilih yang mana?

Sedekah                      dikembalikan Allah
Rp. 100.000               Rp. 1.000.000

Ilustrasi 2
Tapi sayang, kabanyakan orang tidak berilmu. Sekalinya ada yang berilmu, tidak berani menyandarkan ilmunya ini menjadi sebuah keyakinan, bahwa peristiwa itu terjadi pastilah ada hubungannya dengan sedekah di saat shalat Jum’at.
Tampaklah disini bedanya antara orang yang beramal dengan ilmu dan tanpa ilmu. Saya insya Allah meyakini, mengapa pula beda derajatnya, sebab memang amalannya beda. Seseorang yang berilmu, akan beramal dengan ilmunya itu. Sehingga ada keyakinan dan harapan. Bukankah keyakinan dan harapan juga adalah sebuah kelezatan ibadah tersendiri?
Di dalam kehidupan nyata, katakanlah kita bekerja, maka akan terasa beda’kan andai, kita tahu hasilny? Ketika kita tahu bahwa pekerjaan kita akan menguntungkan, kita bersemangat. Danbukanlah kesalahan memotivasi diri dengan hal-hal yang halal yang menjadi hak kita. Membuat kita lebih bersemangat dan berkreasi.
Mengetahui fadhilah / keutamaan ibadah juga merupakan suatu ilmu. Mengetahuinya saja sudah merupakan ibadah. Dan mencari ilmu juga suatu ibadah. Lekas ia akan berpengaruh buat langkah dan hasil langkah kita.


Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


  Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujaadilah:11)




Karena Ilmu dan Keyakinan

Ada seseorang yang butuh kejadian sesuatu, yang kemudian mengantarkannya kepada Allah. Ada juga yang cukup dengan ilmu dan keyakinan yang mendorngnya beribadah, tunduk dan patuh kepada Allah. Dua-duanya istimewa. Yang salah adalah yang tidak bergeming, tidak beribadah, baik dengan ilmunya, maupun pengalamannya.
Berikutnya, kisah seorang yang melakukan ibadah, sebab didahului oleh ilmu dan keyakinan.
Adalah Iwan, sebut begitu, seorang karyawan di sebuah perusahaan otomotif. Ia mendengar kuliah dhuha pagi itu di kantornya, bahwa shalat Dhuha 6 rakaat punya fadhilah, Allah akan mencukupkan rezekinya. 
Lukman Hakim yang menjadi guru tetap di pengajian bulanan tersebut bertutur kira-kira begini, “Klao kita percaya sama Allah, kita kudu percaya akan peunjuk-Nya. Salah satunya ketika Allah dan Rasul-Nya bicara tentang petunjuk bagaimana mencari rezeki. Dalam banyak bab, “Mencari Rezeki”, salah satu yang dijadikan jalan pembukan pintu rezeki adalah shalat Dhuha. Allah bilang lewat rasul-Nya dalam sebuah hadits qudsi.

“Dari Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman, Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat di awal siang (dhuha), maka akan Aku cukupkan bagimu siangmu.(Hadits qudsi diriwatkan oleh at-Tirmidzi)
Begitulah Luqman memotivasi para mustami-nya (pendengar majelisnya) agar mereka mau berkenan shalat Dhuha.
Luqman yang menyodorkan janji Allah dan Rasaul-Nya sebagai dorongan beribadah mengatakan, bahwa tidak usah takut mengarjakan shalat Dhuha lantaran janji dan dorongan Allah dan Rasul-Nya ini. Inilah yang disebut keutamaan. Bukankah orang yang percaya sama Allah dan Rasul-Nya disebut orang yang beriman? Sedangkan iman itu apa sih? Iman itu’kan percaya. Maka ketika Allah dan Rasul-Nya menyeru dengan memberi dorongan sejumlah keutamaannya, maka inilah kiranya kebaikan Allah dan Rasul-Nya dan kebaikan seseorang yang beriman yang percaya sama kalam Allah dan Rasul-Nya.
Berkaitan dengan shalat Dhuha, di dalam majelis di kantor tersebut, Luqman Hakim kemudian mengatakan ini, “ketika seseorang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah punya kalam lain,

Siapa yang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah akan mencukupkan kebutuhannya hari itu. 

Selanjutnya Luqman Hakim memotivasi, “Jika di antara saudara yang hadir di sini percaya, lalu punya kebutuhan, punya hajat, dan dia berkenan shalat Dhuha 6 rakaat, percayalah insya Allah janji Allah ini benar-benar akan terwujud.”
Iwan mendengar perkatannya Luqman, “kejar target, kejar kebutuhan yang diperlukan dengan mendirikan shalat Dhuha 6 rakaat. Sisihkan waktu. Daripada cape enggak karuan. Mending ngorbanin waktu sedikit untuk mengundang janji Allah terbukti di masalah dan hajat kita.”
Rupanya termotivasi betul Iwan mendengar hal demikian. Tidak sabar ia menunggu waktu pulang. Waktu itu hari Jum’at. Pengajian Luqman di sana, saban hari Jum’at pagi keempat taip bulannya. Ia pengen cepat-cepat pulang. Pengen mengabarkan kepada istrinya ini. Pegnajian tadi akan seakan menjadi solusi baginya, yaitu bagi bayangan kesulitan yang sedang ada didepan matanya.

Hajat                           pertolongan Allah
-    Shalat Dhuha
-    Shalat Tahajjud
-    Sedekah                                      Proses lewat jalan ibadah
-    Do’a
-    Ikhtiar
-   
Memangnya apa kesulitannya Iwan ini?
2 bulan lagi ia punya kebutuhan 7,5 juta untuk biaya studi 3 anaknya. Sebagai karyawan biasa, angka ini besar sekali buat dia. Apalagi dia punya satu dua cicilan utang. Tapi ia tadi pagi mendengar Luqman Hakim berkata, “Dulu, sebelum tahu ilmu dhuha ini, seseorang begitu punya kesulitan, sudah berancang-ancang mencari bantuan dan pertolonga orang lain. Sekarang, enggak usah. Cari saja pertolongan lewat sisi Allah ini. Nanti Allah yang menyediakan jalan-jalan-Nya.”
Iwan mengalami. Memang begitu. Ia dahulu bukan saja sekedar berancang-ancang mencari bantuan. Tapi ia bahkan sudah berjalan mencari bantuan itu! Ke sana kemari.
Ketemu enggak?
Enggak!

Hajat                                           Pertolongan manusia
-    Pinjaman
-    Mengeluh
-    Bicara kesusahan                        Proses biasa
Ngobyek / sampingan
-    Ikhtiar dunia
Makanya, ketika dapat penceraha pagi itu, ia bahagia sekali. Ia tahu kesalahannya kini. Ia cari bantuan orang lain tapi tidak mencari Allah, Pemilik segala bantuan yang diinginkan. Ia tahu kesalahannya.
Langkah ia tetapkan untuk mencapai dan mengejar apa yang menjadi kebutuhannya. Tapi karena ia mencari tanpa ilmu, tanpa pengetahuan bahwa ada cara mudah dan cepat, yaitu menyandarkan pada kekuatan Allah, ia punya langkah tak jelas. Kini, dengan shalat Dhuha ia percaya langkahnya ini menjadi jelas. Sebab jelas juga yang ia tuju; ridha dan pertolongan Allah melalui shalat Dhuha.

  Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan" (QS. Az-Zumar:44)

Subhanallah! Mudah-mudahan kita berkeyakinan seperti yakinnya Iwan ini.
Sesampainya di rumah, bertuturlah Iwan kepada isrinya sebagimana Luqman Hakim bertutur untuk dirinya. Iwan lalu meminta istrinya itu menemaninya shalat Dhuha. Ia shalat di kantor di sela-sela kesibukannya, istrinya shalat di rumah. Dhuha yang diambilnya 6 rakaat, dengan keyakinan bahwa inilah cara yang benar yang insya Allah  menjadi jalannya menutup 7,5 juta.
Saudaraku, kita coba berhenti sejenak.
Sampe sini, banyak orang yang menyalahkan dengan mengeluarkan ungkapan, “shalat Dhuha kok untuk uang...? untuk kebutuhan...?
Begitu’kan...?
Banyak yang menyalahkan pencari pertolongan Allah lewat ibadah.
Tapi terserahlah. Masing-masing punya pendapat. Yang penting, jika saudara hanya berdebat, maka kebesaran Allah tidak akan terjadi. Silahkah sibuk saja terus berdebat. Tidak usah melakukan.
Akn halnya Iwan, karena ia melakukannya dengan segenap keyakinan atas informasi (ilmu) yang didapatnya, maka ilmu dan keyakinannya, bekerja! Keajaiban pertolongan Allah benar-benar terjadi!
Hanya selang dua minggu ia melakukan, jawaban untuk dana yang ia butuhkan ia dapati. Ya, hanya 2 minggu! Unbelieveable!
Iwan lapor kepada Luqma Hakim di pengajian Jum’at berikutnya, alias diempat pekannya kemudian. Bahwa ia tidak berhenti sampe di situ. Ia terus meminta istrinya meneruskan riyadhah lewat shalat Dhuha ini untuk masalah yang lain, di luar masalah yang 7,5 juta untuk anggaran pendidikan anak-anaknya.
Start                         Terminal 1                                               Terminal 2
(Jangan berhenti/ teruskan)
Hebat!
Luqman mengatakan hebat.
Banyak orang yang tidak percaya, Iwan percaya.
Ketika seseorang melakukan apa yang diseur Allah dan Raul-Nya, lalu tatkala Allah membuktikan kebenaran janji-Nya, orang tersebut berhenti sampai disitu, alias tidak meneruskan lagi menjadi sebuah perjalanan yang di-dawam-kan. Sedangkan Iwan? Dia malah meneruskan.
Hebat! Ya hebat.
Memang apa masalahnya Iwan yang lain? Ada lagi?
Namanya juga manusia. Kalau mau jujur, masalahnya pasti banyak.
Rupanya ini. Otaknya enggak aja memikirkan yang 50 juta ini. Sebab sebelumnya, yang 7,5 juta enggak tahu bagaimana ngurusinnya. Karenanya ketika ia berdecak kagum akan dhuha ini, untuk urusan 7,5 jutanya, ia menruskan dhuhanya tersebut untuk urusan 50 jutanya. Ia yakin, kali ini pun ia pasti berhasil. Caranya sama, Tuhannya sama, masa iaya enggak berhasil.
Di depan jamaah lain yang mendengar tesmoni Iwan, lagi-lagi Luqman mengatakan hebat. “Seseorang yang melakukan tanpa ilmu dan tanpa keyakinan saja, insya Allah ia akan tetap merasakan fadhilah (keuntungan) amal, apalagi yang melakukannya sebab ilmu, sebab yakin, dan sebab pengalaman. Pasti bertambah subhanallah dan. Tutur Luqman menimpali.
Itulah yang memang terjadi. Iwan bercerita, bahwa 50 juta itu ia dapatkan sebelum genap ia ketemu Jum’at yang keempat. Alias ia mendapatkan jawaban atas kebutuhannya itu, juga dalam waktu kurang 2 minggu! Jarak tempuh pencapaian target hanya 2 minggu sejak ia tetapkan dirinya untuk menempuh jalan shalat Dhuha 6 rakaat.
Untuk yang satu ini, Luqman memiliki komentar yang menarik. Kata luqman, percepatan itu terjadi sebab Iwan mengerjakannya tidak sendirian, melainkan bersama-sama istrinya. Ibarat memakai kaki untuk berjalan, Iwan memakai kaki yang lengkap, kiri dan kanan. Jelas lebih cepat dibandingkan dengan mereka yang berjalan dengan satu kaki. “Jadi, buat saudara yang kepengen mencapai target kebutuhan rumah tangga dan usahanya, jangan lakukan sendirian. Jalankan bersama-sama istri atau masing-masing. Kalau perlu, bersama-sama satu tim, satu divisi, satu kelompok, bersama karyawan, dan seterusnya. Pokoknya jangan sendirian.”








                                                                  Lebih lambat


                                                                  Lebih cepat

“Buat yang dihidupnya memang sendirian giman ustadz?’ tanya salah satu jamaah.
“Pikiran saja cara-cara yang ia bisa melakukannya bersama yang lain. Misalny, menjamu kawan kosnya yang beda tempat, sarapan bersama. Lalu utarakan tentang fadhilah dhuha 6 rakaat, dan kemudian lakukan bersama-sama. Atau undang anak-anak yatim sekitar yang sekolahnya siang. Jamu mereka, dan lakukan shalat Dhuha bersama, insya Allah larinya bakal cepat.”
Tidak lupa Luqman mengingatkan walau bersama-sama, tapi tetap dengan niat,”sendiri-sendiri”. Bukan berjamaah.
Nah, lahir cerita Iwan mengaku, “insya Allah Ustadz, saya akan tetap menjaga niat, untuk melakukan Dhuha bukan karena masalah dan keinginan, tetapi karena Allah semata.”
Terhadap kalimat yang kayak begini, Luqman mengoreksi, “jangan berkurang keyakinan Wan. Yakini apa yang sudah terjadi sebagai sebuah kebenaran. Banyak yang tidak tahu, Iwan tahu. Banyak orang yang tidak yakin, Iwan yakin. Banyak orang yang gelap bagaimana menyelesaikan masalahnya, bagaimana menjawab keinginannya, Iwan mengetahui kunci-kuncinya. Masa’kan lalu Iwan membungkusnya dengan kalimat “yang benar” tapi “tidak tepat” seperti itu. Tidak Wan. Tidak ada yang salah dengan yang Iwan lakukan sehingga Iwan perlu mengatakan bahwa Iwan akan menjaga niat untuk melakukan hanya karena Allah. Tidak perlu! Itulah kepercayaan orang yang beriman. Kepercayaannya bekerja. Bekerja menjadi keajaiban. Satu yang perlu Iwan lakukan adalah tambah rasa Syukurnya dengan tetap melakukan ibadah Dhuha 6 rakaat tersebut tanpa perlu ada masalah dan keinginan. Sedangkan bila Iwan  ada lagi masalah dan keinginan, maka itulah yang disebut iman, yaitu Iwan membawanya lagi kepada Allah dengan cara melakukan petunjuk-Nya.
Saudarku, tulisan bagian ini ditulis dan dimasukan kedalam buku “THE MIRACLE”. Dimana dibuku ini dikupas secara mendalam filosofi amal perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan ilmu, dan pengalaman, hingga kemudian di istiqomahkan atau di –dawam-kan. Maka ketika saudara tidak menghentikan riyadhah saudara maka percayalah keajaiban akan terus menerus terjadi!. Insya Allah.

Percaya dengan janji dan kalam Allah dan Rasul-Nya, inilah yang disebut iman yang sempurna. Tambah sempurna dengan menyempurnakan iman menjadi berwujud amal shaleh.***

Banyak yang Tidak Menyadari


Meniti jalan-jalan yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, itulah jalan-jalan ikhtiar, yang terbaik apalagi kalau kemudian bisa lurus dan istiqomah. Dunia akan dibukakan Allah buat mereka yang mengabdi kepada Allah. Sebab dunia adalah milik-Nya. Dan Dia akan menguasakan lagi kepada siapa yang Dia kehendaki.

Banyak orang yang tidak menyadari sebab ilmunya yang barang kali kurang, bahwa meniti jalan-jalan menuju Allah, itulah jalan ikhtiar terbaik tidak dekat dengan Allah saja diberi-Nya dunia, apalagi dekat dengan Allah dan mencari jalan-jalan untuk dekat dengan-Nya. Pasti dunia tambah lagi diberi oleh Allah. Tapi karena kurangnya ilmu maka ketika jalan sudah dibukakan Allah, malah Allah sering ditinggal. Atau kalaupun tidak ditinggal maka terhadap Allah kita sering juga mengurangi jatah perhatian dan waktu untuk-Nya. Astaghfirullah.sya pribadi pun beristighfar karenanya. Apalagi dengan keangkuhannya manusia, banyak yang tidak mengakui agama sebagai solusi hidupnya. Banyak yang tidak mengakui ibadah sebagai solusi ikhtiarnya, bukan sebagai pelengkap.
Pernah diceritakan kepada Luqman Hakim, ada perusahaan penyedia jasa ruangan-ruangan untuk disewakan. Pada suatu masa. Keuangannya menurun. Penyewanya sedikit sekali. Ditenggarai, begitu menurut mereka, sebab berdiri competitor tidak jauh dari lokasi gedung mereka. Hingga kemudian karyawannya membuat pengajian.
Dipanggilnyalah seorang ulama pengajian diadakan pagi menjelang dzuhur saat dzuhur tiba ulama tersebut yang memang masih disana saat itu, bertanya dimana diruang apa kalau mau shalat? Karyawan-karyawan yang ditanya gelagapan. Sebab memang biasa gedung ini tidak menyediakan ruang khusus untuk memuliakan orang-orang yang shalat.
“selama ini dimana shalatnya?” tanya ulama tersebut
“diparkiran bawah”, jawab karyawan
Ulama ini ngambek. “wah, mana bisa maju kalau begini? Gedung ini memang siapa yang ngasih ? kan Allah. Walaupun kelihatannya yang bangun adalah manusia. Masa terhadap Allah yang sudah memberikan gedung ini; baik uang, kesehatan, dan kesempatan, untuk memakai dan menikmati gedung ini, eh … malah dipinggirkan?”
Ulama ini pulang.
Tertinggalah karyawan terbengong-bengong tapi mereka mengamini. Mulailah mereka melakukan sesuatu. Mereka bersama-sama menghadap kepada direksi dan menjelaskan peristiwa ini. Alhamdulillah, direksi setuju lalu ada ruangan “yang dikorbankan” untuk menjadi tempat shalat. Maka mulialah orang-orang yang shalat, sebab ruangan shalatnya menjadi layak dan nyaman.
Sejak itu, karywan gedung tersebut banyak yang merasakan bahwa tingkat penyewa kembali meninggi.
Tapi apa yang terjadi? Di pers release-nya direksi dan manajemen menjelang RUPS, sama sekali tidak disinggung keberhasilan ini adalah sebab memperhatikan urusan mushola. Kelihatannya sepele; menyediakan orang-orang yang shalat, tempat yang layak. Tapi yang sepele ini justru yang diyakini sebagai pembawa kemakmuran dan kejayaan kembali bagi tuh gedung dan manajemennya sayang,kita itu ya begitu. Kurang mengakui, atau mungkin kurang berani mengakui bahwa sisi spiritual itu yang menjadikan dunia ada di genggaman. Dipikirnya urusan spiritual urusan akhirat yang hanya berdimensi akhirat saja.
Luqman mendapat cerita ini bahwa yang diagung-agungkan sebagai suatu keberhasilan oleh mereka adalah bahwa manajemen atas melakukan perubahan manajemen. Banyak tenaga-tenaga ahli muda yang berpendidikan serta berpengalaman, masuk, ikut mengendalikan dan memajukan gedung. Karena itulah gedung ini terang kembali. Sebab lainnya, begitu kata pers release-nya, adalah komitmen direksi share holders yang begitu tinggi terhadap penampilan dan perbaikan fisik lalu mereka menyebut keberadaan taman depan yang baru, ditambah dengan jaket gedung yang juga memang baru yang menambah terang gedung tersebut.
Sama sekali tidak menyebut  dengan gagah, “bahwa kemajuan ini adalah sebab kami menyediakan tempat shalat yang sangat layak dan nyaman, padahal sebelumnya kami menempatkan mushola di lantai parkiran yang pengap.” Tidak ada tuh.. tidak disebut.
Luqman Hakim ketika menerima kisah ini sebagai satu pembelajaran, sempat sedikit menghibur, “barang kali meerka tidak mau pamer.. nanti disanggak riya.”
Yah, barang kali juga.
Tapi, sekarang kalau memang begitu, indikatornya gampang. Diantaranya:
  • Apakah perbaikan sarana dan prasarana ibadah menjadi semakin baik?
  • Apakah ada penambahan tenaga khusus untuk mengelola asset yang disebut sangat berharga itu (kalau memang diaku, tapi tidak mau diekspos sebab takut riya)?.
  • Apakah ada penambahan kegiatan keagamaan (kegiatan ibadah) ?
Yang barangkali menohok lagi, apakah ruanan itu masih dipakai untuk ruangan shalat?
Kelihatannya sinis ya pertanyaannya, tapi wajar ditanyakan. Sebab maaf, banyak yang kemudian terjadi begini; sebab laku, kemudian direksi dan manajemen merasa sayang mengorbankan ruangan itu tempat yang disebut mushola diparkiran itu diperbaiki, bagaimana kalau tetap seadanya atau dengan perbaikan yang setengah hati?.
Bila memang itu yang terjadi, maka sebenarnya sama saja tidak ada pengakuan.
Jujur saja, kita pun suka demikian kok. Sebelum saya, masya Allah, rajinnya itu yang namanya shalat-shalat sunah. Artinya, jangankan yang wajib, yang sunah pun dikerjakan habis-habisan. Giliran sukses, giliran kaya, kita mengorbankan ibadah. Itu’kan menjadi terbalik. Alias jangankan yang sunah yang wajib pun keteteran.
Ini’kan sama saja dengan kalimat ‘apakah manajemen gedung itu kemudian mengorbankan ruangan yang sudah membawa meraka kepada kejayaan ataukah malah memperluas dan menambah nyaman ruangan tersebut?’
Inilah diantara sebab orang kemudian berkata, “makanya jangan shalat karena masalah atau hajat. Sebab nanti shalatnya kendor setelah masalah dan hajat tercapai.”
Padahal, jika seseorang, menghentikan shalatnya. Atau “mengendorkan” shalatnya, maka sebutannya adalah “kufur nimat”. jangan kemudian menyalahkan niat.
Ini pula yang mengakibatkan seseorang barangkali mengatakan “kudu ikhlas dalam sedekah (ibadah)”. Sebab dikhawatirkan sedekahnya takutnya hanya untuk tujuan-tujuan dunia. Padahal, sekali lagi, sedekah untuk tujuan-tujuan dunia adalah.dibenarkan. karena menjadi cara yang ditunjukan Allah. Sedang yang ditunjukan Allah pun, itu ada keridoan-Nya didalamnya. Wallahualam.***

Semestinya Tidak Usah Cape


Karena ketiadaan ilmu, seringkali manusia cape ketika berikhtiar menggapai sesuatu. Ketiadaan ilmu yang paling berbahaya adalah ketiadaan ilmu tentang tauhid; tentang Allah.

Sebutlah pemuda A dan B. dua-duanya teramat kepengen memiliki motor. Mengingat dua-duanya harus menempuh perjalanan yang tidak ringan untuk menuju kantornya masing-masing. Namun, perjalanan keduanya adalah perjalanan yang berbeda. Yang satu, menempuh perjalanan ikhtiar bumi, perjalanan biasa. Yang satunya lagi, menempuh perjalan yang berbeda, perjalanan ikhtiar langit.
Pemuda A, menysihkan dari gaji yang ia dapatkan seratus ribu rupiah setiap bulanya. Ia menarget, dalam 10 bulan, ia harus lepas dari kondisi mengejar bus, dan keadaan –keadaan tidak mengenakan sebab menempuh perjalanan ke kantor menggunakan bus. Ada apa dengan target 10 bulan tersebut? Rupanya DP motor atau uang muka motor dari motor yang ia inginkan adalah sebesar 1 juta. 1 juta ini bisa ia miliki  bila ia menyisihkan 100 ribu setiap bulannya selama 10 bulan.
Kalau Luqman Hakim jabarkan, demikian :
DP Krediti motor                                   : 1 juta
Rupiah yang bisa disisihkan               : 100 ribu/bulan
Untuk mencapai sejumlah DP            : 10 bulan
Maka begitulah si pemuda A ini menempuh jalannya. Dia menabung 100 ribu/bulan untuk bisa ia memiliki uang DP sebesar 1 juta. Kelas, DP ini akan membuatnya memiliki impiannya, sebuah motor yang bisa membebaskannya dari bus dengan segala suka dukanya.
Apa ada yang salah dengan cara si pemuda A ini mencapai impiannya?
Tidak ada yang salah dengan cara si pemuda A ini. Luqman Hakim pun tidak berani menyalahkannya. Tapi amboi .. menurut Luqman Hakim, alangkah capenya si Pemuda A ini.
Kok cape?
Si pemuda A-nya saja tidak merasa cape. Dia “enjoy” dengan perjalanannya mencapai impiannya itu. Ia tidak merasa cape.
Ya, terang saja. Sebab si pemuda A ini tertutup rasa capenya dengan mimpi ingin memiliki motor. Dan dia punya harapan, bahwa di bulan ke-11 ia bisa say goodbye kepada bus, sebab sudah naik motor, dan naik motornya sendiri lagi. belum bayangan kegagahan. Tertutup rasa rasa letihnya harus menyisihkan 100 ribu perbulan. Apalagi barangkali, begitu kata sebagian orang, si pemuda A ini bisa memasukkan nilai ibadahnya di keseharian kerjanya. Bukankah rasa capenya menjadi ibadah bagi dirinya?
Terserah saja sih, namnya juga pilihan, silahkan dipilih jika anda merasa nyaman dengan jalan tersebut.

Hajat Pemuda  A                                    jalan biasa



                                                                        Cape!

Ilustrasi 7

Tapi mari kita lihat. Ada lagi alas an kenapa Luqman menyebut pemuda A ini “cape”. Lihat saja, niatnya saja sudah “kredit”. Dia tempuh perjalanan 10 bulan, “hanya” untuk mencapai satu titik yang namanya “uang muka”. Itu berarti dia masih harus mencicil lagi selama 3 (tiga) tahun. Cape kan?!
Kok yakin nyicilnya bakal selama 3 (tiga) tahun?
Ya, begitulah jalan pikiran pemuda A. kira-kira. Kenapa 3 (tiga) tahun? Sebab dia hanya menghitung secara normative, bahwa dia akan mengalihkan biaya naik busnya jadi biaya angsuran motor. Keukur. Begitulah kira-kira Luqman menyebut kondisi pemuda A tersebut.
Lalu, bagaimana supaya tidak cape?
Supaya tidak cape, lihatlah cara si pemuda B dan ikuti.
Langkah si pemuda B ini bukan langkah ikhtiar dunia belaka, tapi Luqman Hakim menyebutnya lebih sebagai sebuah iktiar langit, perjalanan spiritual.
Memangnya apa yang dilakukan si pemuda B?
Pemuda B tahu, bahwa segala upaya harus melibatkan Allah. Maka dia tidak membeli motor itu dengn uangnya, tapi dengan perilakunya kepada Allah, alias “dibeli” dengan ibadahnya:
  1. Dia menggunakan kekuatan doa, lapor kepada Allah lewat munajat bahwa dia butuh motor supaya perjalannya ke kantor tidak melelahkan
  2. Dia menetapkan niat ibadah bila nanti bisa memiliki mtoor. Dia akan punya lebih banyak waktu untuk mengaji, karena lebih hemat waktu dengan naik motor ketimbang naik bus. Dia pun meniatkan akan lebih banyak silaturahmi ke kawan-kawan dan saudara-saudaranya dengan motornya, dan seterusnya.
  3. Dia bersedekah untuk menuju keridhaan Allah atas ikhtiarnya mendapatkan motor. Sebenarnya Luqman Hakim lebih suka menyebutnya, “pemuda B ini bersedekah untuk membeli motornya”. Jumlah sedekahnya kurang lebih sama dengan jumlah tabungan si pemuda A, seratus ribu per bulan juga.
Bentuk penjabarannya kira-kira demikian :
Target                                                             : Bukan DP. Tapi langsung
                                                                           Motornya. Sebut saja 10 juta
“kewajiban” sedekah                            : 10% dari 10 juta. Yaitu 1 juta,
                                                                           Atau yang senilai
Target sedekah                                             : 1 juta
Berapa bulan?                                              : dicapai dalam 10 bulan, bila
                                                                           Sebulannya 100 ribu
Bila sudah sampai1 juta?                          : Motor senilai akan diberikan
                                                                          Allah dengan cara-Nya
Dari mana?                                                   : perkalian 10 kali lipat
                                                                           Sedekahnya
Bisa di bawah 10 bulan                              : bisa. Apabila si pemuda ini
                                                                           Benar melengkapi dengan
                                                                          Ibadah lainnya, dhuha,
                                                                          Tahajjud, hajat, dll.

Lihat bedanya dengan pemuda A!
Si pemuda A, begitu nyampe bulan ke-10 terkumpul uangnya 1 juta. Dia membawa uang 1 jutanya itu ke showroom motor sebagai DP. Dia masih ngangsung 3 tahun. Sedang si pemuda B, karena targetnya langsung 10 juta, maka dalam hitungan bulan yang relative sama, ia sudah mendapatkan motor yang diinginkannya, tanpa perlu mengangsur lagi.





Hajat
Pemuda B

Jalan ibadah


-  Tidak cape
-  Mudah
-  Lebih cepat
-  Jadi ibadah
Doa
Niat baik
Shalat
Sedekah

Ilustasi 8


Baiklah, bila penjelasan ini masih dirasa kurang, Luqman Hakim masih berkenan memberikan kalimat lainnya. Si pemuda B ini tidak cape. Sebab bila si pemuda A menyisihkan uang untuk menabung supaya terkumpul uang muka, tidak demikian dengan pemuda B. dia menyisihkan uangnya untuk sedekah. Hasilnya memang beda. Bila pemuda A setelah uangnya terkumpul sejumlah DP dia bahwa  uangnya ke showroom, tidak demikian dengan pemuda B. pemuda B ini tidak perlu ke showroom, sebab Allah sudah memberinya motor dalam hitungan bulan yang tidak jauh dengan si pemuda A.
Sebab si pemuda A membayar ke showroom dan showroom membayarnya lagi ke leasing, maka si pemuda A masih harus mmebayar cicilannya. Pemuda B mendapatkan kelapangan dari Allah. Dia tidak harus membayar cicilan apa pun, kecuali bahwa Allah  Yang Maha Menyayangi hamba-Nya menghendaki dia istiqamah dan kalau perlu meningkatkan lagi ibadahnya sesuai dengan niatnya. Motor bagi pemuda B dari Allah. Pemuda B mendapatkannya dengan cara-cara-Nya.
Sebagai kalimat penutup sesi tulisan ini, bila ada cara yang tidak membuat cape, tidak membuat kita letih, mengapa masih memilih jalan yang sukar dan menyulitkan diri?
Libatkan Allah.
Maka ikhtiar kita akan jadi mudah.

Kekuatan Ibadah sebagai
Jalan Ikhtiar


Ibadah kepada Allah adalah ikhtiar terbaik dalam mencari dunia

Sudah baca baik-baik kisah pemuda A dan B sebelum tulisan ini? Untuk dapat mengikuti tulisan bagian ini, anda harus membaca dulu tulisan sebelumnya. Tepatnya, baca dah ulang tulisan yang berjudul Semestinya Tidak Usah Cape.
Lihat, pemuda A mencari jalan untuk mendapatkan motor yang diinginkannya dengan cara dunia yang biasa. Sedangkan pemuda B dengan cara ibadah. Dua-duanya dapat. Si pemuda A dapat dunianya sebab memang Allah sudah menentukan janji dan ketepatan-Nya. Tapi kemudahan lebih Allah berikan kepda si pemuda B.
Sesungguhnya. Bila si B sejak naik bus sudah beribah dengan baik dan tidak ada angan-angan baginya untuk memiliki, baik sebab dia mengukur kemampuan dirinya apalagi sebab syukurnya, maka Allah tetap akan memberikan “fasilitas” motor buatnya, tanpa harus dia angan-angankan dan tanpa harus juga dicari-cari. Tentu menjadi keutamaan bagi si B, dengan sebab radhahnya itu.
Missal, si B dengan tulusnya di tengah kesibukannya, dia ngurusin ta’lim di kantornya. Atau selama di bus, dia banyak berdzikir, banyak membaca al-Quran (cukup di dalam hati, atau sedikit disuarakan tapi dengan tidak membuat orang terganggu), insya Allah, Allah akan memperhatikan. Ibarat seorang karyawan bekerja pada satu perusahaan, maka bila karyawan tersebut baik kerjanya, maka karir pun akan naik. Seiring dengan naiknya karir tersebut, maka fasilitas pun akan berbeda.
Maka jadilah wahai diriku, wahai saudaraku, orang yang menjadikan ibadah sebgai sentra gerakan dan pikiran. Jangan semata hanya mengandalkan ikhtiar dunia saja. Tapi tumpahkanlah jalan ibadah. Kalaupun harus membanting tulang dan peras keringat, nawaitu awalnya, tetap ibadah. Jangan lupa baca basmalah untuk mengawali hari-hari kerja dan usahanya.
Berikut beberapa tips untuk disebut memiliki nawaitu ibadah :
  1. Membuktikan bahwa hasil usaha adalah untuk Allah; tidak membawa hasil usaha kepada keburukan dan jalan maksiat, membawa hasil usaha untuk menghidupi keluarga agar bisa beribadah dan hidup dengan baik, bersedekah, dan lain-lain kebaikan.
  2. Tidak melupakan hak-hak Allah, paling tidak yang wajib-wajib. Syukur-syukur bisa memenuhi yang sunnah-sunnahnya.
  3. Membaca basmalah di awal dan hamdalah di akhir.

Sederhana, tapi yang sederhana ini yang menjadikan hidup kita ber-main ibadah. Sebenarnya, apa yang disebut ini hanya urusan men­-switch on-kan saja langkah. Toh, baik nawaitu maupun tidak nawaitu, seorang yang baik akan menghidupi keluarganya dengan rezeki yang Allah berikan.
Aduhai alangkah sederhananya. Dengan meniatkan segala ikhtiar kita sebagai ibadah, maka sudah menjadi ibadah, Alhamdulillah, betapa rahman dan rahimnya Allah.

Ibadah itu mudah,
Niat adalah awalnya ..***

Karena Kejadian dan Pengalaman

Ada yang melakukan ibadah karena ilmu dan keyakinan, dan ada yang melakukannya karena pengalaman

Amal lebih utama dilakukan sebab ilmu dan iman, atau ilmu dan keyakinan. Namun, bila seseorang melakukan sebab kejadian sesuatu yang melatarbelakanginya, lalu menjadikan itu sebagai pengalaman baginya, maka itu disebut juga ilmu dan iman, ilmu dan keyakinan. Cuma yang satu disebutnya ilmu teori, yang satunya lagi disebut ilmu pengalaman, ilmu praktik. Sehingga tidak heran orang pada menyebut; “pengalaman adalah guru yang terbaik”.
Patut, diingat, ketika setelah tahu ilmunya, tapi seseorang menjadi tetap berdiam diri alias tidak melaksanakan, maka disebutlah ia bodoh. Tahu, tapi tak melaksanakan, maka demikian pula orang-orang yang Allah anugerahi pengalaman. Maka demikian pula orang-orang yang Allah anugerahi pengalaman, namun tidak menjadikan pengalaman itu menjadi guru baginya, maka disebut pula ia sebagai orang yang bodoh. Dan subhanallah, alangkah cerdas dan beruntungnya seseorang yang menjadikan ilmu dan pengalamannya sebagai jalan yang membuatnya istiqamah beribadah.
Kelak di buku ini akan dipelajari bersama tentang adanya tipe dari orang-orang yang melakukan ibadah karena ilmunya, lalu dia meyakini dan betul-betul mantap melaksanakannya serta isitqaman. Di sini, pengalaman merasakan manis dan lezatnya beribadah menjadi tidak penting. Ya, apabila seseorang sudah melakukan ibadah dengan keyakinan dan ilmu, memang soal pengalaman manis dan lezatnya ibadah menjadi tidak lagi penting. Tapi ada lagi, yang mantap  terhadap keduanya, rasa manis itu akan berujung pada surganya Allah bila istiqamah. Namun bila tidak istiqamah, maka kebahagiaan dan rasa manisnya tersebut, ya juga sesaat. Yaitu hanya manakala dia melakukan ibadah itu ibadah.
Kisah yang disuguhkan di sini, sub judul ini, tentang seseroang yang melakukan ibadah tahajjud bukan karena pengetahuan dan ilmunya. Tapi sebab ada satu kejadian tidak enak yang mengantarkannya pada tahajjud.
Syahdan, ada seorang ayah yang pada suatu hari terkaget-kaget sebab anaknya hilang. Si ayah ini tambah bingung dan gelisah. Sebab anaknya ini .”tidak normal” seperti anak-anak yang lain. Ada banyak kekurangan. Disebut idiot banget ya tidak, tapi disebut “seperti anak yang lain.” Ya kentara selaki kekurangannya. Otaknya dan gerakan fisiknya lambt. Seperti sensor otak yang kurang sempurna bekerjanya. Kalau boleh jujur, normal tidak normal anak kita, kalau dia hilang, kita orang pasti panic, iya enggak?
Nah, ketika ayah ini menyadari bahwa anaknya hilang, kesedihan, kebingungan, kegudahan, dan kekhawatiran, ia bawa betul pada Allah. Ia bawa lewat sujudnya, lewat munajatnya di tengah malam. Ya, tiba-tiba ayah ini menjadi rajin tahajjudnya.
Sampai disni, banyak yang mengatakan “Emang juga begitu Ustadz biasa. lagi punya masalah mah rajin banget sujudnya. Begitu sudah lepas, lepas juga ibadahnya.” Sedangkan kalau bagi saya mah, alhamdulillah. Itu juga barangkali cara Allah mengajarkan dan mengingatkan hamba-Nya. Kalimat itu jangan sampai menjadikan kita malat surut meminta kepada Allah dengan jalan ibadah. Justru malah harus tambah rajin. Kita harus yakin, bahwa meminta dengan jalan ibadah, itulah cara terbaik, sesuai petunjuk-Nya. Kalimat pengingat kita harusnya lebih arif, yakni dengan mengatakan, “tambahin syukurnya ya... Allah sudah memberi tuh apa yang diminta. Teruskan ibadahnya, jagnan berhenti... semoga Allah terus memperhatikan saudara.” Begitu seharusnya.
Hanya, perlu saya ingatkan kepada diri saya dan kepada pencari pertolongan Allah, apabila kita lupa ibadah, atau sekedar menyurutkan ibadah, maka siklus kesusahan akan berulang juga kejadiaannya. Nah, cape’kan? Maasa untuk bisa mengingat Allah harus terus-menerus lewat pintu kesusahan? Iya enggak? Akan lebih baik lagi bagi kita mau berkenan ibadah karena syukurnya kita kepada Allah.
Tapi baiklah kita lanjutkan. Di sub tulisan ini ditulis kisah seorang ayah yang rajin tahajjud sebab anaknya hilang.
Alhamdulillah, allah Maha Memberi kesempatan pada hamba-Nya untuk bisa beribadah. Bahkan dengan jalan peringatan, peringatan musibah, atau pelajaran kehidupan lainnya. Si ayah ini bertahajjud barangkali dengan penuh harap dan khusyu’ kepada Allah. Allah mendengar do’anya. Anaknya ini ketemu. Ada satu peristiwa yang mengantarkan kepada ayah ini untuk bisa menemukan anaknya. Alhamdulillah.
Ada yang istimewa dari ayah ini. Diceritakan bahwa anaknya ini “tidak normal”, apabila diukur dengan anak-anak yang lain pada umumnya. Menyadari bahwa tahajjud ini punya kekuatan yang luar biasa, ia kemudian meneruskan tahajjudnya. Ia tahajjud kali ini bukan dengan membawa do’a agar anaknya ini ketemu. Sebab sudah ketemu. Kali ini ia bahwa doa kepada Allah Tuhannya, Pemilik Barat dan Timur, agar anaknya ini Allah naikkah terus kualitasnya; baik syaraf motoriknya, fisiknya, kesembuhannya, dan lain sebagainya sehingga bolehlah ia sebut sebagai anak normal. Ia meminta kepada Allah bila Allah pernah menjawab doanya untuk ia menemukan anaknya yang hilang, sekarang ia yakin Allah bisa mengubah anaknya. Dan subhanallah, terjadi lagi!
Sekian lama tahajjud ia lakukan, ia mendapat satu pencerahan yang ia yakini itulah sebab ia meneggakan tahajjud. Ada seorang guru yang mengatakan bahwa kalau anaknya ini mau hidup normal layaknya anak yang lain, coba saja perhatikan kehidupan anak-anak orang lain. Utamanya anak-anak yatim, anak-anak miskin yang tak punya, dan anak-anak santri yang sedang belajar al-Quran dan agama.
Jadilah kemudian ia mengikuti saran ini, dalam sebulan, ia bisa mengajak anaknya ini 3-4 kali memberi santunan, membahagiakan anak-anak yang dimaksud. Ia terus berharap caranya ini mengantarkan keridhaan Allah bagi peningkatan kualitas otak, otot, fisik dan non fisik anaknya. Alhamdulillah, sekian lama ia melakukannya, anaknya benear-benar berubah.
Sekali lagi ini ia yakini lantaran ia bertahajjud. Tahajjudnya membuat Allah mempertemukannya dengan guru yang menganjurkannya bersedekah.
Subhanallah, begitulah keyakinan seorang Mukmin. Keyakinan itu bekerja menjadi sebuah amal shaleh. Dan amal salehnya mengantarkan pada terkabulnya doa dan harapan.
Lihat kisan ini baik-baik. Pengalaman si ayah ini menjadi ilmu buatnya dan menjadikannya yakin akan janji Allah. Kalau ia teruskan ibadahnya, inilah yang dinamakan menemukan keistiqamahannya. Maka Masya Allah, karunia Allah akan terus dan terus mengalir. Insya Allah.
Lalu, bagaimana kita ?
Kuncinya, teruskan!Jangan berhenti!Niscaya akan naik derajat terus-menerus, sampai derajat mahabbah ilallah; mencintai Allah.

Ibadah karena Kebiasaan

Ada yang bukan karena ilmu, di awalnya dia beribadah. Ada yang bukan karena peristiwa, awalnya dia beribadah. Tapi karena kebiasaan.


Luqman Hakim mencoba mengingat dia punya nenek, almarhumah Guru Hajjah Iyo. Seongat dia, neneknya semasa hidupnya, dia shalat Malam karena ayahnya. Ayahnya, KH. Mohammad Mansur,  memang biasa bangun malam. Ketika kyai Mohammad Mansur, memang biasa bangun malam. Ketika kyai dengan para santrinya bangun malam, dia ikut terbangun bangun malam. Kebiasaan ini berlangsung hingga akhir hayatnya.
Rupanya, kebiasaan yang ditanam ayahnya nenek Luqman ini menjadi berkah tersendiri buat neneknya Luqman ini. Ayahnya tidak mengajarkan teori, melainkan menanamkan kebiasaan. Kebetulan, neneknya Luqman memang senang punya kebiasaan seperti ini. Klop dah jadinya. Dia tidak pernah merasa berat. Malah kalau satu hari saja tidak bangun malam, seperti ada yang kurang, subhanallah. Beda banget dengan cucunya. Begitu Luqman mengaku. Luqman tidak merasa berdosa ketika tidak bangun malam. Santai saja. Beda sekali.
Suatu hari, pernah neneknya memanggil Luqman ketika Luqman muda, kira-kira umur SMU-an. Luqman ditanya, “Ada enggak obat yang bikin Umi jadi susah tidur”.
Luqman bingung. Dimana-mana pertanyaan yang  umum, “Ada enggak obat yang bikin kita tidur enak, tidur nyenyak?” begitu. Ini pertanyaannya malah aneh.
“kok aneh sih Mi?” tanya Luqman. Panggilan kesayangan buat neneknya ini, Umi.
“Habisnya suka sebel!”
“Sebel!?” tanya Luqman enggak ngerti.
“Iya. Ini waktunya bangun malem.  Mata malah sepet. Ngantuk. Kan sebel. Umi mah mendingan enggak tidur daripada enggak tahajjud.”
Masya Allah. Satu perbuatan yang tidak bisa Luqman ikuti. Barangkali neneknya melakukan bukan karena dorongan ilmu akan fadhilah shalat malam yang begitu besar. Bukan! Neneknya melakukan shalat malam sebab beliau, sekali lagi, kebiasaan bangun malam.
Memang begitu tuh. Ada seseorang yang biasa tidur lagi habis shubuh. Masya Allah. Untuk mengubah kebiasaan untuk tidak tidur habis shubuh, perjuangannya berat sekali. Tidak gampang. Apalagi bila tidak ada niat.
Ada orang yang biasa berolahraga bulu tangkis saban minggu 3 kali, dua-tiga set. Lalu satu minggu ini tidak berolahraga, wah, tuh. Badan pasti kayak pada remuk. Aneh kan? Kalo kata yang tidak rajin olahraga, begitu olahraga badannya pada remuk, eh .. ini sebaliknya. Bagi pecinta olahraga, tidak berolahraga menjadi siksaan.
Kita coba lihat lagi di bulan Puasa. Bulan puasa adalah “Paksaan” Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tapi manakala kita jalani dengan ridha, kita niat untuk menyelesaikan sampai maghrib, maka insya Allah akan enteng terjalani. Malahan, tahu-tahu sudah Idul Fitri. Terus, coba ingat-ingat lagi. begitu Idul Fitri, kita kan merdeka tuh,  lalu satu dua hari makan bebas, coba dah  mulai lagi untuk puasa sunnah Syawwal 6 hari, belum tentu gampang tuh, iyakan?
Makanya, sebagian muslim begitu lebaran, dia teteap menahan nafsu makan dan minumnya supaya esoknya dia bisa langsung tancap gas puasa sunnah 6 hari di bulan Syawwal. Kenapa? Tidak lain supaya tidak berat, dan ini dia alasah utamanya yang lain; mumpung lagi terbiasa berpuasa.
Wabadu, sepertinya memang kita kudu membiasakan kebiasaan baik ini betapapun beratnya. Kelak, ketika kebiasaan buruk  sudah berganti dengan kebiasaan baik, insya Allah kita sendiri yang akan senang. Kebiasaan beribadah harus ditanam (harus dibiasakan) sejak dini. Sejak anak-anak kita kecil. Susah nanti membentuk karakternya bilang menunggu mereka remaja.
Kebiasaan bisa dibiasakan. Asal punya kemauan, punya niat, dan sungguh-sungguh memulai kebiasaan yang mau dibiasakan. Kebiasaan akan menjadi karakter. Maka hati-hatilah dengan kebiasaan buruk.

Bukan karena Meminta .
Tapi karena Syukur

Ada lagi yang melakukan ibadah sebab syukurnya dia sama Allah, Tuhannya.

Ketika banyak orang datang kepada Allah sebab peristiwa-peristiwa buruk dan sebab kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan, ada juga sebagiannya lagi yang datang kepada Allah sebab justru rasa syukur.
Sebut saja misalnya Bu Hajjah Anih. Dia rajin bangun malam sebab karena anaknya lulus SMU dan masuk perguruan yang diidam-idamkan anaknya, di jurusan yang juga diinginkan anaknya; Fakultas Kedokteran. Dia bangun malam karena bersyukur.
Sarah. Dia rajin dhuha sebab dia sadar dhuha ini yang mengantarkan suaminya jadi bekerja di perusahaan yang bagus, dengan karir yang punya peluang bagus. Dia dhuha lantara syukurnya.
Giman. Giman ini rajin shalat 5 waktu, setelah Giman sembuh dari penyakit misteriusnya, 2 tahun ia tidak bisa berjalan. Tempat tidur seakan menjadi bagian tubuhnya yang lain. Enggak tahu penyakit apa yang menimpanya, pokoknya tiba-tiba pada satu malam di dua tahun yang lalu Giman tidak bisa jalan. Seperti datangnya yang misterius, perginya itu penyakit juga misterius. Tiba-tiba saja penyakitnya hilang. Ia bangun tidur seperti bangun dari mimpi. Ia mendadak bisa jalan. Karena rasa syukurnya, gimana rajin shalat. Ia menyadari betapa mahalnya kaki yang Allah berikan. Masa dibawa melangkah  ke tempat wudhu, dan dibawa melangkah ke atas sajadah saja lantas jadi berat. Begitu rasa syukurnya Giman.
Panca. Panca rajin sedekah sejak Panca diangkat jadi kepala sekolah. Sejak jadi kepala sekolah, Panca merasakan tugasnya berat. Sebagai kepala sekolah sebuah sekolah unggulan, tuntutannya jauh lebih berat daripada sekolah-sekolah biasa. Tapi dia berterima kasih, tugasnya ini membawanya ke komunitas lain yang sebelumnya tidak pernah dia bisa masuk di dalamnya. Karena sekolahnya ini sekolah elit, dia ini banyak punya kesempatan beraudiensi dengan stake holder-nya yang dari kalangan VIP di kantornya. Ini juga membawa berkah tersendiri buat dia. Sebagai rasa syukurnya, ia kini rajin bersedekah. Ia merasa Allah-lah yang membawanya ke tempat yang terpuji. Ia ingin membagi berkah yang Allah berikan ini .
Guntur. Guntur rajin juga sedekah sebab rasa syukurnya ia mendapat modal dari relasinya. Sebelumnya ia sulit bersedekah karena merasa susah, merasa tidak cukup, merasa kurang. Tapi kini setelah Allah bukakan berkan untuknya, ia merasa tidak ada alasah lagi untuk menolak memberikan sedekah.
Banyak lagi nama-nama yang tentu tidak akan cukup dimuat di sini; baik yang di ketahui, apa lagi yang di ketahui. Yang terdiri dari nama-nama orang yang beribadah ini dan itu lantaran syukurnya dia kepada Allah. Bukan karena peristiwa buruk, bukan karena masalah, dan bukan karena keinginan.
Tapi kalau kita perhatikan, memang rata-rata ada dulu peristiwa yang mendahuluinya. Orang-orang Mukmin mengenali seluruh peristiwa sebagai kehendak Allah. Yang namanya kehendak Allah, mestilah Dia memiliki maksud sesuatu kepada kita ketika kita menjalaninya. Adapun seluruh peristiwa;baik atau buruk, semuanya di kehendaki Allah agar kita mau kembali kepada-Nya dan bersyukur. Allah pun meminta kita menjaga ketaqwaan dan kesabaran, bukan saja ketika susah, tapi juga ketika senang. Di buku wisatahati yang lain, ada tulisan berjudul sabar ketika lapang... sabar ketika kaya. Pokoknya di setiap keadaan, bertambah terus sabarnya, bertambah terus syukurnya.
Beribadah karena syukur, insya Allah lebih baik keadaannya dan lebih mulia kedudukannya. Tapi saudara yang akhirnya bisa mendekati Allah lewat pintu kesusahan, tidak usah kecil hati. Justru tetap harus bersyukur. Malah harus bahagia. Banyak orang yang “lewat”, dalam artian tetap tidak bisa mendekati Allah dan terus jatuh ke keadaan yang lebih buruk akhirnya. Sebab satu, yaitu sebab tidak kunjung kembali kepada Allah. Dia tidak bisa menemukan Allah di balik kesusahannya, di balik penderitaannya, di balik musibah yang di alaminya. Akhirnya ia rugi berganda. Sudah mah  rugi sebab kesusahannya, dia pun rugi sebab tidak mampu menangkap pesan Allah di setiap kesusahan yang di berikannya kepada manusia; yaitu untuk kembali kepada Allah.
Alhamdulillah,segala puji bagi Allah. Mudah-mudahan Allah senantiasa membukakan hidayah dan taufiq-Nya buat kita. Kalau kita bisa meminta kepada Allah, dan pasti boleh meminta kepada-Nya, kita meminta kepada Allah agar Allah membuka kedekatan diri kepada kita lewat pintu-pintu yang kita anggap baik saja. Jangan lewat pintu yang buruk-buruk. Betapapun, banyak di antara kita yang tidak kuat menanggung beban hidup. Tapi kita pun memohon, andai kelapangan, kekayaan, keluasan rezeki, kemudahan hidup, malah membuat kita justru jauh dari Allah, ya mending Allah berikan keadaan yang sebaliknya saja. Itu jika keadaan sebaliknya tersebut bisa membuat kita kembali kepada Allah; mau ingat ngaji Al-Quran, mau ingat shalat, mau ingat sedekah, mau ingat berbakti sama orang tua, mau ingat berkasih sayang dalam bersaudara, bertetangga, dan mau menempuh jalan-jalan kebaikan lainnya.
Kepada Allah jua kita kembalikan semua urusan dan permohonan untuk kebaikan dunia dan akhirat ktia. 
Tambahin Syukurnya (Lagi)


Kalau seseorang bersyukur,
maka Allah akan tambah karunia-Nya.


Masih bicara seputar syukur, satu yang utama yang harus dilakukan oleh seseorang setelah Allah kabulkan permintaannya adalah tambahkan syukurnya. Angan sampai hilang rasa syukur. Kalau rasa syukur hilang, maka Allah akan cabut dunia yang sudah diberikan-Nya.
Malah, dalam wacana syukur, bila seseorang mau dikabulkan permintaannya oleh Allah, atau ditingkatkan kualitas hidup dan karunia-Nya, maka ia diharuskan menjadi hamba-Nya yang bersyukur dulu. Tanpa syukur, tidak akan ditambah nikmat-Nya.
Malah, dalam wacana syukur, bila seseorang mau dikabulkan permintaannya oleh Allah, atau ditingkatkan kualitas hidup dan karunia-Nya, maka ia diharuskan menjadi hamba-Nya yang bersyukur dulu. Tanpa syukur, tidak akan ditambah nikmat-Nya.
Perilaku-perilaku syukur ini harus ada dihati, pikiran, dan gerak seorang Mukmin. Menjaga shalat 5 waktu, menambah shalat-shalat sunnah, menambah wirid dan dzikirnya, adalah salah satu bentuk rasa syukur. Kemudian, belanja dengan harta yang Allah berikan di jalan-jalan yang diridhai-Nya juga adalah salah satu bentuk syukur. Banyak bentuk-bentuk syukur lainnya. Semua kebaikan yang mengantarkan kepada bentuk bakti kepada Allah dan Rasul-Nya itulah jalan-jalannya orang yang bersyukur.
Tersebutlah kisah klasik. Kisah Tsa’labah. Hidupnya berubah setelah RAsulullah memberinya dua ekor kambing untuk dikembangbiakakkan. Ia menjadi maju, bahkan semakin maju dunianya. Tapi kemudian dia menjadi dilaknat, sebab ia malah enggan membayar zakat dan mundur dari barisan shalat berjamaah Tsa’labah kemudian menjadi miskin kembali.
Tsa’labah. Tsa’labah modern banyak sekali di dunia ini sekarang.
Secara bercanda ada satu dua kawan yang kehilangan momen-momen tahajjudnya. Apa yang ia kata, “aduh ustadz .. bukannya tidak mau tahajjud, tapi boro-boro tahajjud, pulangnya saja sudah larut malam.. “ demikian ia berkata.
Seakan tidak ada yang salah. Tapi yaitulah salahnya. Kenapa juga ia tidak mengatur waktu agar tidak kepayahan? Ambilah dunia secukupnya yang ia minta di awal, jangan terus menerus menelan dunia yang sudah dibukakan untuknya. Sehingga kemudian Allah mengaturnya sebagai karunia-Nya, bukan azab-Nya. Ini kan tidak. Ia pulang larut malam sebab proyek yang ia tangani tidak bisa ia hentikan. Dengan dalih, selama kesempatan masih ada; ambil terus proyek yang tersedia, maka proyek demi proyek diterima terus tanpa mikir kemampuan. Betul sih. Ambil aja tuh proyek dan ambil saja terus. Tapi kalau sampai melupakan “cara” yang sudah membuatnya menjadi bisa memegang dunia ? ini namanya kacang lupa sama kulitnya.
Coba tetap nomer satukan Allah. Cari cara supaya hidup “cukup” kalaupun harus bertambah proyek pakai pengembangan pikiran dan pengaturan manajemen sebaik-baiknya, bukan tenggelam pada kesibukan yang bertumpu pada kaki sendiri. Akhirnya sibuk tidak karuan. Kalau sudah sibuk tidak karuan, dan banyak memakan ibadah, banyak memakan waktu bersepi-sepi sama Allah, yaitulah yang bakalan terjadi. Bisa-bisa Allah tetap membukakan dunia untuknya tapi kalau kemarin sebagai anugerah, sekarang sebagai azab.
Sebut saja Mas Dahlan. Semula ia bilang sama Allah lewat shalat Hajatnya, “Ya Allah, berilah saya pekerjaan..ya Allah, berilah saya pekerjaan.. ya Allah, berilah saya pekerjaan.”
Dahlan pun menambah jam kosongnya dengan shalat sunnah dan baca al-Quran hingga kemudian Allah memberinya pekerjaan.
Tapi apa yang terjadi? Ibadahnya kendor. Kendor bukan karena Dahlan tidak mau melakukan ibadah. Kendor sebab kerjaan itu sendiri. Maksudnya ? kerjaan itu membuat Dahlan kendor ibadahnya.
Tapi benarkan sebab karena kerjaan ? enggak juga. Diawal-awal, Dahlan masih punya waktu cukup untuk tetap menjaga ibadahnya. Ia masih shalat tepat waktu, ia masih tetap shalat sunnah, ia masih sempat membaca al-Quran.
Kemudian, datanglah godaan ia tidak meminta naik karir, naik jabatan. Tapi karena sejatinya ibadah bisa meningkatkan kualitas hidup seseorang, kerjaannya Dahlan, sebab bagus, maka ia dipromosikan menjadi ini dan itu. Semua pekerjaan ini diterima dan dikerjakannya dengan baik. Tapi dengan Allah Tuhan-Nya? Oh.. .. ..o  .. .. .. oh .. rupanya sama Allah mah jadinya tidak baik. Ia tidak bisa berkata tegas ketika waktu shalat masuk. Ia tidak bisa berkata tegas ketika kemudian waktu-waktu bersama Allah dan bahkan waktu untuk bersama keluarga dimakan pekerjaan dan jabatan barunya ini. Tuntutan tugas, begitu kata orang-orang.
Dahlan pelan-pelan terkikis dia punya ibadah.
Akhirnya, pekerjaan dan jabatan barunya menjadi kutukan baginya begitu juga buat banyak pekerja dan pecinta karir. Pekerjaan dan karirnya menjadi kutukan baginya.
Terlalu dramatis ya.?
Ya gimana lagi.. .. emang begitu. Tanya saja dengan jujur hati sendiri. Seberapa kali kita shalat Maghrib berjamaah? Seberapa kali kita membaca al-Quran bersama anak dan istri? Bersama anak dan suami? Seberapa lama bisa duduk berdiam diri walau sejenak untuk duduk wirid dan dzikir mengingat dan menyebut Allah? Seberapa saudara merasa perkerjaan atau usaha saudara justru merampas sisi manusia saudara bahwa saudara adalah ayah yang ada anaknya? Bahwa saudara adalah ibu yang ada anaknya?bahwa saudara adalah saudara yang ada untuk dirinya sendiri? Bahwa saudara adalah anak dari ayah dan ibu saudara? Bahwa saudara adalah tetangga untuk tetangganya, dan saudara untuk saudaranya saudara? Coba pikir saja sendiri.
Saudaraku, bila saudara mau benar-benar memperhatikan Allah, dan berusaha menyesuaikan pekerjaan dan usaha dengan ibadah, bukan menyesuaikan ibadah dengan pekerjaan dengan usaha, maka niscaya kemudahan-kemudahan dan keringanan mencari dunia tidak menjadi kutukan  tapi terus menerus menjadi berkah. Saudara bisa kaya, tapi hidup tetap senang. Saudara bisa kaya, dengan malah bisa membahagiakan anak dan istri dengan sebenarnya hubungan antara ayah dan anak (bukan sekedar materi).
Dunia diberi Allah. Dan ketika Allah sudah berikan dunia-Nya, Dia, Yang Memberi nikmat, jangan dilupakan.

Kualitas Hidup Bertambah,
Syukur Mestinya Bertambah


Syukur bertambah,
Nikmat bertambah.. .. ..


Wisatahati punya inspiring seminar berjudul “Menjadi Kaya Dalam 40 Hariseminar ini controversial, heboh. Banyak yang suka, tapi tidak sedikit yang berkrenyit dan tidak suka. Sebenarnya inspiring seminar ini bertutur tentang perjalanan seseorang yang syukurnya terus bertambah. Sehingga kemudian bertambah-tambah pula karunia Allah baginya.
Suatu saat ditengah Majelis Dhuha, Luqman Hakim memberi makan anak-anak yatim dan menyediakan makanan buat jamaah yang ikutan Majelis Dhuhanya.
alhamdulillah dulu saya nyari makan saja susah. Sehari dapat 7 ribu saja rasanya sudah bersyukur banget.. banget.. padahal itu sudah kerja seharian, sudah keluar cari rezeki seharian.”
Luqman Hakim bertutur penuh syukur. Bila kini ia bisa memberi makan anak-anak yatim dan Jamaah, itu adalah hal yang memang seharusnya ia lakukan. Itu bila ia ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.
Luqman mengenang sedikit tentang riyadhahnya. Ia meneguhkan hatinya untuk memelihara shalat malam sebagai jalan-jalan yang mengantarkannya kepada kemuliaan dan kemudahan hidup. Lalu ia pun meneguhkan hatinya untuk memilih jalan da’wah dan menghadiri banyak majelis ilmu dan syiar untuk menjadi prajurit Allah dalam menyiarkan agama-Nya.  Kemudian Luqman mendapatkan banyak perubahan hidup dan kemudahan Luqman pun banyak mendapatkan kemuliaan. Maka Luqman memandang bahwa majlis dhuha yang ia bikin, bukan lagi sebagai permintaan kepada Allah tuhan-Nya. Tapi sebagai rasa syukur. Ia berniat untuk memperbanyak mendirikan majlis-majlis yang bisa mengantarkan jamaahnya untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah. Luqman merasa harus istiqomah dan menambah rasa syukurnya, sebab Allah sudah begitu baik mengabulkan doanya.
Mengenai “kalau ada apa-apa”, tetap ia tempuh dengan jalan doa sehabis amal shaleh. Ini tetap menjadi kepercayaan yang diyakininya. Inilah yang dipercayai oleh Luqman sebagai salah satu ibadah terbaik kepada Allah. Hanya yang ia garis bawahi ia harus menjadi hamba-Nya yang bersyukur.. bersyukur .. bersyukur .. dan bersyukur.
Demikianlah sikap seseorang mestinya. Bertambah dan bertambah terus syukurnya kepada Allah.
Tersebutlah seseorang yang diberitahu, bahwa memelihara anak yatim akan memperlancar usahanya mencari rezeki. Lalu ia carilah rezeki dengan ikhtiar amalnya berupa memelihara dan memberi kebaikan buat anak-anak yatim. Alhamdulillah, memang anak yatim itu salah satu pembuka pintu rezeki, segalanya bagi dia lancar sekali.
Di kemudia hari, usahanya bisa tetap maju dan mundur, tergantung rasa syukurnya. Bila ia bersyukur, anak yatim tidak ia terlantarkan, malah bertambah jumlahnya dan kualitas kebaikannya, maka insya Allah kualitas hudipnya akan semakin baik. Namun bila ia lalai dan malah meniadakan sama sekali kebaikannya sama anak-anak yatim, maka dipastikan ia akan surut kejayaannya. Malah semestinya, bila jumlah anak yatimnya tetap sama, dan jumlah kebaikannya tetap sama. Tidak berubah, sedangkan usahanya terus bertambah maju, tidak bisa disebut pula ia bersyukur. Disebutnya pelit. Bertambah kualitas hidupnya, kok tidak bertambah syukurnya!
Ada yang bilang, memelihara anak yatim kok sebab kepengen lancar usahanya. Kasihan amat. Dia tidak akan dapat ridhanya Allah.
Loh, di mata Luqman, justru kalau mau dapat ridhanya Allah di setiap usaha dan ikhtiar, ya pelihara anak yatinlah salah satunya.
Terbalik’kan?
Ya terserah saja. Ani sama dengan penbahasan-pembahasan sebelumnya, tentang fadhilah dhuha, tahajjud, sedekah, dan ibadah-ibadah lainnya. Bagian, bila banyak orang yang menjalankan ini, bukankah akan semakin banyak anak-anak yatim yang bisa selamat dari kelaparan?
Mana pula yang lebih utama dari pada orang-orang menjawab serua setan, “mana bisa proyek tidak dengan suapan? Harus dengan suapan!”. Lalu seseorang menjadi penyuap. Ayo... mana yang lebih baik? Bukankah lebih baik menjawab seruan Allah, pakai caranya Allah? Udah mah dijamin tokcer, juga menjadi ibadah tersendiri. Yakni, patuh dan percaya akan seruan-Nya.
Maka yang mau diomong adalah tambahkan syukurnya. Salah satu caranya istiqomahkah ibadah kita. Berganti rel. bila tadi dir el riyadhah/ upaya menghadirkan pertolongan Allah. Kini, dir el syukur. Syukur sebab permohonan sudah dikabulkan.
Jadi, mari kita tambah syukur kita. Insya Allah, Allah akan terus menerus memperhatikan segala kebutuhan kita.
Ibarat seseroang yang diberi modal dari bank. Bila ia bayarnya tepat waktu dan memenuhi semua kewajibannya dengan lancar, bisa jadi bank tersebut yang berposisi menawarkan lagi, “Mau ditambahin enggak modal kerjanya?”

Insya Allah, meminta kepada Allah adalah sebuah ibadah. Jangan takut meminta kepada-Nya***


Bagaimana ketika Surut ?


Banyak yang menyalahkan, ketika suasana keberkahan dicabut, lalu dikatakan itu sebab tidak ikhlas . !

Ada kisah seseorang yang terus-menerus melakukan shalat Tahajjud karena miskinnya. Lalu kemudian hidupnya berubah. Ia menjadi kaya raya. Kemudian setelah ia kaya, ia menyurutkan tahajjudnya. Dalam bahasa sehari-hari disebut ibadahya jadi kendor atau lalai. Ternyata dikemudian hari, ia yang sudah menjadi kaya raya, kembali menjadi miskin. Setidaknya, suru kehidupannya. Ia memang masih kaya. Terlihat dari rumahnya yang masih bagus. Tapi sudah jadi agunan bank yang angsuran kreditnya tidak terbayar. Tinggal menunggu disita.
Kepada dia, sebagian dari kita lalu bilang, “itu sih dia tahajud sebab ingin kaya. Maka setelah kaya, Allah cabut lagi kekayaannya, supaya dia tahu bahwa harusnya ia ibadah bukan karena kepengen kaya, tapi karena Allah saja.”
Terus terang, sulit menambah kebenaran yang diusung kalimat tersebut.
Tapi kita coba sekali lagi melihat. Benarkah ia kembali surut sebab ia mencari kekayaan lewat tahajjud? Bukan sebab ia yang tidak melaksanakan lagi tahajjudnya ?
Terhadap pertanyaan yang begini, da lagi yang mengatakan, “Bila seseorang ibadah karena kepengen sembuh, biasanya memang ibadahnya akan berhenti setelah sembuh.”
Begitulah kalimat ini disandarkan.
Tapi kembali pertanyaannya, benarkah demikian? Benarkah kalimat tersebut? Kenyataannya, banyak yang tidak menghentikan ibadahnya setelah tujuannya tercapai. Sebab ia merasakan kelezatan ibadah atau sudah menjadi kebiasaan baginya.
Bolehkan kita mendengar contoh yang Luqman Hakim berikan?
Syahdan, ada seorang ayah yang menyeru kepada anaknya, “Nak, jika engkau rajin belajar, dan engkau masuk ranking 10 besar pertama, maka ayah akan membelikan kamu sepeda.”
Anaknya kemudian termotivasi. Ia pacu dirinya untuk jadi anak yang rajin belajar. Berhasilah kemudian ia menjadi punya sepeda. Rupanya ia memang berhasil menembus 10 besar di kelasnya, sang ayah pun ringan memberikan hadiah yang sudah dijanjikan, sebab nyatanya anaknya itu memang berhasil membuktikan omongannya.
Kata Luqman, walaupun laisa kamitslihi syaiun, enggak boleh disamakan dengan sesuatu, kiranya contoh di atas bolehlah dipakai untuk seseorang yang mengerjakan ibadah karena dorongan yang Allah berikan.
Maka ketika Allah berfirman, Dan pada sebagian malam hari bersembahyang tahajjud kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji, lalu seseorang menjadi rajin tahajjud karena ingin berubah hidupnya, salahkan dia?

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji. (QS. Al-Isra:79).


Nampaknya dalam bahsa yang pernah saya sampaikan, kelewatan bila kita salahkan dia. Bagaimana seseorang disebut salah bila ia dengan sepenuh keyakinan dan pengetahuannya melaksanakan seruan Allah ini? Allah sendiri yang menjanjikan hal ini. Lalu ketika seseorang bekerja (beribadah) dengan kepercayaan ini, apakah mungkin Allah mematahkan sendiri janji-Nya? Bukankah menjadi ibadah yang utama bila seseorang melakukannya sebab Allah yang membahagiakannya dengan janji-janji-Nya?
“Lihat anak kecil itu!” kata Luqman Hakim. Ketika si anak kecil itu memacu darinya belajar, maka ayahnya tanpa harus menunggu anaknya itu berhasil tentu sudah memberikan hadiah demi hadiah, dengan hadaiah utama yang pertama adalah hadiah yang sudah dijanjikannya. Dan hadiah utama yang lainnya tentu saja menunngu lagi. di antaranya hadiah dirinya sang ayah itu sendiri. Yakni jalanya tuh anak dengan ayahnya mencari sepeda tentu menjadi kebahagiaan tersediri buat anak tersebut.
Maka begitulah para pencari pertolongan Allah. Dia niscaya sudah akan merasa bahagia dalam perncariannya itu. Kebersamaannya dengan Allah adalah kebahagiaan tersendiri. Tentu saja, menjadi bukan mengurangi arti bila si pencari pertolongan Allah ini tetap menunggu dengan sabarnya pertolongan yang Allah bakal berikan.
Terus,kata Luqman hakim, setelah si anak dimotivasi dengan janji sepeda, dan kemudian berhasil mendaparkan sepeda, apakah si anak akan mengajukan permintaan yang lain? Belum tentu! Ada anak-anak yang kemudian tidak lagi peduli dengan hadiah baru. Sebab dia sudah merasakan faedah belajar. Adapun bila ayahnya tetap menjanjikan lagi hadiah-hadiah yang baru, maka itu akan ia anggap sebagai kebaikan tambahan dari ayahnya. Artinya, ayahnya tidak lagi perlu menjanjikan apa-apa. Tapi, apabila ia masih meminta tambahan hadiah, gimana? Jika anda jadi ayahnya, tentu anda pun tidak akan keberatan. Malah berangkali bertambah bahagia. Atau malahan anda akan memberikan lagi tambahan hadiah tanpa perlu anak anda meminta tambahan hadiah baru.
Coba and abaca pelan-pelan. Telisik lagi bacaan sub bab ini. Jajal merenung apa yang saya renungkan. Barangkali anda akan mendapatkan hikmah lain.
Lalu, akan halnya terjadi kesurutan kekayaan seperti yang diceritakan di awal sub tulisan ini gimana? Bukankah itu terjadi sebab seseorang yang di ceritakan ini tahajjud karena ini kayanya?
Menurut Luqman, “Kiranya bukan. Ia mundur sebab ia menghentikan tahajjudnya. Lalu Allah cabut lagi dunia pemberian-Nya. Jadi, lebih disebabkan ketidakistiqmahan saja. Bahasa lainnya, tidak syukur. Mestinya, seseorang yang bersyukur, ia akan menjaga ibadahnya. Rumusnya sudah jelas, syukur, ditambah nikmat. Tidak syukur, akan dihentikan jalan ikmat. 

  Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim:7)

                                      Tahajud                                   Tercapai
                                                                                     Berhenti tahajjud &
Punya masalah                              Sedekah                   sedekahnya
Punya keinginan                            selesai                   
                                                                                     Lanjut tahajjud &
                                                                                     Sedekahnya
                                                     Ilustrasi 9

Apakah baik bila seseorang beribadah hanya karena ingin beribadah? Alias tanpa ada permintaan apa pun kepada Allah? Jawabnya, sangat baik. Tapi apakah benar tanpa permintaan apa pun? Kayaknya tidak juga. Sebab nyatanya, pada maqam  orang yang seperti ini, ia tetap memiliki harapan. Apa harapannya? Apa permintaannya? Wajhallah. Ia meminta wajah Allah saha. Artinya, hanya meminta kedekatan diri dengan Allah. Dan apa pun itu, ini tetap disebut sebuah harapan.
Dan nanti dulu! Belum tentu baik loh, beribadah tanpa ada satu pun permintaan. Lihat saja orang yang shalat, lalu dia melenggang begitu saja. Apa pantas? Sedangkan Allah yang menyuruh kita untuk meminta kepada-Nya? Semakin kita meminta, Allah semakin senang. Sebab kita jadi perlu sama Allah. Toh, kita juga harus mendoakan orang tua dan “orang lain”; anak, istri/ suami, saudara kanan kiri, tetangga, Muslimin/ Muslimat, DAN INI ADALAH PERMINTAAN juga adanya.
Luqman hakim pun setuju. Ia setuju banget bila ad orang yang mau beribadah karena syukurnya kepada Allah, bukan karena permintaan sebab masalah dan hajat. Tapi, menyalahkan orang yang beribadah sebab masalah dan hajat adalah kurang arif.
Dan sekali lagi, beribadah sebab sykur pun, anda tetap “wajib”berdoa (meminta). Meminta apa kek! Pokoknya meminta; sehat, panjang umur, ampunan Allah, anak-anak yang shaleh, dan lain sebagainya.
Menurut Luqman, meminta adalah satu hal, dan ibadah (baik yang wajib maupun yang sunnah) juga adalah satu hal. Bila seseorang beribadah lalu usai beribadah kebaikan meminta, maka ia mendapat dua hal: kebaiakan ibadah dan kebaikan meminta. Luqman sering berkata, “Bukankah meminta adalah juga ibadah?”ya, doa adalah juga ibadah. Oleh karena itu siapa yang berdoa, maka ia beribadah juga adanya.
Jadi, surutnya orang yang diceritakan diatas bukan karena niatnya, tapi karena tidak syukurnya. Niatnya yang melakukan tahajjud karena “kepengen kaya”, sulit untuk kita salahkan. Karena kesalahannya bukan di “tujuan”. Tapi di keistiqomahan dan syukurnya. Niat tahajjud pengen kaya, adalah niatan yang diridhai Allah. Jalan ini adalah jalan yang disenangi Allah. Sama halnya dengan sedekah, shalat dhuha, dll. Begitu banyak fadhilah yang ditawarkan Allah di balik suatu amaliyah. Dan kita dihalakan memintanya. Kiranya, kesabaran pun diperlukan ketika kita melakukan satu dua amaliyah.
Barangkali tulisan ini ada salahnya. Namun, coba renungkah sekali lagi baik-baik! Bila Allah memberitahu, tempuhlah jalan-jalan yang mudah mencari dunia sebab ibadah, maka menjadi salahkan? Jawab saja sendiri dengan keyakinan masing-masing. Insya Allah, Allah kelak yang akan membimbing kita semua. Amin.
Seseorang surut sebab berkurangnya ibadah, berkurangnya syukur. Bukan karena permintaannya kepada Allah.


Bukan sebab Niatan Ibadahnya...
Tapi sebab kehilangan Syukurnya


Dekati Allah lewat jalan ibadah. Tapi jangan tinggikan ibadah, jangan pula menguranginya. Supaya keberkahan tetap Allah berikan dan Allah jaga. Malah Allah bakal tambah.

Saya masih berhasrat untuk menembus “kesalahan” analogi. Atau tepatnya kesalahan penggunaan istilah “niat” dan “ikhlas”yang terlanjur mengakar di mayarakat. Berikut ini masih tambahan perenungan, meneruskan bab sebelumnya.
Ketika seseorang bersedekah, atau shalat malam, atau menempuh ibadah-ibadah yang lain, sebab pertolongan Allah, maka Allah benar-benar menolongnya. Dan ketika orang tersebut melupakan riyadhah-nya ini, dan meninggalkan sedekah, shalat malam, atau meninggalkan ibadah-ibadah lain yang sudah mengantarkannya kepada kejayaan, maka jangan salahkan Allah bila kemudian Allah menarik kembali pertolongan-Nya. Ini bukan sebab salah di tujuan ibadahnya. Tapi  salah di kebersykurannya. Mestinya, ia malah tambah menggiatkan lagi ibadahnya.
Saudaraku, kadang kemudian terjadi “penyalahan” terhadap suatu system yang sebenarnya, benar.
Maksudnya?
Begini... kan ibadah itu jalan ikhtiat terbaik untuk mencapai dunia. Jalan-jalan ibadah adalah jalan-jalan menuju diri-Nya. Sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Lalu tercapai. Das! Orang yang beribadah, Allah karuniakan memang dunia-Nya. Sebab jangankan yang ibadah, yang tidak pun diberi. Lalu kemudian terjadi penurunan ibadah, sebab hidup sudah berubah kaya, misalnya, “Lagian, ibadahnya sih karena dunia. Coba kalau ibadahnya sebab karena Allah saja. Tentu’kan tidak berkurang ibadahnya!” dan kalimat-kalimat serupa lainnya.
Sepintas sih kelihatannya benar. Namun, Luqman Hakim sebagai orang yang memandang ibadah sebagai solusi jadi bingung. Ada yang salah nih. Kira-kira begitu. Seharusnya, kalimat yang dipakai, “tuh... hilang syukurnya sih. Coba syukurnya terus ditambah, insya Allah kekayaan terjaga, kesehatan terjaga, ketenangan terjaga. Ini tidak syukur... ya pantas saja Allah mencabut kembali.”
Ya, mestinya dibawa kebersyukuran. Dibawa pada konsep syukur. Bukan dibuang pada konsep ikhlas. Sebab akhirnya akan ada demotivasi. Bahkan ada yang cenderung menyalahkan seseorang yang menjadikan benar-benar jalan ibadah sebagai solusinya. Sedangkan bagaimana mungkin jalan ibadah yang diyakini benar sebagai solusi dan ‘sempat” berhasil, kemudian dicampakkan begitu saja. Padahal penyebabnyabukan kesalahan di system, tapi kesalahan di orangnya.
Luqman Hakim memberi contoh. Ada ayat di Al-Qur’an yang menyatakan bahwa,

... Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya... (QS. Ath-Talaaq:2-3)

“... Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya... “(QS. Ath-Talaaq:3)

Lah, kemudian ada orang yang kemudia merenungi kebenaran ayat ini. Dia melihat de dalam dirinya, bahwa sungguh dia telah salah berikhtiar menyelesaikan masalahnya. Yang terjadi, masalahnya malah tidak kunjung selesai. Solusi buat jalan keluar yang sempit adalah memperbaiki ketaqwaan, begitu Al-Qur’an memberi solusi. Lalu orang ini ngebut sengebut-ngebutnya. Dia perbaiki ibadahnya. Dia tingkatkan taqwanya. Kemudian ia pasrahkan persoalannya kepada Allah. Bila sebelumnya yang ada di otaknya solusi... solusi... dan solusi... kini, yang ada diotaknya adalah bagaimana mendekatkan diri kepada Allah dan pasrah kepada-Nya.
Maka sesuai dengan anjuran Al-Qur’an, selesailah masalahnya. Terang kembalilah hidupnya, dan terbukalah jalan-jalan rezekibaginya. Bahwakn barangkali sekarang ia memiliki jalan rezeki yang dulunya tidak terbayang olehnya. Inilah yang di sebut min haitsu laa yahtasib, jalan yang tidak terduga.
Itulah solusi dari Al-Qur’an... solusinya Allah. Dan merupakan bagian dari keagungan dan keluhuran janji-Nya. Lalu, salahkah bila orang melakukan hal tersebut sebab kepengen benar keluar dari kesulitan hidupnya? Menurut Luqman, tidak sopan bila menyalahkan. Kalimat yang tepatnya, itulah keutamaan orang-orang yang menyambut seruan Allah.
Itulah yang kemudian membuat Luqman bingung. Setlah kemudian orang yang sudah kembali terang, gelap lagi sebab sebenarnya lupa diri. Orang malah kemudian membantingnya ke perihal ikhlas dan tidak ikhlas. Ikhlas menjadi dikambinghitamkan.
Mestinya, di-do not stop- kan. (Baca tulisan yang judulnya “Do Not Stop dibuku ini, di lembar-lembar awal. Beri spirit dan motivasi orang untuk terus mencapai derajat yang lebih tinggi.
Adalah benar menyeru orang  kepada jalan ikhlas, jalan kemurnian ibadah. Tapi jelas, menyalahkan orang yang melakukan seruan Allah, lantaran justru dia melakukannya karena diperintahkan, adalah suatu hal yang kurang bijaksana.
Insya Allah akan kita kupas betul makna ikhlas yang tidak mengganggu riyadhah; seperti seseorang yang “ikhlas” menempuh jalan sabar dan shalat ketika pengen pertolongan Allah, atau “ikhlas” menyedekahkan harta terbaiknya demi pertolongan Allah.
Dan Luqman Hakim benar-benar memotivasi orang untuk jangan ragu meminta kepada Allah. Ini bukan disebut tidak ikhlas. Ini adalah suatu keharusan, sebab kepada siapa lagi kita meminta? Luqman pun tidak bosan-bosannya menyeru, bahwa titilah jalan ibadah. Hingga Anda menemukan jalan terang bagi hidup Anda. Dan ketika sudah terang, istiqomahlah. Bahagiakan hati dengan janji-Nya. Besarkan hati dengan harapan-Nya. Insya Allah bukan sebuah kesalahan meniti kesuksesan dengan mengabdikan sepenuh-penuhnya pada jalan ibadah. Malah menjadi sebuah keutamaan. Ketika yang lain mengejar dunia dengan otaknya, dia denan hatinya. Dan perluas dimensi ibadahnya, sehingga mengikat tali sepatu pun niscaya akan jadi bernilai ibadah apabila dilakukan dengan mengucap basmalah.
Semua perbuatan baik, bisa jadi ibadah,
Bila diawali dengan bismillah.**
Do Not Stop!


Jika seseorang berinvetasi, lalu investasinya menguntungkan, maka biasanya dia terus-menerus menambah jumlah investasinya lantaran yakinnya. Yakin sebab pengetahuannya dan yakin sebab merasakannya.


Seseorang memberikan kesaksian kepada Luqman Hakim tentang kebenaran janji Allah seputar sedekah. Subhanallah, anda benar Ustadz.. . saya tempo hari  menjamu  10 hari  tamu saya. Paginya, saya dapat persenan catering untuk 100 orang ...” orang itu lalu berkelakar, “Rasanya kalau saya sedekah menjamu untuk 100 orang, saya kayaknya bakal dapat order 1000 orang kali ya .. .” orang itu tertawam “ha.. ha ... ha ..”

Menjamu 10 orang

Dapat pesanan catering untuk 100 orang
Bagaimana kalo menjamu 100 orang ?
Ilustrasi 10


Luqman Hakim yang mendengar pun ikut ketawa. Tertawa senang, bukan saja senang lantaran kawannya ini mendapat keberkahan dari Allah. Tapi juga senang sebab ada lagi orang yang membuktikan kebenaran janji-Nya Allah dan Rasul-Nya, bahwa siapa saja yang bersedekah, justru akan bertambah rezekinya.
Dari waktu ke waktu kisah ini dipelihara Luqman dengan sangat baik. Ia simpan bukan saja di memorinya, tapi juga di memori-memori jamaahnya. Dan belakangan ketika  ilmunya Luqman bertambah, juga wawasannya dan pengalamannya seputar sedekah, ia tertegun. Ternyata adanya kelakar kawannya dulu itu bukan kelakar, tapi ia sebuah kenyataan adanya bila kawannya it uterus-menerus bersedekah. Barangkali bukan dalam jumlahnya yang menjadi 1000 pesanan bila menjamu 100 orang sebagai bentuk balasan “10 kali lipat”, namun dalam bentuk lain yang “nilainya setara”, setara dengan keuntungan dari 1000 pesanan katering.

Menjamu 100 orang
Dapat pesanan katring untuk 1000 orang
Atau yang keuntungannya setara


Ilustrasi 11


Kiranya demikianlah yang mestinya terjadi. Setelah mendapat pengalaman bahwa berinvestasi sedekah (jual beli/berniaga di jalan Allah) adalah menguntungkan, mestinya seseorang terus memacu dirinya untuk terus menerus bersedekah. Tapi yang sering terjadi,  kisah sukses semacam di atas tidak terjadi berulang, sebab perbuatan itu tidak menjadi perilaku yang terus menerus, alias berhenti di situ saja atau sebatas menjadi perbuatan yang membanggakan.
Do not stop! Ya, mestinya dont stop! Jangan berhenti. Terus .. terus.. dan terus. Dalam bahasa iklan suatu produk mah: lagi .. lagi .. dan lagi. hingga cahaya amal semakin terus berkemilau.
Ini bukan saja berlaku di ilmu sedekah (ibadah sedekah). Di seluruh ibadah, bila istiqamah. Maka akan diberikan cahaya oleh Allah.

..dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya).. (QS. Al-Anfaal:2)
Do Not Stop! (Lagi)


Mengetahui fadhilah amal, sama dengan pahalanya dengan pahala menuntut ilmu. Sebab mempelajari fadhilah amal juga adalah bagian dari menuntut ilmu.


Di sub tulisan “Ilmu akan Menjaga Amal”, ada kisah tentang seseorang yang berhasil menjadi direksi suatu perusahaan jasa kurir, sebab shalat Dhuha. Dia pernah berhenti bekerja, lalu dhuha. Dan ketika Dhuha, ia dapat kerja. Namun shalat Dhuhanya putus. Maka putus pulalah pekerjaannya. Dia lanjutkan lagi Dhuhanya, dan dapatlah lagi kerjanya. Hingga ia menyadari untuk tidak putus dhuha. Subhanallah, malah kemudian Allah memuluskan jalan menjadi direksi perusahaan besar di jasa kurir/cargo.
Terus terang ketika Luqman sendiri mendengar penyaksian dari direksi tersebut, yang kemudian ia mendengar bahwa sang direksi tersebut hingga kini mengistiqamahkan shalat Dhuha, ia sendiri merasakan bagai ada tenaga pendorong bagi dirinya untuk ikut mengistiqamahkan shalat Dhuha dan mengistiqamahkan ibadah-ibadah sunnah yang lainnya.

Memang Seharusnya
Do Not Stop !


Amalan yang dilakukan secara istiqamah akan menghasilkan lompatan yang luar biasa bagi pelakunya.


Seorang buruh tani di suatu lading perkebunan memberikan kesaksian. Berapa tahun yang silam, ketika bensin masih di bawah Rp. 2000, dia menhadiri satu majelis ilmu yang betutur tentang keutamaan bersedekah. Di kantongnya ada uang 1000 rupiah. Dia tertarik bersedekah, namun dia bingung sebab bensinnya hamper habis. Sedianya uang seribu itu dia akan belikan bensin, namun akhirnya dia memilih sedekah seribu-seribunya harta yang dia miliki sambil berharap Allah mau bermurah hati tidak membuat motor vespa-nya mogok di tengah jalan. Berat dorongnya.
Namun, apa yang terjadi ternyata dia sendiri sudah bisa menebak. Ketika baru saja jalan motornya, sudah nembak ndut-ndutan, tanda bensinnya sudah tiris habis. Akhirnya kejadian, motornya bener-bener mogok. Dia pelihara hatinya untuk tidak ngedumel, tidak berkeluh kesah, dan tetap baik sangka sama Allah.
Allah memang Maha Menepati janji-Nya. Justru peristiwa mogok motornya itu jadi berkah buat dia. Dia bertemu dengan kawan lamanya  yang bukan saja membelikan dia bensin dengan bantuan kendaraannya, tapi juga kawannya ini menghadiahkan uang tunai sebesar 1 juta.
Sayangnya, dia adalah seperti kita juga, barangkali, yang berhenti sampai penyaksian itu saja. Menarik memang. Tapi andai dia terusin lagi, subhanallah. Tambah menarik lagi. tentu status “buruh tani” tidak lagi dia sandang, sebab sudah berubah menjadi kaya lahir batin.
Maksudnya apa? Maksudnya, andai si buruh tani tadi mau berbagi lagi dari uang 1 juta tersebut, misalnya separonya atau 500 ribu, maka Allah akan melipatgandakan 5 juta. Lalu 5 juta ini dia sedekahkan lagi separonya, maka akan menjadi 25 juta. Dia disedekahkan lagi separonya, maka akan berlipat menjadi 125 juta, dan seterusnya.

                                                                  Sedekah ?





                                                                   Bensin ?

Pilih sedekah                                                            Rp. 1.000

                                                                                   Rp. 1.000.000

                                                                   Terus sedekah ?
                                                                   Berhenti. Hanya jadi cerita,
                                                                   Bahwa dia pernah
                                                                   sedekah Rp. 1000 lalu dapat
                                                                   Rp. 1.000.000




Dalam satu lawatan pergi ke satu perguruan Islam di Jawa Timur, Luqman bertemu dengan salah seorang ulama sana. Beliau lalu menceritakan pengalamannya bertemu dengan seorang pengusaha yang dermawan. Pengusaha ini membangunkan pesantren ulama ini asrama santri. Tidak tanggung-tanggung, 1 miliar. Begitu asramanya jadi, ulama ini bertanya, “Mau dinamakan apa nih bangunan sumbangannya?” pengusaha ini menjawab, “Namakan saja dengan nama orang tua saya.” Ulama ini menggoda si pengusaha, “Mertua enggak nih?” Maksudnya, enggak sekalian saja bangunin lagi satu asrama lalu namakan dengan nama mertua? Enggak disangka pengusaha ini mengiyakan. Dibangunlah lagi satu bangunan asrama dan kemudian dinamakan nama mertuanya. Ini lazim dan tak mengapa. Jangan dilihat sebagai keriyaan. Ini semata-mata mahabbah sama orang tua dan dalam rangka in memorian atau mengenang.
Tapi bukan itu yang saya suguhkan kepada Anda semua. Luqman kemudian diceritakan sesuatu yang lebih menarik lagi dari itu Ulama. Setelah komplit nama orang tua dan mertua sukses merayu si pengusaha untuk menggelontorkan uangnya ke pesantren tersebut, ulama ini lagi-lagi menggoda si pengusaha agar berderma lagi untuk masjidnya. Alhamdulillah wa subhanallah, pengusaha ini dengan mudahnya mengiyakan. Dia kembali menggelontorkan uangnya lagi ke pesantren tersebut. Kali ini, si pengusaha tetap menggunakan nama asal masjid tersebut dengan nama aslinya, tidak dia ubah. “Tidak enak,” begit katanya, masa iya nama masjidnya itu diubah dengan namanya.
Setelah itu, ada dialog antara ulama tersebut dengan pengusaha itu, “Dari mana sih uangnya? Kok kayaknya mudah dan banyak banget?” pengusaha itu menjawab kira-kira, “Ya alhamdulillah, ada aja jalannya.” Ulama ini terus mengejar, “Bagaimana caranya? Kok bisa jadi banyak uangnya?” pengusaha ini kemudian membagi pengalaman dan ilmunya. Kata beliau, “Ya begitu caranya” ulama ini bertanya lagi, “Begitu bagaimana?” ya begitu. Saya menanam banyak sedekah, memberi banyak sedekah. Dengan begitu rezeki saya terus-menerus bertambah. Dari usaha yang kecil sampe gede begini sebenarnya bukan usaha yang saya memberikan kontribusinya terhadap kekayaan saya, tapi sedekah inilah sebab utamanya. Dia menjadi jalan dari Allah buat saya melipatgandakan rezeki”.
Masya Allah, si pengusaha ini ketika sadar pengalaman berbagi  membuat rezekinya berlipat, dia tambah kekuatan sedekahnya. Ya akhirnya, begitu dah ceritanya. Luar biasa!
Saudaraku, kunci segala apa yang diceritakan di buku THE MIRACLE ini adalah hiasalan amal yang mujahadah dan mudawamah; sungguh-sungguh dan berkesinambungan (terus menerus). Amal apa pun kalau dilakukan dengan dua kunci tersebut, insya Allah akan bersinar amat terang. Sering kita dengar, dikit tapi konsisten lebih bai daripada banyak tapi setelah itu tidak melakukan lagi. tentu saja makan jauh lebih baik lagi apabila bisa, banyak melakukannya dan konsisten.
Sering manusia menghentikan langkahnya di tapakan pertama. Padahal dia bisa terus melanjutkan naik terus ke derajat yang setinggi-tingginya.***






Lihat Kelipatannya .
Anda akan Berteriak, Subhanallah!

Dulu, tidak sedekah yang besar, sebab tidak tahu. Tidak tahu bahwa siapa yang beramal justru akan dilipatgandakan rezekinya oleh Allah. Sekarang, tetap tidak beramal besar meski sudah tahu. Sebab apa? Sebab tidak mau barangkali. Atau sebab tidak percaya.


Kita coba belajar lagi matematika sedekah. Bahwa setiap kita ngasih 1, maka kita mendapat balasan 10 kali lipat dari Allah. Lalu kita bisa lihat matematika mengaggumkan di bawah ini :
10 – 1    = 19
10 – 2    = 28
10 – 3    = 37
10 – 4    = 46
10 – 5    = 55
10 – 6    = 64
10 – 7    = 82
10 – 9    = 91
10 – 10 =100

Lihat kelipatannya! Segitu mengagumkannya matematika sedekah di atas, tetap seseorang kadang tidak tergerak juga untuk sedekah yang besar, meski tidak sedikit juga yang mendapatkan keberkahan sebab mengamalkannya.
Sekali lagi, lihat kelipatannya di atas! Bila seseorang konstan beramal terus – menerus dalam jumlahnya yang pol, maka sulit juga kita mengejar kelipatannya.
Bicara riilnya, misalkan begini, ada seseorang yang penghasilannya 400 ribu. Lalu semuanya disedekahkan, maka Allah akan memberi balik ke orang tersebut Rp. 4.000.000. lah,  kalau dia konstan, subhanallah. Katakanlah  dia punya pengeluaran 1 juta, maka setiap bulan dia akan bisa saving 3 juta. Ehingga wajar bila saya kemudian  bilang, dengan cara sedekah pol-pol-an, dia justru meroket penghasilannya. Bila setiap bulan, sekali lagi, konstan, maka bisa dibayangkan, berapa tabungannya dalam satu tahun. Dan seterusnya.
Apalagi kalau dia bisa beramal dengan kelipatan terus berjenjang mengikuti hasil. Contoh, enggak usah 100%nya, terus sebab jangan sekali ada orang yang terus menerus sedekah 100% . misalkan cukuplah dia bersedekah 10% saja, tapi terus-menerus. Bahasa agamanya mah, dawam dan istiqamah, subhanallah, makin makin tidak terkejar dah.
Contoh, seseorang  punya modal 1 juta. Dia sedekah Rp. 100.000, alias 10% dari 1 juta. Maka Allah menjadikannya berezeki 1,9 juta.
Paham enggak kira-kira? Kok bisa jadi 1,9 juta ?
Ayo, sekali lagi kembali kita belajar sedikit matematika dasar sedekah, bahwa siapa yang memberi 1 maka Allah akan mengembalikannya 10 kali lipat. Maka, hitungannya jadi begini :
Rp. 1.000.000
Rp.    100.000 -
Rp.    900.000
Saldo Rp. 900.000 yang tercatat di atas, sebagai hasil akhir yang bukan sebenarnya. Hasil sebenarnya, harus ditambah dengan saldo kelipatan sedekahnya : Rp. 100.000 menjadi 1 juta. Sehingga saldo akhir menjadi 1,9 juta.
Jadi, penulisan yang benar di matematika sedekah itu begini :
Rp. 1.000.000
Rp.    100.000
Rp.    900.000 -
Rp. 1.000.000 (Pengembalian dari Allah)
                         +
Rp. 1.900.000

Karenanya, Luqman Hakim sering bilang, ketika seseorang bersedekah, pertanyaan bukan “tinggal berapa” uangnya ? “tingal berapa?”hartanya? tapi yang benar, “jadi berapa” uangnya? “jadi berapa” hartanya ?
Di posisi berikutnya, apabila dia sedekah terus 10%, hasilnya bener-bener mengagumkan!
Berikut ini ilustrasi apabila dia “kunci mati” sedekahnya 10% dari uang awal (1 juta), dan slanjutnya dia “kunci mati” juga di setiap hasil ikhtiarnya dia akan sedekahkan 10% nya, saudara akan lihat, di bulan ke-15 saja, investasinya sudah berlipat-lipat menjadi 15 miliar lebih !
Investasi bulan I : Rp. 100.000 dari 1 juta
Rp. 1.000.000
Rp.    100.000 -
Rp. 1.900.000

Di bulan ke-2 :
Rp. 1.900.000
Rp.    190.000 -
Rp. 3.610.000

Di bulan ke-3 :
Rp. 3.610.000
Rp.    361.000 -
Rp. 6.859.000

Di bulan ke-4 :
Rp.   6.859.000
Rp.      685.900 -
Rp. 13.032.100

Di bulan ke-5 :
Rp.  13.032.100
Rp.    1.303.210 -
Rp.  24.760.990

Di bulan ke-6 :
Rp. 24.760.990
Rp.   2.476.099-
Rp. 47.045.881

Di bulan ke-7 :
Rp.  47.045.881
Rp.   4.704.588-
Rp. 89.387.174

Di bulan ke-8 :
Rp.   89.387.174
Rp.     8.938.717-
Rp. 169.835.631

Di bulan ke-9 :
Rp.  169.835.631
Rp.    16.983.563-
Rp.  322.687.699

Di bulan ke-10 :
Rp.  322.687.699
Rp.    32.268.769-
Rp.  613.106.629

Di bulan ke-11 :
Rp.  613.106.629
Rp.    61.310.662-
Rp.1.164.902.596

Di bulan ke-12 :
Rp.1.164.902.596
Rp.   116.490.259-
Rp. 2.213.314.933

Di bulan ke-13 :
Rp.2.213.314.933
Rp.   221.331.493-
Rp.  4.205.298.373

Di bulan ke-14 :
Rp. 4.205.298.373
Rp.    420.529.837-
Rp. 7.990.066.909

Di bulan ke-15 :
Rp. 7.990.066.909
Rp.    799.006.690-
Rp.15.181.127.128

Unzhur! Look! Lihat! Dari investasi Rp. 100.000, jadi 15 miliar lebih. Luar biasakan?!
Mestinya ini menjadi tawaran investasi yang mengaggumkan. Tanam terus! Kalau dia tidak ambil-ambil hasilnya, maka benar-benar akan berlipat dan berlipat terus. Tapi memang kita kudu sadari, hidup kita ada di tangan-Nya Allah. Dia Maha Tahu apa yang akan terjadi tentang masa depan kita.
Maksudnya apa ?
Begini. Coba perhatikan, dapat berapa orang tersebut di bulan ke-7? Di bulan ke-7, orang tersebut dapat Rp. 89.387.174. jumlah ini menjadi sebuah keniscayaan. Tapi orang beriman tahu, bahwa masalah hasil, kita serahkan sepenuhnya kepada Allah. Ternyata, katakana, di bulan tersebut, hasil kebaikannya dari pintu sedekah ternyata Allah buahkan menjadi hadirnya jabang bayi, sedang dia menunggu kelahiran jabang bayi ini sejak tiga-empat tahun yang lalu. Maka ketahuilah, ibarat nilai konversi, dapatlah Luqman Hakim mengatakan inilah nilai konversinya: menjadi anak. Bukankah anak juga adalah rezeki?
Investasi Rp. 100.000


Bulan ke-7 dapat Rp. 89.387.174


Dikonversi jadi rezeki non cash yang
Lebih dibutuhkan


Ilustrasi 13

Bila nilai hasil di bulan ke-7, mestinya dapat Rp. 89.387.174 dikonversi jadi wujud seorang anak, maka bulan ke-8-nya gimana? Logika bercandanya, nol (0) lagi dong “saving-nya” kan sudah dikonversi? Iya kan? Maka ibarat petani yang setelah selesai memetik, harusnya dia menanam kembali bila ingin memetik lagi.
Dalam kamus amalnya seorang yang takut kematian, maka dia tidak akan berhenti menanam kebaikan hingga ajal menjelang. Apabila Allah tunaikan janji-Nya dalam perjalanan kehidupan ini, maka itu adalah karunia-Nya. Dengan keyakinannya. Seorang yang beriman akan yakin bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amal seseorang. Pelipatan itu benar-benar terjadi dalam bentuknya yang Allah kehendaki. Hingga kemudian Allah hadiahkan surga-Nya, dan bahkan diri-Nya.
Alhamdulillah saudaraku .. . Allah itu Maha Syukur, maha berterima kasih, Maha Membalas, karunia-Nya sungguh tak terbatas. Apa yang kita dapat, sesungguhnya jauh dari apa yang diilustrasikan di atas. Ilustrasi tersebut tidak menjangkau karunia dari balasan Allah yang sesungguhnya!

".Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami.. (QS. Al-Baqarah: 32)

Tidak Selalu Dibayar Uang


Sedekah uang tidak selalu dibalas uang. Sebagaimana sedekah yang tidak harus melulu berbentuk uang.


Kalau kita lihat, perhitungan ilustrasi di tulisan yang lalu, nampak bagi kita angka yang besar sekali. Luqman Hakim meyakini seyakin-yakinya bahwa memang segitulah yang Allah akan beri. Bahkan lebih!
Lalu, sebagian kita barangkali bertanya, “Kenapa kenyataannya tidak selalu demikian?” Luqman Hakim berani menjawab, “selalu demikian”. Tapi kadang bukan berbentuk uang tunai. Melainkan yang senilai dengan uang tunai tersebut. Sebut saja :
  1. Penyakit, atau kehadiran kesehatan bagi badan kita,
  2. Umur,
  3. Bala,
  4. Kesempatan hidup yang lebih baik ,
  5. Anak yang sehat, atau kehadiran anak itu sendiri,
  6. Sehatnya keluarga,
  7. Selamatnya diri dan keluarga,
  8. Karirnya yang lebih baik,
  9. Status social yang lebih baik,
  10. Dan seterusnya.

Secara bercandanya saya mau bilang bahwa :
  1. Andai tidak ada bahaya yang mengancam kita di masa yang akan datang sehingga kita butuh keselamatan;
  2. Andai tidak pendek sehingga kita lebih membutuhkan umur yang panjang;
  3. Andai kita bisa hidup sendirian (tidak mungkin kita bisa hidup sendirian) yang karenanya Allah memberikan kita anak keturunan, pangan rumah tangga, tetangga, kawan, mitra usaha, mitra bisnis;
  4. Andai kita tidak punya penyakit di hari tua;
  5. Andai kita tiak punya dosa (tidak mungkin tidak ada dosa, pasti selalu ada);
  6. Andai kita tidak perlu keselamatan bagi keluarga yang kita cintai;
  7. Dan lain sebagainya yang tidak berbentuk uang tunai.

Insya Allah,  Allah akan betul-betul membayar tunai segala kebaikan kita. Sebab itulah memang janji-Nya. Masya Allah.
Baik sangka kepada Allah adalah sebagian dari iman.***

Allah Tidak akan Mengurangi,
Malah Dia Memberi Lebih




  .. .. .. .. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).. .. .. (QS. al-Baqarah : 272)

Di pelajaran sebelumnya kita melihat investasi yang mengagumkan. Bila saudara punya modal 1 juta, lalu dari modal tersebut saudara bisa disiplin bersedekah 10% dan melakukannya terus-menerus, istilah say amah di-lock (dikunci mati) buat sedekah, maka subhanallah, nilainya akan berlipat-lipat secara fantastis.
Hitungan di lembar sebelumnya adalah hitungan “kalau sedekahnya diganti 10 kali lipat.” Padahal Allah menjanjikan balasan hingga 700 kali lipat dan bahkan tidak terbatas. Kalau kita pakai perhitungan 700 kali lipat, msya Allah,  nilainya akan benar-benar membuat kita berdecak kagum! Sayang beribu sayang. Luqman Hakim sendiri sebagai katanya “penyeru sedekah”, dan sebagian dari saudara yang membaca janji-janji Allah, tidak mempercayai 100%. Tau tahu, tapi tak mau!
Sungguh, Allah tidak akan mengurangi apa yang memang menjadi hak kita. Jangankan kita bersedekah yang memang sudah dijanjikan Allah balasannya. Kita tidak bersedekah pun memang Allah sudah Maha Baik. Allah sudah memberi tanpa kita minta. Kitanya saja yang kurang bersyukur.
Luqman Hakim kemudian menceritakan, ada seorang guru agama yang  datang kepada seorang kyai. Guru agama ini dengan percayanya dan yakinnya kepada janji Allah tentang sedekah bahwa Allah menjanjikan balasan 10 kali lipat mendatangi kyai tersebut dengan membawa sedekah sebesar 2 juta .
“kyai, mohon doa suaya saya bisa berangkat haji, “kata si guru agama.
“iya, saya doakan.”
Sejurus kemudian, guru agama ini menyerahkan amplop berisi uang tunai sebanyak 2 juta.
Uang ini ditolak kyai, sebab kyai memandang si guru agama ini lebih membutuhkan uang ini.
Tapi si guru agama bersikeras.
“baiklah, mudah-mudahan jenengan bisa berangkat haji”.
Dalam waktu yang relative sangat cepat, guru agama ini balik lagi. balik dengan membawa uang tunai 4 juta.
“kyai maaf.. .. ini saya tambahin sedekahnya. Doakan, saya tidak kepengen berangkat sendirian. Saya kepengen berangkatnya bareng dengan istri dan ibu saya.”
Kyai tertawa sambil memberi keyakinan kepada Luqman si penerus cerita ini, bahwa begitulah kalau iman sudah bekerja, apalagi iman berdasarkan ilmu. Akan mantap amalnya. Si guru agama tahu bahwa Allah akan membalas setiap amal, 10 hingga 700 kali lipat. Dia hanya berharap Allah berkenan membalas 10 kali lipat saja. Dengan perhitungan pergi haji 17.5 juta (saat itu), maka dia memancing rezekinya sendiri dengan derma 2 juta, supaya Allah membalas dengan 20 juta. Dalam kalimat yang lebih sopannya (sebab kita tidak berani memakai kalimat “supaya”), mudah-mudahan Allah berkenan membuka rezeki 20 juta buatnya. Lalu, karena yang berangkat bertiga, maka sedekahnya dia tambahin lagi menjadi total 6 juta, atau 60 juta buat bertiga.
Masya Allah,  ini sebuah keyakinan yang kadang kita pertanyakan ikhlas atau tidaknya. Ya, kadang kita dengan gagahnya berani menuduh orang-orang seperti dia seperti beramal dengan tidak ikhlas. Sebuah padanan kata yang tidak tepat.
Si guru agama tersebut 3 minggu kemudian mendapatkan rezeki sebesar 67 juta. Dan itu hanya 3 minggu sejak dia berinvestasi 6 juta .
Dari mana dia dapatkan 67 juta tersebut ?
Secara tidak sengaja dia menunjukkan jalan bagi seseorang untuk membeli tanah si X dan pembelinya memberi dia uang tunai tersebut. Belum lagi dari si pemilik tanahnya. Alhamdulillah.
Lihat, Allah tidak pernah ingkar janji. Malah Allah lebihkan pengembaliannya, bukan sekedar 10 kali lipat,
Allah selalu menepati janji-Nya. Kitanya saja yang tidak percaya akan janji-janji-Nya. ***



Itu Baru dari Amalan Sedekah...
Belum dari yang Lainnya


Amalan-amalan lain,
Akan melengkapi indahnya hidup kita.

Tidak bosan-bosannya Luqman Hakim mengulang menjelaskanteori sedekah dengan balasan dari Allah sebanyak 10 kali lipat. Karena banyak hikmah bisa diambil dari keyakinan ini. Salah satunya, ia memberi satu keyakinan buat para pekerja dan pengusaha untuk meningkatkan amal sedekahnya untuk “nguber” pengeluaran yang memang hamper selalu saja lebih besar dari penerimaan.
Di awal-awal buku ini, hal berikut seudah ditulis. Tapi mudah-mudahan menajdi pengulangan yang bermanfaat. Ada seseorang karyawan dengan gaji 1 juta, dan pengeluarannya 1,5 juta, lalu dia bersedekah sebab tahu bahwa jalan bersedekah insya Allah bisa mencukupi kekurangannya. Menurut teori sedekah, bila ia bersedekah, maka kemunginan tersebut akan terjadi. Tapi sedekahnya harus mencukupi kebutuhannya. Bila tidak, maka banyak orang kemudian yang terjebak pada “keputusasaan” sebab setelah sedekah ia masih hidup dalam kekurangan. Yang bahayanya, lantas dia mengamini keyakinan orang banyak bahwa tidak baik bersedekah dengan berharap sesuatu kepada Allah. Padahal mah saudara, itu terjadi sebab sedekahnya memang “tidak sebanding” dengan hajatnya. Istilahnya Luqman Hakim, sedekahnya “tidak nyampe ukuran yang seharusnya”. Alias kurang! Pernyataan bahwa “tidak baik bersedekah dengan berharap sesuatu kepada Allah”, sering Luqman Hakim bilang sebagai sesatu yang harus diteliti lagi. sebab bukankah berharap sama Allah adalah boleh, dan bahkan menjadi satu ibadah tersendiri?
Ok, kembali lagi pada si karyawan tadi. Pengeluaranya 1,5 juta. Sedang pemasukannya 1 juta. Lalu dia berhajat kepada Allah dengan jalan sedekah supaya Allah mencukupinya. Namun, sebagaimana dikatakan, bila ia bersedekah dengan sedekah minimalis, sedekah “hanya” 2,5 % misalnya, insya Allah tidak akan mencukupi kekurangan 500 ribu tersebut. Sebab pertambahan angkanya “hanya” sebesar 250 ribu. Dari mana pertambahan 250 tersebut? Dari perkalian 10 kali lipat sedekah 2,5%-nya.
Mari kita jabarkan:
Penerimaan                              : 1 juta
Sedekah 2,5%                         : Rp.  25.000
Saldo sisa tercatat                  : Rp. 975.000
Saldo sisa yang tercatat tersebut, ditambah dengan sedekah 2,5% yang dilipatgandakan:
Saldo tercatat                          : Rp. 975.000
Berkah sedekah                      : Rp. 250.000
Saldo akhir                               : Rp. 1.225.000
Pengeluarannya?                    : Rp. 1.500.000
Lihat, dengan pengeluaran 1,5 juta, maka dia masih butuh tambahan sebesar 275 ribu. Pantas saja banyak yang kemudia mengatakan sedekah tidak otomatis mengubah nasib. Lihat saja saya, begitu katanya, sudah sedekah, masih saja tetap harus berhutang sana sini. Wah, yang payah siapa coba? Janji Allah, atau implementasinya yang masih jauh panggang dari api? Tambah parah apabila sedekah minimalis tersebut adalah “hasil paksaan” keputusan manajemen perusahaannya yang memotong langsung dari gaji karyawannya. Maka keluhannya akan bertambah tuh, “sudah kurang, masih dipotong sedekah lagi! uh... uh.. uh...” begitu barangkali seseorang meratap. Tambah jauhlah dia dari karunia dicukupkan oleh Allah.

Rezeki kurang



Sedekah


Masih kurang?


Kurang sedekahnya
Kurang ibadahnya
Banyak dosanya

Saudaraku, di tulisan  ini Luqman Hakim mau bilang, bahwa alhamdulillah Allah tidak serta merta mendebet dosa manusia ciptaan-Nya dengan kebaikan-kebaikannya. Sebab Allah Tahu kebaikan hamba-Nya tidak akan pernah bisa cukup; baik untuk menebus dan mengimbangi dosa, atau sebagai wujud rasa syukur. Rasanya, disetarakan dengan kewajiban syukur saja sudah tidak akan pernah seimbang tuh ibadah kita.
Di tulisan ini, Luqman Hakim pun mau bertutur, bahwa alhamdulillah juga Allah berkenan melihat amalan-amalan lain dari kita, sehingga Allah berkenan mencukupkan rezeki-Nya untuk kita. Misalnya dari shalat berjamaah yang kita lakukan, shalat-shalat sunnah yang kita kerjakan, puasa-puasa sunnah yang kita dawam-kan, hati orang tua yang selalu kita jaga untuk selalu ridha sama kita, senyum tetangga yang selalu kita jaga untuk jangan berukabh menjadi keluhan terhadap kita.
Maka ini juga menjadi suatu perhatian bila sedekah kita kurang, amalan yang lainnnya dari kita juga kurang, apalagi ditambah dengan sederet dosa dan keburukan yang kitra lakukan, akan semakin jauh kita dari berkecukupan. Sebaliknya, bila kita melengkapi amalan keseharian kita dengan banyak hiasan kebaikan yang terdiri dari amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah, maka insya Allah hidup kita akan tercukupi.
Dalam kasus si karyawan tersebut, barangkali “reward”  Allah dari pintu sedekahnya hanya membuat penghasilan dia jadi Rp. 1.225.000. tapi insya Allah, Allah akan berkenan menggenapkannya menjadi 1,5 juta sebab amalan-amalan dia yang lainnya. Dengan satu catata yang ingin digarisbawahi, bahwa dia tidak mengikisnya kembali dengan dia punya dosa dan keburukan.
Amalan baik,
Akan membuat kita punya hidup jauh dari kekurangan.

Melesat

Sedekah yang dilengkapi dengan amalan lain, maka kemuliaan dan keberkahan si pelakunya akan melesat tinggi dengan cepat.

Coba perhatikan kisah muadzdzin dan imam berikut ini.  Katakanlah beliau ini tidak bergaji. Dalam kondisi pekerjaannya yang “tidak bergaji”, subhanallah, ternyata dia bisa menghidupi anak-anak yatim disekitarnya. Dia menerima perkerjaan yang tidak bergaji ini sebab dia merasa pekerjaan muadzin dan imam adalah ibadah yang mestinya memang dia lakukan. Beliau benar. Tapi memang kadang kitalah yang salah. Tidak memperhatikan! Kalau kurang-kurang keikhlasannya, bisa jadi akan terjadi pergolakan batin yang luar biasa. Hanya karena Allah Maha Menjamin rezeki, orang-orang ini tetap terjamin dan bahkan sering terjadi keajaiban.
Seperti disebut diatas, dia ini tidak bergaji, tapi dia bisa menghidupi anak-anak yatim sekitarnya. Orang waras akan bertanya, ”Loh, dari mana uangnya? Kan tidak punya gaji?”saudaraku, memang kalau seseorang sudah punya niatan baik, maka Allah akan sediakan jalan-jalan kemudahan baginya untuk dia bisa melakukan kebaikan tersebut.
Rupanya imam ini memang tidak punya uang untuk membiayai anak-anak tersebut. Tapi dia bercerita insya Allah dia bisa menggeraka kanan kirinya untuk berderma. Dengan meyakinkan, dia meyakini bahwa derma dari orang, akan didebet oleh Allah sebagai juga amal yang keluar dari tangannya.
siapa yang menyediakan jalan-jalan kebaikan, niscaya dia dapat pahala seperti yang diterima pelakunya tanpa mengurangi pahala si pelaku. (HR. Ad-darimi).
Sekian tahun hal ini dia lakukan. Sungguh lengkap  amalnya :
  1. Dia bekerja dengan tangannya; membersihkan halaman mesjid, mencuci karpet mesjid, membetulkan sound system yang rusak, membersihkan dalam mesjid, senantiasa membuat koridor dan tempat wudhu, keset selalu tidak licin.
  2. Dia menjadi penggerak ibadah, bersama pengurus DKM yang lain; jadi tukang adzan, imam rawatib, ngajar ngaji anak-anak selepas maghrib, dan lain sebagainya.
  3. Shalat malam dia tegakkan, sebab dia harus membuka pintu masjid untuk pertama kalinya. Dia putarkan kaset pengajian sebelum subuh untuk membangunkan orang. Juga membangunkan orang dari tidurnya dengan lantunan shalawat yang dia bacakan
  4. Ditambah lagi dengan shadaqoh tunainya kepada anak-anak yatim (amalan lain pun dianggap sedekah oleh Allah Cuma kita kan sering menganggap sedekah itu selalu uang).

Hal-hal tersebut membuatnya melesat. Hanya dalam hitungan tahun dijari, Allah memberikan berkah. Ada seseorang pengusaha yang menghibahkan sebidang tanah dan membangunkan gedung sekolah, asrama, dan rumah buat beliau, “derajatnya” naik. Dari “sekedar” muadzin dan imam rawatib, menjadi kyai pengasuh pondok pesantren.
Disadari atau tidak inilah berkah yang tentu saja menurut saya sangat punya nilai ekonomi yang luar biasa besarnya. Bila ini berlaku sama beliau kenapa tidak bisa berlaku kepada kita? Sayang,  lompatan besar sering tidak kita dapatkan, hanya sebab kita tidak tergoda dengan janji Allah yang luar biasa.
Begitulah andai ada “jagoan sedekah”, yang melengkapi amalnya dengan amalan-amalan sunnah lainnya, maka sungguh, dia akan melesat bak meteor. Atau sebaliknya bila ada orang yang ibadah selain sedekahnya sudah hebat, lalu dia mau menyempurnakan dengan sedekah, insya Allah, Allah akan betul-betul sebuah percepatan bagi perubahan hidupnya, sejak di dunia ini, dan disempurnakan nanti di akhirat. Belum lagi janji Allah akan ampunan, kasih sayang, dan surga-Nya, masya Allah.

Penuh kehidupan dengan kebaikan dan kebaikan, dan jangan kurangi dengan keburukan, niscaya Allah akan memenuhi hidup kita dengan kebenaran.

Rahasia Di Balik Kisah;
Jadi Metode Jalan Cepat
Jalan Mudah


Allah menyediakan jalan-jalan yang mudah bagi hamba-Nya dalam meraih dunia yang diinginkannya. Yakni dengan menggiatkan diri beribadah.


Luqman pernah mendengar kalimat arif, bahwa semua orang disediakan modal yang sama; 24 jam dalam sehari 7 hari dalam seminggu. Tapi nyatanya tidak semua orang memiliki hasil yang sama. Ada yang besar ada yang kecil. Ada yang berhasil, ada yang gagal. Ada yang menemukan kejayaannya, malah ada yang menemukan dirinya dalam keterpurukan. Ada yang menjadi mulia, ada juga yang terbalik menjadi hina.
Sekian rahasia dibalik itu semua dicari, ada yang menyandarkan karena ilmu, ada yang menyandarkan karena keturunan, ada yang menyandarkan karena kesempatan, ada yang malah menyandarkan pada factor keberuntungan, atau malah ada yang menyandarkan kepada si A beruntung dan si B tidak beruntung, karena namnya yang dipakainya ! sehingga lalu disarankan untuk diganti!.
Wabadu, ingin diceritakan dalam buku ini rahasia ibadah yang membuat seseorang menjadi kaya, menjadi sukses, menjadi keluar dari kesulitan dari masalah, dan menjadi beruntung, berkah. Sebenarnya lucu kita ini. Terhadap yang kebetulan, yang tidak direncanakan, lalu seseorang itu berhasil, tidak dikatakan aneh malah kita kagum, kita memang, kita bahagia. Tapi bila kisah itu lalu dianalisis, diambil metodenya, dan diikuti, kita bilang, jangan wah.. .. payah dah.
Maksudnya apa?
Barang kali pembaca ada yang tidak paham ya? Baiklah,  saya akan kupas satu dua kisah. Dari kisah ini, seperti biasa, kita ambil metodenya, kita ikuti, dan kita jadikan rumusan supaya hasilnya sama, atau malah lebih besar lagi hasilya bila diikuti. Nanti kita akan lihat bagaimana hasilnya sikap dan tanggapan anda. Biasanya seperti saya sebut di atas; terhadap yang kebetulan kita anggap berkah.  Tapi terhadap yang menjadikan “kisah kebetulan” tersebut sebagai uswatun hasanah, lalu dia ikuti dan menjadikan kisah tersebut sebagai inspirasi, eh... malah disalahkan. Kalau pun tidak disalahkan, ya minimal kita akan “dilarang” untuk mengikuti spiritnya. Luqman hakim menyebutkan, mengikuti separo hari. Padahal, jadikan saja itu petunjuk, metode, cara, yang membuat kita menjadi lebih happy, lebih bahagia, lebih berhasil, dan tidak separo hati, insya Allah semua ini adalah seruan Allah. Allah senang bila seruan-Nya diikuti. Kepada Allah juga semua kita kembalikan kebenarannya.


Kisah I
Buntut Singkong


  • Peraturan Rumus / Metode :
  1. 1.         Siapa yang memberi 1 akan dibalas 10. Atau bila Allah berkehenda maka Allah akan membalas 700 kali lipat atau tidak terhingga.
  2. 2.         Balasannya dari Allah bida jadi yang senilai/ setara, tidak harus selalu uang.
  3. 3.         Kalau Allah bayar tunda perbuatan baik seseorang, maka bayaran/ balasannya itu akan semakin besar. Ini berlaku baik di perbuatan baik maupun perbuatan buruk.
  4. 4.         Manusia bisa lupa, tapi Allah Yang Maha Mencatat tidak akan pernah lupa perbuatan seseorang. Besar kecilnya tetap akan Allah balas, tetap Allah akan hargai. Tentang kapan perdebetan pembayaran/ pembalasan. Tergantung kehendak Allah tentang kapan-kapannya.
  5. 5.         Berbuat baik terhadap anak yatim dan tak mapu, balasannya lebih istimewa ketimbang berbuat baik kepada anak yang orang tuanya lengkap dan mampu.

Catatan: Peraturan inin di luar peraturan dasar yang bersifat umum bahwa pelakunya harus Muslim, harus baca basmalah supaya benilai ibadah, harus tidak mengotori/ mengurangi perbuatan buruk, dan harus-harus yang lain. Artinya, jika peraturan dasar ini ada langkah anda yang mau mengikuti langkah ini, maka hasilnya tentu lebih bercahaya lagi. peraturan dasar lain, berharapalah hanya Allah supaya tetap terkategoti ikhlas kepada-Nya. Murni hanya bersandarkan pada-Nya.

Buntut Singkong Berbuah Umrah
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB ;o§s #vx© ¼çntt ÇÑÈ
  Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.(QS. az-Zalzalah: 7-8)
Kisah “Buntut Singkong”ini terkenal sekali, karena Luqman Hakim senang membawakah kisah ini di TV-TV. Kisah tentang sepotong buntut singkong goring yang ditanam tapi kemudian tumbuh menjadi pohon duit, dolar lagi!
Diawal Luqman bertausiyah kisah buntut singkong ini banyak yang tidak percaya, mana ada buntut singkong ditanam jadi pohon duit? Sedangkan tumbuh jadi pohon singkong aja enggak bkalan. Buntut signkong, begitu kata orang-orang, kalau ditanam, ya busuk. Sebab singkong itu yang ditanam bagian buntutnya, tapi batangnya.


  • Tahun 1980
Kejadian ini berawal di tahun 1980. Seotang tukang gorengan berdagang. Ada kejadian aneh. Ketika ashar, ada anak kecil yang menghampiri dia unya gerobak. Da langsung saja dia berdiri di sisi kanan gerobak tersebut. Anak kecil ini tidak berkata apa-apa, kecuali dia mengangkat kaki kirinya, berdiri setengah kaki, dan menggigit telunjuk kanannya. Mata anak ini menatap lekat kepada gerobak bapak itu.
Melihat ini anak, ibarat dia yang kepengen beli tapi tidak punya uang, tetapi untuk meminta tidak berani.
Si tukang singkong melihat. Tapi dia pun tidak bereaksi. Tidak berkata satu kata pun, apa lagi memberi.
Kejadian ini berulang di keesokan harinya. Lagi-lagi dengan gaya yang sama. Kaki kiri diangkat, berdiri setengah kaki, dan telunjuk kanan digigit pelan. Si tukang singkong pun sama, tetap tidak bereaksi.
Hari berikutnya, hari ketiga masih sama.
Baru kemudian di hari keempat, ada perubahan. Tukang singkong, Allah kasih rasa. “kayaknya nanti tuh anak bakal datang lagi dah,begitu pikirnya. Maka dia menyikapkan buntut singkong. Buntut singkong ini yang biasanya dibuang, digoreng.
Enggak lama, itu anak datang. Kali ini, “perjuangan” anak tersebut tidak sia-sia, berbuah buntut singkong.
“stttt.... sini kamu. Saya kasih nih.si tukang singkong memanggil itu anak sambil memberi buntut singkong yang sudah digoreng.
Betapa senangnya anak tersebut. Dia terima singkong itu dengan senyum selebar-lebarnya. Matanya berbinar, dan kemudian lari dengan senangnya.
Tukang singkong geleng-geleng kepala. Dia enggak menyangka itu anak demikian senangnya, padahal dia hanya memberi sebuntut singkong saja, tidak lebih.



Peristiwa kemudian berulang kali hingga tiga hari berikutnya, alias sebanyak 4 hari si tukang singkong memberi buntut singkong sama anak tersebut.
Setelah itu, si tukang singkong tidak melihat anak itu lagi untuk waktu yang sangat lama.

  • Tahun 2004
Di tahun 2004, atau 24 tahun setelahnya, cerita ini kembali tersambung. Tidak disangka dan tidak diduga.
Kira-kira ashar, ada anak muda umur 30-an mendatangi gerobak si bapak tukang singkong.

Ohh.. rupanya si bapak masih jadi tukang singkong, gerobaknya pun sama.
“pak, ada buntut singkong?” tanya itu anak muda.
Si tukang singkong bengong. Dia tidak siap dengan pertanyaan itu.
“enggak ada.”
“gorengin dah Pak!”
“kenapa sih nyari yang enggak ada? Nyari buntut singkong lagi. kan buntut singkong mah enggak enak... pahit...”
Si anak muda hanya tersenyum mendengar ucapan si tukang singkong.
“makanya saya buang... saya enggak jual. Cari yang lain saja ya, ada ubi goring, pisang goring, bala-bala goreng...”
Anak muda itu tetap mengelengkan kepala.
“enggak... saya Cuma kepengen  buntut singkong aja Pak...”
Setelah ditunggu reaksi si tukang singkong yang seperti tidak mengenali wajah anak muda itu, ia bertanya.” Pak, bapak tidak kenal sama saya?”
Lama si tukang singkong memandangi anak muda yang ada di depan wajahnya. Berusaha mengenali “iya... kayak kenal... tapi siapa ya?”
“nyerah dah 
Anak muda itu tersenyum... “sebentar ya pak, saya akan peragakan satu hal, insya Allah Bapak pasti kenal deh sama ya.”
Anak muda itu bergeser ke kanan gerobak. Dia lalu melakukan apa yang 24 tahun yang lalu dia lakukan untuk menarik  perhatian si tukang singkong; dia angkat kaki kiri berdiri setengah kaki dan mengigit tekunjuk kanannya. Lalu dia ngomong dalam posisi itu, “gimana pak, udah kenal belum?”
Wah, terang saja si tukang singkong sekarang mengenali dia. ”subhanallah... rupanya situ anak kecil yang dulu saya kasih buntut singkong?!”
“Iya pak... saya anak kecil yang dulu datang ke bapak.”
“maaf ya... saya dulu hanya ngasih buntut singkong.”
“oh.. enggak pak... enggak. Bapak dulu ngasih kebahagiaan kok buat saya...”
Bingung si tukang singkong. Kok bisa? Sekadar buntut singkong bikin dia bahagia?
“pak, dulu waktu saya datang ke gerobak bapak, itu baru beberapa hari saya punya ayah meninggal dunia. Sehingga barangkali perhatian semuanya tertuju sama urusan ayah saya, pada lupa sama saya. Dan beberapa kawan saya tidak menemani saya main hanya gara-gara saya tidak punya uang jajan. Itulah, saya datangi beberapa warung. Alhamdulillah , saya diusir.”
Tukang singkong tersebut. Bagus dah, pikirnya. Diusir malah seneng, malah ngucap alhamdulillah.
Anak muda itu terus bercerita, bahwa dia mendatangi terus warung-warung sekitar hingga sampai ke gerobak singkong si bapak.
“tapi, bapak ini aneh. Saya tidak diusir, tapi tidak diberikan apa-apa, bahkan ditegorpun tidak. Saya pantang menyerah .. .. iya kan? Saya terus datang, hingga kemudian alhamdulillah akhirnya bapak memberi sesuatu juga ke saya.”
Tukang singkong itu tersenyum malu. Ia malu Cuma ngasih buntut singkong.
“memang kelewatan ya pak, udah tiga hari nungguin, dapatnya hanya buntut singkong .. “ anak muda itu tertawa kecil, bercanda.
“iya .. .. maaf ya .. ..”
“eh, enggak pak .. .. enggak!! Saya juga bercanda kok saya malah berterima kasih sekali dengan buntut singkong pemberian bapak.. .. “
Anak muda itu bercerita bahwa buntut singkong itu kan yang lancip dibawah. Maka ketika diberi itu buntut singkong, dengan tangan kecilnya, ia balik posisinya si bapak memberi buntut singkong dengan posisi buntut di bawah, tapi dia ubah. Buntutnya ia bikin di atas. Lalu dengan tangan kanan dan kirinya, ditutupi, seakan-akan ia punya jajan satu singkong utuh. Ia lalu lari gembira, karena mau menunjukkan segera ke kawan-kawannya bahwa dia punya jajan. Ini demi dia ditemani kembali sama kawan-kawannya.
“jadi begitu ceritanya .. “
Kemudian anak muda itu kembali melanjutkan, bahwa di hari selanjutnya, ia tidak datang lagi sebab ibunya ini pindah. Semula ia tidak mau. Ia takut jika ditempat baru tidak ada tukang singkong yang bisa ngasih buntut singkong lagi buatnya, dan karenanya kawan-kawannya tidak mau menemani lagi.
Sejurus kemudian, gentian si anak muda ini berlinang air matanya. “pak, saya ingin berterima kasih ke bapak. Saya mau membayar empat buntut singkong yang bapak kasihkan ke saya. Pak, bulan depan saya mau berangkat umrah. Insya Allah saya akan memberangkatkan bapak umrah.”
“umrah ?”
“iya pak.. umrah.”
Ya Allah .. .. si tukang singkong seperti tidak percaya mendengar ini semua. Bagaimana mungkin ada anak muda yang ia tidak kenal, lalu bicara tentang hadiah umrah? Apalagi katanya ini sebagai bayaran 4 buntut singkong yang ia sendiri sudah lupakan kejadiannya?
Allah Maha Besar. Mau tidak percaya, ini sudah di depan mata. Ia hanya mengucap Allahu Akbar, Subhanallah, Walhamdulillah.

Rahasia di Balik Kisah
Pembaca .. .. ini, apa yang ada di benak saudara, cerita ini hanya sekedar cerita? Atau ada pelajaran disana?
Tidak kah mengaggumkan bagi saudara bahwa 4 buntut singkong yang “ditananm” si tukang singkong di anak kecil (yang ternyata anak yatim) lantas berbuah hadiah umrah?
Ya! Tidakkah mengagumkan bagi saudara, buntut singkong yang “tidak ada nilainya”, malah 24 tahun kemudian menjadi bernilai umrah?
Tunggu dulu... jangan kagum sekarang. Sebab saudara akan bertambah kagum mestinya setelah tahu bahwa ada matematika sedekah yang mengantarkan kita kepada bertambahnya keyakinan kepada Allah, bahwa janji-Nya benar. Tidak pernah salah sedikitpun. Sangat akademis.
Baiklah, sekarang kita analisa pelan-pelan.
Tidak ada yang menyangka sedikit pun bahwa buntut singkong bila ditanam maka ia akan berbuah. Semua malah menyangkal. Dimana-mana, begitu katanya, singkong itu yang ditanam adalah batangnya, bukan bagian buntutnya. Kalau buntutnya yang ditanan, ia akan busuk, tidak akan beroleh apa-apa. Lalu, ternyata buntut singkong itu justru tumbuh menjadi pohon duit, dolar lagi. begitu kata si empunya cerita, kata sis umber cerita.
Ternyata, buntut singkong itu ditanan di anak yatim, bukan di tanah. Alias menjadi sedekah.
Liaht, si tukang singkong menanam singkong tersebut sebgai sedelah. Ia tumbuh. Sebab Allah yang menumbuhan. Apa-apa yang ditanam oleh manusia (kebaikan yang diberikan oleh manusia) itu pasti tumbuh.

  Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat. (QS. al-baqarah:265)
Di ujung ayat diatas, Allah menyatakan bahwa, Allah Maha Melihat ata apa yang kamu perbuat,nah, si tukang singkong sendiri lupa peristiwa tersebut. Tapi ternyata Allah tidak pernah melupakannya. Kajadian itu hanya antara si tukang singkong dengan seorang anak kecil. Istilahnya, jika anak kecil itu “diam-diam” saja pun, selain tidak adan yang tahu, juga tidak mungkin si tukang singkong menagih. Wah tukang singkong memberi ya memberi saja. Tidak berharap apa pun terhadap si anak itu.
Sampai di sini, Luqman sepakat bahwa inilah dinamaka ikhlas, tanpa pamrih! Sedang kalau misalnya si tukang singkong memberi kepada si anak kecil itu sebab berharap satu dua hal sama Allah, ini tidak bida disebut tidak ikhlas, melainakn disebutya “berharap sama Allah”.

Sisi Akademisnya


Sampai kita analisis hasil investasi bunut singkong tersebut, kenapa sampai berbuah umrah begitu.
Taruh kata, buntut singkong yang diberi oleh si tukang singkong bernilai lima rupiah. Dari mana dapat hitungan lima rupiah? Dulu, di tahun 1980, satu singkong dipotong-potong jadi lima potongan kecil. Di mana bagian buntutnya dibuang sebab tidak dijual saat itu lima rupiah perpotongnya. Maka bolehkan kita menganggap sebab satu bagian buntut singkong sebenarnya sama dengan bagian-bagian yang lain, maka nilainya manjadi lima rupiah jga. Hanya saja, manusia si tukang singkong pada tahun 1980 itu ya sebesar lima rupiah. Dengan memberi empat kali buntut singkong, maka sedekah si tukang singkong nilainya menjadi 20 rupiah.
Kita lihat dulu hadits qudsi berikut ini.

Wahai anak Adam, Aku sudah memberi begitu banyak kepada kalian. Dan sekarang Aku meminta kepada kelian pinjaman (sedekah). Barang siapa yang memberikan pada-Ku apa-apa yang sudah Aku berikan padanya, maka Aku akan mengembalikannya, kontan. Dan masih akan Aku tambah lagi untuk dirinya di hari-hari kemudian.(Hadits Qudsi)
Begitulah, Allah menjanjikan akan membayar kontan sedekah seseorang. Artinya, begitu seseorang memberi, langsung dipul;angina sama Allah! Bahkan dengan kelebihannya... hebat’kan?
Tapi kita lihat, ternyata si tukang singkong tidak dibayar tunai oleh Allah, atau kira-kira anggap saja begitu; memang tidak dibayar tunai.
Kok anggap saja begitu?
Ya, sebab luqman yakin, tidak ada sedekah yang tidak dibayar tunai. Semuanya dibayar tunai. Kitanya saja yang tidak menjangkau ilmu Allah. Kalau kemudian seseorang dapat lagi balasan Allah berupa kebaikan-kebaikan yang dirasa, itulah kebaikan Allah.
Terus, sekarang kita lihat hadits yang lain, kta Rasululla, siapa yang memberikan sedekah, Allah akan mengembangbiakan sedekahnya itu. Perumpamaannya seperti seseorag yang memberikan sepasang kambing untuk dikembangbiakkan, lalu ketik si penitip mengambil, kambing itu bukan lagi sepasang, tapi sudah berbiak-biak. Sedekah pun begitu. Sampai-sampai, sedekah sebutir kurma dari seseorang akan Allah kembalikan menjadi sebesar bukit uhud, Fayurabbiihaa kamaa yurabbii ahadukum fashiilahuu battaa tablughat tamratu mitsla uhudin. 
Baiklah, sekarang kita hitung; dengan balasan 10 kali lipat.

  Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).(QS. al-An’aam:160)
Empat buntut singkong x lima rupiah x 10 kali lipat balasan Allah x 30 hari dalam sebulan x 12 bulan dalam setahu, dan dikali 24 tahun si anak muda ini enggak ketemu . berapa kira-kira jumlahnya?
Rp.1.728.000
Berapa biaya umrah?
Sekitar USD1100-1500 atau sekitar 11-15 juta rupiah.
Berarti belum mencukupi dong?
Artinya, bila dibayar 10 kali lipat, belum mencapai hitungan mengapa si tukang singkong mendapatkan hadiah umrah.
Kalau begitu, marilah kita lihat ayat berikut!

  Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[166] adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS. al-Baqarah:261)

[166]  pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
Diganti 700 kali lipat. Bukan 10 kali lipat!
Maka hitungannya jadi begini:
Empat buntut singkong x llima rupiah x 700 x 30 hari dalam sebulan x 12 bulan dalam setahun x 24 tahun tidak ketemuan.
Maka akan ketemu angka:
Rp. 120.960.000,-
Lebih ya...?
Lebih banget...!
Terus gimana...?
Coba lihat ayat pertama yang disodorkan di tulisan ini!

  Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya Karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran Tinggi yang disiram oleh hujan lebat, Maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. jika hujan lebat tidak menyiraminya, Maka hujan gerimis (pun memadai). dan Allah Maha melihat apa yang kamu perbuat.(QS. al-Baqarah: 265)
Artinya, boleh dong kita berpikiran, andai tidak turun 100% bayarannya Allah, maka insya Allah akan turun 10%-nya. Dan 10%-nya itu kira-kira setara dengan biaya umrah, atau sebesar:
Rp. 12.096.000,-
Gimana? Sudah pas?
Pas. Itu’kan setara dengan biaya umrah ... iya’kan ?
Begitulah kisah ini bertutur.


Apa yang Bisa Saudara Petik?

Silahkan petik saja hikmahnya sendiri-sendiri dengan pemahaman masing-masing.
Tapi yang mau dibilang disini, bila metode ini ditempuh, maka bukan tidak mungkin bila seseorang ini umrah, maka bisa dia dapatkan.
Dan “luar biasanya”, metode ini tidak pernah salah.
Luqman menukilnya lagi rumusannya:
  • Siapa yang memberi 1 akan dibalas 10. Atau bila Allah berkehendak maka Allah akan membalas hingga 700 kali lipat atau tidak terhingga.
  • Balasannya dari Allah bisa jadi yang senilai/ setara. Tidak harus selalu uang.
  • Kalau Allah bayar tunda perbuatan baik seseorang. Maka bayaran/ balasannya itu akan semakin besar. Dan ini berlaku baik di perbuatan baik, maupun perbuatan buruk.
  • Manusia bisa lupa, tapi Allah Maha Mencata tidak akan pernah lupa perbuatan seseorang. Besar kecilnya tetap akan Allah balas, tetap Allah akan hargai. Kapan pendebetan pembayaran/ pembalasan tergantung kehendak Allah tentang kapan-kapannya.
  • Berbuat baik terhadap anak yatim dan tidak mampu, balasannya lebih istimewa ketimbang berbuat baik kepada anak yang orang tuanya lengkap dan mampu.
Luqman pun menukilkan ulang catatannya:
Catatan: peraturan ini diluar peraturan dasar yang bersifat umum bahwa pelakunya harus Muslim, harus baca basmalah supaya bernilai ibadah, harus tidak mengotoi/ mengurangi dengan perbuatan buruk, dan harus-harus yang lain. Artinya, jita peraturan dasarini ada dilangkah Anda yang mau mengikuti langkah ini, maka hasilnya tentu lebih bercahaya lagi. peraturan dasar yang lain, berharapalah hanya kepada Allah supaya tetap berkategori ikhlas kepada-Nya; murni hanya bersandar pada-Nya.
Maka, bila seseorang sekarang mau bergegas mecari anak yatim, lalu dia berkenan menyayangi itu anak yatim dan kemudian mengajukan permohonan sama Allah, Tuhannya, kepengen umrah”, dan dia bersabar menunggu balasan dari Allah, maka Luqman meyakini, itulah keajaiban yang bakal terjadi.
Tidak percaya... ikuti saja ... buktikan saja!
Kalau kembali lagi pada perdebatan, Loh, jadinya enggak ikhlas dong? kembalikan lagi saja pada pertanyaan, Apakah saya tidak boleh memohon diberangkatkan umrah oleh Allah lewat cara-cara-Nya? pasti bila saudara ditanya ini, maka saudara akan menjawab, Boleh. Nah, bila menjawab boleh, ya sudah, sekarang saudara bisa dengan bangga mengatakan ini, Bila yang lain hanya berdoa saja meminta diumrahkan Allah, saya pun berdoa, tapi melengkapinya dengan amal saleh. 
Saudara, inilah kabenaran Allah, petunjuk Allah. Jika petunju-Nya diikuti, maka dianya sendiri sudah merupakan ibadah tersendiri. Belum lagi soal memohonnya yang juga ibadah. Dan juga sedekah kepada anak yatimnya merupakan juga ibadah. Barangkali ini yang disebut ibadah multi, ibadah dari banyak segi.
Saudara yang tidak sepaham, ya enggak apa-apa. Toh masih banyak cara lain untuk memberangkatkan saudara umrah.
Terus, bagaimana bila saya ingin sesuatu yang bukan umrah... sebut saja misalnya anak?
Ya boleh saja.
Coba saja menjadi manusia yang pandai-pandai “mengukur” konversian balasan Allah. Saya mah berani saja bilang kayak begini. Tapi bukan untuk menjadi seenaknya. Melainkan supaya bisa mengukur ukuran ketahuan diri. Layakkah kita meminta sama Allah dengan amal kita? Jangan-jangan amal kita sebenarnya tidak layak membuat kita dapat apa yang kita minta. Kurang banyak, gitulah.
Rumusan sebaiknya, sebesar-besarnya amalan, sekecil-kecilnya ukuran bayaran. Supaya apa, supaya banyak amalnya. Jangan sampai juga kita menghitung besaran amal dengan amal yang sedikit.
Contohnya begini, saudara ingin punya anak, lalu saudara punya tabungan 10 juta itu, saudara punya sedekahkan 2,5%-nya, dan terus berhadap hdair seorang anak. Ini namanya tidak tahu diri. Bukan ukuran harganya, pengen dapat yang berharga.
Saudara, ketika berhadpan dengan sesuatu yang sifatnya bukan naturalnya, bukan tumbuh dengan sendirinya, maka rumusan ayat yang harus dipakai adalah apa yang termaktub dalam surat Ali Imran ayat 92,

  Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Bersedekahlah yang terbaik. Bila sudah bersedekah yang terbaik, bolehlah berharap sama Allah, bahwa ridha dengan ikhtiar saudara.


Kisah II
Cabe, Tomat, Dan Bawang

  • Peraturan Rumus / Metode :
  1. 1.     Siapa yang memberi 1 akan dibalas 10. Atau bila Allah berkehendak maka Allah akan membalas hingga 700 kali lipat atau tak terhinga.
  2. 2.     Balasannya dari Allah bisa jadi yang senilai/ setara, tidak harus selalu uang
  3. 3.     Kalau Allah bayar tunda perbuatan baik seseorang, maka bayaran/ balasannya itu akan semakin besar. Dan ini berlaku baik di perbuatan baik, maupun perbuatan buruk.
  4. 4.     Allah tidak permah mendzalimi hamba-Nya. Apa yang memang dipunyai oleh manusia, maka itu akan diberi-Nya. Sedikit pun tidak akan dikurangi.
  5. 5.     Menabung dalam bentuk sedekah, lebih baik daripada menabung dalam bentuk tabungan biasa.
  6. 6.     Hasil dari tabungan akhirat, bisa juga dipertik di dunia ini. Allah Maha Baik kepada manusia, dan Maha Tahu akan kebutuhan hamba-Nya.
  7. 7.     Apa yang diberi oleh manusia dalam bentuk sedekah adalah untuk dirinya sendiri. Dan Allah akan menyepurnakan balasan-Nya.

Catatan : Peraturan ini diluar peraturan dasar yang bersifat umum bahwa pelakunya harus Muslim, harus baca basmalah supaya bernilai ibada, harus tidak mengotori/ mengurangi dengan perbuatan buruk, dan harus-harus yang lain. Artinya, jika peraturan dasar ini ada di langkah Anda yang mau mengikuti langkah ini, maka hasilnya tentu bercahaya lagi. peraturan dasar yang lain, berharaplah hanya kepada Allah, supaya tetap berkategori ikhlas kepada-Nya; murni hanya bersandar hanya pada-Nya.

Cabe, Tomat, dan Bawang
  
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan Karena mencari keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Baqarah : 272).

Luqman kecil, begitu kisah ini dibuka, punya kisah tentang percepatan ketika memiliki hajat, memiliki keinginan yaitu dengan jalan sedekah.
Dulu, ketika seseorang belum tahu cara ini, maka kemungkinan ia akan menempuh pilihan jalan sebagai berikut:
  1. Jalan menabung. Jalan menabung dipilih oleh seseorang, sebab memang diajarkan demikian, “kalau pengen punya apa-apa, ya nabung.”dengan menabung, bisa membeli sesuatu atau memiliki sesuatu dengan tabungannya itu. Dan kalau memilih cara ini, maka kemungkinan terbesar dia tidak bisa membeli yang melebihi tabungannya dan yang kedua, dia akan lama dalam memiliki sesuatu, tergantung dari berapa lama dan berapa kuat dia menabung.
  2. 2.       Jalan kredit atau jalan ngutang, dengan cara ini, seseorang bisa lebih cepat memiliki sesuatu. Dengan konsekuensi logis, ia harus membayar lebih mahal cicilannya ini tabungannya. Dan sesungguhnya, dia menabung lebih lama. Kasarnya memang begini, kalau dengan menabung selesai tiga tahun maka dengan kredit, dengan ngutang, cicilannya harus dia cicil dalam 4 tahun. Sebab yang tahun keempat itulah keuntungan buat yang memberi utang. Itu belum termasuk uang muka. Biasanya uang muka itu pun boleh manabung pula. Jadilah sebenarnya  lama-lama juga. Hanya enggak berasa. Sebab kenikmatannya udah duluan.
  3. 3.       Jalan mencuri. Jalan ini pun cepat dapatnya, hanya sengsara nanti di kesudahaanya. Tidak banyak yang berani menempuh jalan ini, kecuali orang-orang yang benar-benar nekad. Sebab kalau ketahuan, bayarannya lebih besar, atau malah sangat besar. Tiak sebanding dengan hasil curiannya. Itu kalau ketahuan di dunia. Kalau ketahuannya di akherat, engga ada tebusannya. ***

Mulailah Luqman bercerita, bahwa ketika ia kecil, ia belajar cara yang keempat, yaitu jalan ibadah. Salah satunya dengan sedekah. Jalan-jalan ibadah yang lainnya sudah di kisahkan di kisah-kisah lain di buku ini; yaitu jalan shalat Dhuha 6 rakaat, jalan doa jalan tahajjud, jalan mahabbah sama orang tua dst.
Di kisah Luqman kecil ini mau dipelajari jalan sedekah tujuannya, supaya menjadi metode yang mudah diikuti dan ditiru bila seseorang kepengen lebih cepat lagi sampai kepada hajatnya.
Waktu Luqman kecil, Luqman sangat ingin mainan di pasar. Harganya 14 ribu. Disampaikannyalah keinginan ini kepada neneknya.
“udah dilihat mainannya .. ..?”
“udah mi .. “
”ya udah .. punya duit kan?”
“punya.. .. tapi enggak cukup.. “
“Berapa duit ?”
“Ya elah .. umi kan hanya ngasih 5 ratus perak saban harinya. Ya enggak cukup lah”
“kalau enggak cukup, nabung supaya cukup .. .. ?
Dalam hati Luqman saat itu, itu mah dia juga udah tahu. Emang juga kalau kepengen apa-apa ya nabung. Sekarang jelas buat dia, kalau emang judulnya nabung, ngapain dia bilang sama neneknya?
Tapi karana omongan  neneknya ini benar, ya Luqman nabung.
Dari 500 perak jajan hariannya, Luqman berkenan menyisihkan 100 rupiah.

Nabung                                                                                       Mainan
Rp. 100/hari                                                140 hari                                   14 ribu

Ilustrasi 19

Bayangkan... 100 rupiah untuk ngejar 14 ribu harga mainannya.
Kekejar enggak?
Kekejar, Cuma lama.
Sebarapa lama?
140 hari, atau 4 bulan 20 hari, lama’kan?
Tapi Luqman berkenan’kan menabung? Ya enggak apa-apa dong?
Enggak apa-apa sih ... Cuma ‘kan lama kasihan. Ada cara cepat, ngapain milih cara yang lama?
Maksudnya, dilipatgandakan lagi tabungannya?
Bukan...
Lalu..?
Ya ikuti saja kisah selanjutnya...
Kejadian disuruh nabung tersebut terjadi di hari Jum’at pagi. Luqman waktu itu sekolah di madrasah. Jumat libur, dan Minggunya masuk.
Luqman mulai menabung esok harinya... mulai Sabtu.
Sabtu ketemu Jumat, 7 hari.
Jika 7 hari Luqman menabung dan setiap dan setiap harinya 100 perak, maka berapa tabungannya Luqman? Udah ketebak; 700 perak ... 700 rupiah.





         Rp. 100 / hari       Rp. 700                                   Jauh                    14 ribu
                                                                        Masih perlu
                                                                        Rp. 13.700
Ilustrasi 20
Udah cukup belom buat beli mainan yang diinginkannya?
Belum cukup. Masih perlu Rp. 13.300.
Nah.. Jum’at berikuatnya dia panggil sama neneknya.
“Luqman, sudah berapa tabungannya... sudah berapa celengannya..?”
“Enggak tahu... belom dilihat...”
Demi mendengar omongan neneknya ini, Luqman kecil seneng bukan kepalang. Dia menyangka neneknya ini akan nembahin dia punya tabungan, seberapa pun besarnya dia punya tabungan. Bergegas dia emgnambil tabungannya.
“nih Mi.”katanya, sambil menyerahkan celengannya.
“buka dah..”
Dibukanya tuh celengn dan Luqman mendapati tabungannya itu 700 perak. Persi. Sebab baru nabung 7 hari.
“ya udah... bawa dah ke pasar...”
“ke pasar?” jawab Luqman bingung...
“ya... bawa ke pasar.” Jawab Uminya. “Belikan Umi cabe, tomat, dan bawang.”
Luqman bingung. Dia bertanya sekali lagi. jawabannya tetap sama. Uminya meminta Luqman membilan beliau cabe, tomat, dan bawang dengan uang 700-nya itu. Luqman bingung. Bukankah dia menabung untuk beli mainan seharga 14 ribu? Ini baru sedikit tabungannya, sudah di –break buat beli apa yang disuruh neneknya ini; cabe, tomat, dan bawang.
Tapi sungguh pun bingung, Luqman tetap jalan kepasar membeli apa yang disuruh.
Setelah selesai, neneknya mengucapkan terima kasih dan “mengeksekusi”belanjaan itu di dapur.
Rupanya, saban Jumat pagi, keluarga Luqman memaksa lebih dari kebutuhan sekadar orang tumah. Sebab sengaja, yaitu untuk menjamu mereka yang jumatan di masjid. Neneknya Luqman kiranya bermaksud supaya Luqman ikutan bersedekah di sedekah makanan yang sedang dimasak, yakni dengan membeli cabe tomat dan bawang dengan uangnya sendiri. Dan hal ini belum diketahui luqman hingga pada saatnya nanti tahu dengan sendirinya.
Jumat siangnya selepas shalat jumat, cucu-cucunya nenek Lluqman dipaggil satu demi satu dan diberi persen. Mereka yang rajin bantuin bebenah di jumat pagi, jumat siangnya dipersen. Masing-masing kira-kira 200 rupiah.
Luqman kembali dipanggil.
“Man.. masih pengen mainan?”
Dengan ogah-ogahan Luqman menjawab, “masih”
“kalo masih, uang Umi kasih jangan dijajanin semua ya. Belikan jajan seratus, dan seratusnya lagi tabungin... kan pengen mainan? Kalo pengen, nabung ya...”
Luqman bingung... terus terang ia bingung. Jumat yang lalu ia lapor pengen mainan. Bukannya dibeliin, malah disuruh nabung. Terus jumat berikutnya, alis tadi pagi, boro-boro ditambahin, ini tabungannya malah diambil buat beli yang tidak seharusnya dia beli. Lah, sekarang, ditanya lagi masih pengen mainan apa enggak? Begitu dijawab, masih disuruh nabung... bingung.
“Ntar diambil lagi sama Umi...?”
“diambil pegimana...?”
“itu.. disuruh beli cabe, tomat, ama bawang?”
“Itu bukan diambil umi... tapi buat sedekah..”
“kenapa... enggak ikhlas..?”
“ikhlas... tapi..?”
“sudah... pokoknya kalo masih mau mainan, ya begitu caranya. Nabng lagi ya...”
Dalam keadaan bingungnya. Luqman kembali menabung.

Pembaca, Kita Break Sebentar Ya!

Neneknya Luqman bertanya, kenapa ... enggak ikhlas? iakan? Coba lihat lagi bait-bait di atas. Ini seakan-akan menyiratkan bahwa memang disebut tidak ikhlas kalau kita memang enggak ridho ngeluarinnya. Sedang insya Allah neneknya Luqman inikan pasti dengan kesadaran penuh membimbing cucunya untuk mencapai maian itu lebih cepat lagi dengan jalan bersedekah. Dan ini tidak disebut tidak ikhlas oleh neneknya. Ini disebut cara. Ya, disebut  cara untuk mendapatkan mainan. Lihat saja ungkapan berikutnya, itu diambil Umi buat sedekah. Kalo mau mainan, ya begitu caranya... 


Sekalian Saja Kita Kupas Rahasiannya

Al-Qur’an bilang, siapa yang menyedekahkan seseuatu, maka dia bukan menyedekahkan sesuatu itu buat yang lain, tapi untu dirinya sendiri, alias akan kembali lagi kepada dirinya.
  
dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri(QS. al-Baqarah:272)
Artinya, benar neneknya Luqman ini. Itu cabe, tomat, da bawang,bukan untuk mereka yang shalat Jumat, sungguhpun terlihatnya begitu.. tapi untuk Luqman sendiri.
Loh, kok untuk Luqman sendiri?
Ya, Luqman bukan sednag membeli cabe, tomat da bawang, tapi sedang membeli mainannya sendiri dengan cara mencicil
Loh, ada lagi. kok disebut mencicil? Kan jelas-jelas yang dibeli Luqman adalah cabe, tomat, dan bawang?
Disebut mencicil, begini:
Pertama, setiap kita bersedekah, disebut kembli kepada pemiliknya iyakan? Nah, ketika Luqman beli itu cabe, tomat, dan bawang itu kan sedekahnya untuk neneknya, yang neneknya campur itu belanjaan dengan barang-barang daur lainnya untuk dijadikan makanan buat jum’atan.
Karena setiap sedekah akan dibalas 10 kali lipat, maka itulah disebut mencicil. Sebab kalau berdasarkan perkalian 10 kali lipat, maka hasil sedekah Luqman belumlah mencapai angka 14ribu.
Paham?
Ya, pahamlah.. masa iya enggak. Sedekah Luqman yang 700 perak berbentuk cabe, tomat, dan bawang akan dibayar Allah sepuluh kli lipat, alias Luqman bakalan dapat 7 ribu rupiah. Begitukan? Karena maianannya seharga 14 ribu, maka 7 ribu itu belum mecapai targetnya. Tapi Luqman mencapai separo jalan.
Bayangkan, dari yang hitungan mestinya bau dicapai 140 hari, Luqman seakan-akan sudah berjalan 70 hari.
Paham?
Ya.. insya Allah masih paham. Menabung dengan jalan biasa, 100 rupiah perhari untuk mainan serharga 14 ribu, perlu 140 hari. Maka, bila sudah mencapai 7 ribu, itu sama dengan sudah berjalan 70 hari menabung. Subhanallah.
Pembaca, di atape ini kebanyakan manusia kurang sabar dalam berikhtiar lewat jalan langit, lewat jalan sedekah, lewat jalan ibadah.
Maksudnya?
Banyak yang mangatakan, “ustadz, saya sudah sedekah, saya sudaha tahajjud, kok sama saja ya? Saya belum mencapai apa yang saya inginkan.”
Lantas, orang-orang mengatakan, “makanya sedekahnya, tahajjudnya, harus ikhlas. Jangan karena kepentingan terhadap sesuatu. Allah enggak ridha tuh.”
Lah, orang ikhtiar lewat jalan ibahdah kok dipatahin begitu?
Harusnya kalimatnya, “sabar ... barangkali belom nyampe .. masih separo jalan.”
Atau kalih kalimat, “sedikit lagi .. lakukan terus... yang sabar.. insya Allah saufara akan nyampe.”
Kenapa begitu?
Sebab berikhtiar lewat jalan ibadah enggak bisa disalahkan, malah dianjurkan sebagai sebuah cara yang diridhai Allah.
Lihat saja. Luqman kecil. Luqma jsutru berikhtiar paksa, yakni lewat cara neneknya yang “mengambil paksa” tabungannya senilai Rp.700. tanpa Luqman sadari, dia sudah punya tabungan 7 ribu. Atau separo daa yang dia butuhkan dia sduah punya.
Sekarang.. tergantung dah.
Tergantung .. kalau Luqman mau break, ya boleh saja.
Maksudnya?
Kalau m,au di break alia Luqman cukuplah menabung sampai di situ, ya dia hanya akan dapat 7 ribu saja. Jika benar-benar dia tidak mau lanjutkan maka dia hany akan mendapt apa yang seharga 7 ribu itu saja.
Bila ini yang akan terjadi, maka insya Allah menanglah orang-orang yang tdaij sependapat dengan langkah-langkah ini; cara mudah cara cepat. Padahal, sekali lagi sebab bukan karena tidak ikhlas, tapi karena belom nyampe.
Apanya yang belom nyampe ? perjalanan ibadahnya yang belom nyamper. Belum sepadan dengan hajatnya. Tapi ya tetap Allah bayat sekuran Rp. 700 apabila berhenti di langkah Rp. 700
Terus, sehubungan dengan dia punya mata yang hanya memandang ke mainan seharga 14 rib, maka bayaran Allah sebesar 7 ribu hanya dengan invetasi Rp. 700 tidak kelihatan. Mata manusia hanya akan memandang yang 14 ribu saja. Jadi, dianggap tidak berhasil cara ini.
Tidak demikian bila ia meneruskan menabunngnya, meneruskan sedekahnya, tentu akan membawa kepada sebuah keberhasilab. Hasilnya, dia akan terus menerus menyempurnakan amalnya hingga Allah membimbingnya kepada derajat muhabba ilallaah wa mukhlishiina lahuddiin, cinta kepada Allah dan ikhlas buat Allah.
Membingungkan ya..? tidak juga.. baca lagi pelan-pelan





Rp. 7.000                                                 Rp. 14.000
                                                     Lanjut? Atau tidak?

Ilustrasi 22


Kita Teruskan Kisahnya Ya

Saya balik sebentar ke belakang ... ke cerita awal.
Luqman kecil kepengen mainan seharga 14 ribu,luqman diminta menabung. Luqman nyelengin 100 perak sehari. Dapat 7 hari, neneknya meminta Luqman membelikan cabe, tomat, dan bawang. Dan Luqman disuruh lagi menabung. Luqman nurut, dan peistiwa pun ternyata berulang. Ketika sampai di jumat berikutnya, neneknya kembali meminta Luqman membeli seseuatu untuk nambah nambah bahan makanan.
Beruntunglah Luqman. Sebab bila kisah di break sampai di atas, alias tabungannya baru nyampe Rp. 700 doang, maka dia “hanya” mencapai 7 rib. Tapi karena berulang, sedekah keduanya juga lebih kurang katakanlah Rp. 700 lagi, maka ini berbuah 7 ribu laig.
7 ribu yang pertama ditambah 7 ribu yang kedua, jumlahnya 14 ribu.
Kalau sudah begini, sampailah Luqman kepada targetnya.. 14 ribu. Istilah Luqman, tuh hajat yang Luqman pengenin, mainan seharga 14 ribu, tinggal nunggu waktu doang. Istilahnya lagi, tinggal menunggu dilevery nya aja. Pesanan sudah dibayar, barang tinggal diantar, begitu.
Dan subhanallah, Allah punya janji memang engga  pernah  tidak ditepati , itulah yang benar-benar terjadi. Jumat berikutnya Luqman enggak perlu lagi nabung. Setidaknya tidak perlu lagi menabung untuk beli mainan. Luqman  punya sepupu, disunat. Sebab sepupunya disunat inilah Luqman mendapatkan kado. Kadonya tahu? Bentuknya apa? Bentuknya adalah mainan yang Luqman kecil inginkan.



Rahasinya Berikutnya

Allah mengatakan, bahwa kalau kita bersedekah, maka apa yang kita sedekahkan kembali lagi kepada kita. Ini sudah dikupas di atas, bahwa ternyata Luqman sedang menciil mainnya dengan cara bersedekah seperti itu.
Luqman tidak perlu menabung sampai 140 hari. Dia cukup bersedekah, maka dia mendapat mainan seharga 14 ribu itu dengan cara-cara Allah.
Awalnya Luqman mengiyakan cara neneknya, kalo pengen punya apa-apa, maka menabunglah. Luqman piker, dia akan memiliki mainan itu dengan cara menabung. Ternyata, cara neneknya tidak berhenti sampai di menabung saja, melainkan neneknya menyuruh menabung untuk bersedekah. Tidaklah ini luar biasa? Mengerjakan prinsip-prinsip dasar sedekah kepada seorang anak kecil .. .. dan berhasil!
Luqman berhasil mendapatkan mainan itu, tapi Allah menolongnya untuk tidak bersusah payah selama 140 hari. Luqman mendapatkan mainan itu dari seorang  kerabatnya yang memberikan dua hadiah. Hadiah pertama untuk sepupunya yang disunat, dan yang satunya lagi untuknya.
Lihat kembali dialog kecil di atas.
Ketika neneknya Luqman bertanya kepada Luqman, “Sudah berapa tabungannya?”
Luqman melompat. Dia berpikir, kalau dia serahkan tabungannya ke neneknya dengan menyebut bilangan angka tabungannya, maka neneknya ini akan nambahin, akan menyempurnakannya hingga terbelilah mainan itu.
Nah, pernahkan terpikir, bahwa kalau kemudian kita serahkan tabungan kita ke Allah, bukankah Allah lebih biasa lagi menyempurnakan dan menyampaikan hajat kita?
Kiranya inilah salah satu hal yang bisa kita ambil hikmahnya dari ayat,

.. .. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu untuk kamu sendiri.. ..(QS. al-Baqarah:272)


Allah yang akan menyempurnakan! Tabungan 2 jumat-nya Luqman sudah Rp. 1400. Tabungan sedekah. Allah menyempurnakannya menjadi 14 ribu tanpa menunggu uang itu sendiri menjadi 14 ribu tanpa menunggu uang itu sendiri menjadi genap. Jumlahnya? Fantastis.. .. sempurna .. .. tidak berkurang sedikit pun.
Terus .. .. lihat lagi dialog berikut!
Ketika neneknya Luqman mengambil belanjaan dari tangan Luqman dan “mengeksekusi” belanja itu di dapur, dilebur jadi satu dengan bahan makanan lain, Luqman membiarkan. Ia mengikhlaskan diri. Dia hanya berpikir, itu kan memang dari neneknya. Ya sudah .. .. kalau sekarang neneknya ini mau berbuat seperti ini terhadap uang yang dari dia sendiri. Luqman kecil memilih mengalah. Itu sudah haknya, begitu katanya menenangkan dirinya.
Demikianlah pula bila kita bisa berpikir bahwa semua rezeki kita dari Allah. Harusnya, kita memang ikuti saja rencana-Nya. Apalagi rencana Allah itulah yang Maha Benar.
Allah hadir untuk mempermudah jalan kita. Allah hadir untuk mempermudah hidup kita. Kita tinggal ikuti saja, dan kelak kita akan mendapat kemudahan yang Allah memang sudah janjikan untuk kita.
Percaya .. . buktikan .. .. dengan mengikuti sebaik-baiknya apa yang Allah seru! Tidak percaya, maka selain kita kafir sebab mengingkarinya, juga kita yang rugi sendiri. Dalam bahasa yang lebih konkret, bila Luqman menempuh jalan yang biasa, jalan konvensional, bukan tidak mungkin itu mainan bakala ia dapatkan. Mungkin-mungkin saja. Tapi Allah tidak akan ikut campur. Allah akan membiarkan mekanisme sunatullah-Nya yang berlaku. Artinya, bila Luqman menginginkan mainan 14 ribu, ia menabung Rp. 100 setiap hari, maka baru hari ke-140 Luqman mendapatkannya.wallahu alam.

Apa yang Bisa Saudara Petik ?
Luqman pernah memberikan petikan hikmah. Barangkali akan membantu bagi seseorang mencapai hajatnya. Cara ini cara yang syar’i. cara yang didukung oleh Allah dan Rasul-Nya.
  • Saudara ingin pergi haji, hajinya plus lagi. yang 50 juta. Sementara saudara hanya bisa menabung 200 ribu setiap bulannya. Coba saja ikutin cara di atas. Artinya, jadikan metode. Metodenya jangan hanya menabung, tapi menabunglah untuk sedekah. Bila menabung bisa, saudara yang menabung hanya 200 ribu setiap bulan, barangkali hitungan normalnya baru 25 tahun kemudian bisa berangkat haji. Tentu saja ini menafikan kalau Allah betul-betul berkenan memberangkatkan saudara. Misalnya karena kekuatan niat, kekuatan doa, atau ada amalan hebat lainnya, meski kecil tapi karena menjadi cara di atas menjadi sebuah metode, maka coba saja pakai. Yakni, menabung juga, 200 ribu setiap bulan. Tapi menabungnya di anak-anak yatim. Beli makanan senilai 200 ribu dan bagikan untuk menyenangkan mereka. Bulan berikutnya, dengan 200 ribu itu, belikan kebutuhan  rumah tangga untuk satu dua guru ngaji. Bulan berikutnya, jadikan makanan ringan untuk majelis yasin misalnya, dan seterusnya. Menabung juga, tapi untuk bersedekah. Bila cara ini yang ditempuh. Maka insya Allah, menurut hitung-hitungan metode ini, dalam waktu 2 tahun atau kurang lebihnya, saudara bisa berangkat haji. Dari mana? Hitung saja : 200 ribu x 12 bulan x 2 tahun x 10 = 48 juta. Nyampe dah pergi hajinya!
  • Saudara ingin merenovasi rumah. Punya uang hanya 10 juta. Coba jajal sedekahkan uang itu untuk kanan, kiri, depan, belakang. Uang itu memang habis, tapi Allah akan mengganti urusan perbaikan dan renovasi rumah saudara. Buktikan saja! Di kisan-kisah rahasia sukses ini, sebenarnya akan dipaparkan satu kisah sukses merenovasi rumah dengan cara ini. Tapi ini akan menghasilkan metode dengan metode yang sama. Jadi, enggak usah diceritakan saja. Sama saja. Buka saja pikiran. Di kisah-kisah dan kupasan rahasinya, akan diceritakan kisah lain saja sebagai kisah sukses.
  • Saudara ingin tukar mobil lama jadi mobil baru. Cara lama, jual mobil lama dan jadikan DP. Cara baru, sedekahkan mobil itu; baik fisik maupun pemanfaatannya. Ada jamaahnya Luqman yang pernah menjajal menyedekahkan “menfaatnya”. Sekian bulan, ia entengin mobilnya untuk urusan jemut-menjemput kyai/ustadz yang datang ke kotanya. Sekian bulan ia entengin mobilnya untuk urusan jamaah  yang sakit, saudara yang mudik dengan lasan kematian, dan apa saja yang sifatnya di jalan Allah. Alhamdulillah, Allah menunaikan kebahagiaan di hatinya yang sudah bahagia dengan janji-Nya Allah, tambah bahagia lagi dengan ditunaikannya janji Allah buatnya .. .. dia mendapatkan mobil baru.
  • Seorang yang kepengen punya mobil/motor. Daripada menabung untuk DP, bersedekah saja yang banyak. Hitung-hitung menabung DP, tapi buat Allah. Nanti kalau cukup hitungan reward sedekahnya, mobil/motor akan diantar oleh Allah. Di buku ini sebelumnya sudah diceritakan kisahnya. Atau hitung. Berapa harga mobil/motor? Kalikan 10%. Keluarkan langsung, atau nabung hingga mencapai 10% dari total hitungan angka sedekahnya, lalu sedekahkan. Insya Allah, memiliki mobil/motor, bukan mimpi, dan dapatnya pun tidak dengan cara repot.              

Tips :
  • Perbanyaklah menabung. Kita tidak pernah tahu apa yang akan menjadi kebutuhan kita yang sesungguhnya.
  • Jangan banyak mengeluh dan jangan banyak bertanya. Nikmati perjalanan ibadahnya.
  • Barengin dengan ibadah-ibadah yang lain sambil memelihara diri jangan sampai punya hati kotor.


======== ***** ========

Tidak ada komentar:

Posting Komentar