Minggu, 22 April 2012

doa mustajab

Daftar Isi

Doa Nabi Musa as; Doa Mustajab saat dikepung Berbagai Macam Masalah ……………………
Kisah Riyadi; Jujur itu Manis ….
Secarik Kertas yang Membahagiakan …………………

 DOA NABI MUSA as; DOA MUSTAJAB SAAT DIKEPUNG BERBAGAI MACAM MASALAH

Pembaca yang dirahmati Allah. Pada kesempatan ini saya diserahi amanah yang tidak gampang; belajar sabar, belajar ikhlas, dan belajar syukur. Subhanallah.
Jangankan disaat kita susah, disaat kita senang saja, belum tentu kita bisa ikhlas sabar dan bersyukur.  Belum tentu, tuh! Saya senang ulangi lagi, belum tentu disaat kita senang, kita bisa ikhlas, sabar, syukur. Disaat sulit yang sebenarnya senjata itu juga menjadi senjata bagi orang-orang yang ingin rubah kesusahannya, kita masih belum mampu.
Banyak orang yang bilang atau tanya, “memang kalau lagi banyak duit kita perlu sabar, Ustadz?” kalau ente megang duit enggak sabar sehari bisa habis! Kalau kita megang duit atau megang gajian kita enggak sabar, selesai dah! Hawanya kepengen beli apa yang kita mau beli. Mumpung lagi punya duit.
Badan kalau lagi sehat makan kalau lagi enak, kalau enggak sabar bisa jadi sakit. Iya’kan? Apalagi cerita kita lagi sakit, cerita lagi susah seperti keadaan-keadaan sekarang ini. Subhanallah. Dan memang jawaban buat kesusahan kita itu, tiga perara itu memang. Bisa enggak kita sabar, bisa enggak kita kemudian ridha atau ikhlas, kemudian bisa enggak kita bersyukur. Dalam sebuah hadits qudsi Allah Swt berfirman,
“Siapa saja yang tidak bersyukur akan nikmat-Ku, tidak bersabar atas musibah yang aku berikan, dan tidak ridha terhadap keputusan-Ku, maka keluarlah dari langit-Ku, dan carilah Tuhan selain dari-Ku”.
Nabi Musa As, ketika dia lari dari kejaran Firaun dan tentaranya, akhirnya mentok di tepi laut. Sekian jauh dia berlari dari kejaran Firaun dan tentaranya, ternyata mentok-mentok juga di tepi laut.
Kelau kita yang jadi Nabi Musa dan pengikutnya, apa yang akan keluar dari omongan kita, “Sudah capek-capek lari, mentok juga!” betul tidak?” sudah jauh-jauh menghindar, akhirnya kena juga!”
Karena adalah beliau seorang nabi, dan apa pun yang berasal dari seorang nabi semestinya dapat menjadi pelajaran buat kita, akhirnya doanya Nabi Musa diabadikan oleh Rasulullah Saw dan menjadi doa terhebat yang pernah saya amalkan ketika saya susah.
Nah, buat anda-anda yang memang lagi diliputi suasana susah, inilah doanya, Subhanallah.
Anda tahu, apa yang diucapkan oleh Nabiyullah Musa As? Ketika tidak ada lagi jalan keluar, ternyata yang dia ucapkan waktu itu adalah rasa syukur, yang belum tentu kita bisa mengucapkannya. Apa kata Nabi Musa ?



Dahsyat!!
“Ya Allah, segala puji bagi-Mu”
Subhanallah, ‘kan? Dia memuji dulu Tuhannya. Alhamdulillah, kira-kira kalau terjemah orang kita begitu diberi kesempatan lari sampai sejauh ini.
Coba, kita-kita yang tidak pandai bersyukur. Ini benar ini. Tidak semua orang mampu bersyukur. Nabiyullah Musa As, Subhanallah!

Bersyukur dulu. Abis bersyukur, lu boleh minta. Setelah itu, apa kata Nabi Musa?
Saat itulah Allah mewahyukan padanya untuk  memukulkan tongkatnya, kemudian terbelahlah lautan.
“Ya Allah, segala puji bagiMu…”
“…… Hanya kepada-Mu, ya Allah, kami berkeluh kesah …….”
“….. Hanya kepadamu, ya Allah, kami berkekuh kesah.”
“….. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang maha Tinggi dan Maha Agung.”

Tidak ada kalimat permintaan di doa itu! Tidak ada kalimat permintaan!
Dalam kehidupan nyata, susah! Coba saja buat orang-orang yang kehilangan mobil. Satu bulan setelah asuransinya berakhir, setelah kredit tiga tahun, BPKB-nya di terima, malamnya hilang. Ayo coba, tuh. Apa yang akan keluar dari mulut kita? Enggak ada, ‘tuh rasa syukur tigatahun sudah memakai mobil, Saya pun barangkali seperti itu. Untunglah Allah memberi diri-Nya stempel. Stempel apa itu? Stempel maha pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, kalau enggak, habislah kita.
Nah, karena itulah, karena rahman dan rahim-Nya Allah, Dia bilang, “beristighfar saja, nanti akan ku hapuskan dosa itu.”
Apa kalimat yang muncul dari kita?
“ya Allah, kenapa hilangya tidak kemarin?” Gitu ‘kan? “kenapa setelah asuransinya habis. Setelah tiga tahun berlaku. BPKB baru saya terima dan malamnya hilang. Dasar maling tidak tahu asuransi, tuh?
Kenapa tidak keluar omongan dari kata seperti ini. “ Ya Allah, terima kasih mobil saya hilang. Biar bagaimanapun, engkau sudah memberiku hak pakai selama tiga tahun. Dan tidak pernah selama itu macet, tapi selalubayar tepat waktu. Kalau Engkau ingin mengambil lagi, ya Allah, apa yang telah Engkau berikan kepadaku, maka hari ini aku meminta lagi kendaraan yang lebih baik dari pada yang engkau ambil, ya Allah.”
Sekarang mungkin kita bisa bilang seperti di atas karena mobil kita enggak hilang, Coba kalau benar-benar hilang? “ mati gua, dah!” Mungkin begitu kita ngomong.
Jarang yang langsung pindah maindset seperti itu,. Begitu kena musibah atau kena bala, langsung kita pindah maindset, Dari kavling orang-orang yang berisiko tidak syukur, menjadi orang-orang yang bersyukur. Sehingga dibukakan terus jalanya.
Kita harus ridho terlebih dahulu. Lalu lanjutkan dengan,
Bukan Cuma,
Dan akhiri dengan,
“… hanya kepadamu, ya Allah, kami berkeluh kesah dan Engkaulah tempat meminta pertolongan.”
Subhanallah, sangat sulit bersyukur di kala kita sulit. Lebih susah kita bersyukur di kala kita senang sebenarnya. UPun kalimat yang sama, susah bersyukur di kala kita sulit. Artinya, dua keadaan itu akan sulit jika kita tidak tahu ilmunya, caranya, dan tidak ada kearifan di hati kita. Kita kehilangan barang ktia tidak pernah miliki sebenarnya. Kita jadi marah-marah sama Tuhan. Bahkan, kita berani menyumpah serapahi Allah ketika Dia mengambil sesuatu yang ada di kita padahal dulunya tidak pernah ada.

KISAH RIYADI;
JUJUR ITU  MANIS

Ada  kisah tentsng kejujuran dan rasa syukur. Kisah ini tentang seseorang yang bernama riyadi. Dia punya pengalaman kerja 15 tahun. Selama itu pula tidak pernah ada cacat pada orang ini. Orang paling jujur nomor satu di perusahaanya. Hingga suatu saat sebuah ujian pun datang. Orang ini memang orang susah. Ia hanya tukang angkut barang dari gudang ke mobil dan dari mobil ke gudang.
Suatu saat ia punya kebutuhan. Dia punya anak perlu uang sekola, uang buku dan dia tidak punya uang.  Dia cari ke sana kemari, enggak ketemu. Sampai akhirnya kemudian ia memutuskan mengambil salah satu barang elektronik di pabriknya. Dia pun mengambil yang dia piker dosanya paling ringan. Kalau kita’ kan enggak. Kalau aman, kita tingkatin lagi. Lolos bukanya istighfar, malah ditambahin. Riyadi enggak! Dia pilih dosa yang paling ringan. Dia cuman ambil minicompo seharga Rp140.000 untuk kebutuhan anaknya.
Begitu pulang, dikasih, tuh, duit sama bininya. “Duit dari mana, Bang?”
“Bonus.” Haitnya merintih. 15 tahun dijaga betul makananya, minumya, rezeki dia jaga betul jangan sam[ai ternoda, tapi hari itu ternoda. Dia terpaksa melakukannya.
Tengah malam sang istre bertanya karena dia curiga, “bener, tuh duit bonus?” Nangislah dia. Nangisnya Riyadi itu tanda bagi istrinya. “Oh, rupanya itu bukan bonus.”
Paginya ada rapat kecil sambil sarapan pagi. Riyadi membuat pengakuan di depan anak-anaknya mulangin.
Kata keduanya anaknya, lebih baik kami tidak sekolah kalau memang ayah harus mengambil rezeki yang haram.
Kalau kita yang jadi bininya, mungkin kita berkata, “Itu duit bonus, pa? itu ‘kan boleh nyolong. Kenapa milih  yang kecil, pak ?” iya bener. Secara tidak langsung, para istri memang mendorong suaminya berbuat macam-macam. Kalau anda para istri memang macam-macam. Tapi ketika istri di rumah men-suport dengan dhuha, dengan doa, dengan membaca surat al-Waqiah setiap shubuh dan Yaasin setiap maghrib ketika suaminya bekerja, itu subhanallah, sangat luar biasa!
Apa kata si Riyadi? “Kalau ayah pulangin, berarti ayah harus mengaku, karena radionya itu sudah enggak tahu ada di mana sekarang.” “Tapi ayah harus mengaku. Kalau tidak mengaku, panjang ceritanya di kuburan nanti” kata anak dan istrinya.
Pembaca yang dirahmati Allah, 15 tahun ia bermodalkan kejujuran, lalu dua anak dan istrinya bilang begini, “Masa dipecat Cuma gara-gara 150 ribu atau  gara-gara mini compo doing, Maju, dah Insya Allah.”
Ternyata, enggak begitu ceritanya. Dia kuatkan batinnya itu untuk ngomong, tapi enggak sanggup dia.
Begitu pulang, ditanya lagi sama anak dan bininya, “Udah ngomong?” “Belum”
Orang yang memang terbiasa dengan rezeki halal, akan tersiksa dengan rezeki yang tidak halal. Tapi orang yang memang terbiasa dengan rezeki haram, oh, ia nyaman betul! Dan kelak ia akan merasakan suasana susahnya. Kapan? Nanti di yaumil hisab.
Kata Allah, kalian mau dunia? Carilah tapi dengan cara-Ku, Dong. Kata Allah, juga enggak usah khawatir, aku akan bukakan tuh pintu-pintu yang membuat anda akan semakin senang, semakin tinggi, semakin jaya dan semakin banyak. Tapi ingat, ketika kalian sudah mencapai posisi tertentu, “street”, sekali tarik selesai!
Si Riyadi tersiksa. Hari kedua belum ngomong tersiksa, hari ketiga belum ngomong makin tersiksa. Eh …. Hari ketika ia kuatkan batin ingin ngomong ke bosnya, tiba-tiba ada pemeriksaan. Begitu dia datang mau menghadap bosnya, orang-orang lagi dikumpulin. Rupanya ada kebocoran, ada barang yang hilang. Si Riyadi sudah enggak ada jantungnya, tuh. Dia berpikir semua suara itu akan mengarah kepada dia. Riyadi lupa kalau orang-orang, tuh, ngincer, bukan mini compo yang model begini, jadi yang diperkarakan sama bos ini bukan urusan  yang gede. Semua diperiksa, kecuali Riyadi. Harusnya ‘kan enak, tuh, tapi makin tersiksa si Riyadi.
Riyadi menghadap, “Saya kok enggak diperiksa, pak?”
“Ah, kamu mana mungkin mencuri?!” makin susah dia menghadap. Makin susah dia menghadap, nangis jadinya si Riyadi, terus dia ngomong, “Saya juga salah, pak!”
“Ah, kamu salah apa? Kamu sudah jujur 15 tahun.”
Si bos ini bingung, “Kenapa kamu?”
“Pak, kemarin saya ngambil mini compo!”
“Hah, ngambil mini compo?”
“Betul, Pak!”
“Yang mana?”
“Memang enggak kelihatan Pak?, yang itu enggak masuk daftar.”
Berubahlah muka si bos, lalu berkata,
“Hukum tetaplah hokum. Kamu sudah tahu dan sudah ikut belasan tahun. Saya enggak akan mentolerir yang seperti ini!”
Sebenarnya si Riyadi berharap bahwa 15 tahun dia kerja akan ada kebijakan buat dia. Tapi ternyata enggak berlaku buat dia saat itu.
Kata si bosnya, “Pokoknya yang namanya nyolong tetap nyolong. Anda sudah tahu peraturannya. Siapa yang nyolong mau kecil atau besar, keluar!”
Hari itu keluarlah si Riyadi. Tapi apa kata si bosnya ke dia,
“Karena kamu sudah menjaga kejujuran selama 15 tahun, hari ini saya mau berbaik hati kepadamu. Saya akan beri kamu pesangon.” Berapa pesangonnya? Pesangonnya dua juta. Cukup besar pada masa itu, yaitu  di tahun 1996. Tapi buat seorang Riyadi  yang 15 tahun tidak terbiasa berwiraswasta dan  terbiasa Cuma mengangkut barang, nurunin barang, ini jadi masalah buatnya, dia pake makan terus, akan habis duitnya, enggak dipake, enggak ada lagi yang bisa dipake kecuali ini.
Pulangnya dia nangis
Nah, di sinilah hebatnya orang-orang yang sabar. “Ustadz, “Kan Riyadi enggak sabar?” iya, tapi perjalanan koreksi dirinya itu yang telah membuat Allah masih menggolongkan orang yang sabar. ‘Kan dia  mengoreksi diri, tuh. Dia beristighfar, mengadu walaupun ternyata pahit juga, tapi dia terima. Ini yang luar biasa!
Ternyata dengan dua jutanya itu jadi bengkel. Namanya bengkel Berkah Motor.
Wa ba’du, ceritanya dengan kondisi dia sudah tidak lagi bekerja, tetangga kanan kirinya pun tahu jika Riyadi ini tukang ngebenerin motor. Dan mereka pun tahu bahwa Riyadi orang yang jujur.
Dan kita, kalau jadi pelanggan, sangat senang jika ketemu sama mekanik yang jujur. Sama bengkel yang jujur, kita happy punya perasaan, tetangganya datang satu persatu ke dia, “Pak, saya mau benerin motor”.
Dibetulin sama dia. Alat-alat dia beliin semua. Angkanya sesuai sama angka yang dia beliin. Mulai satu jadi dua. Dua jadi empat. Empat jadi delapan. Delapan jadi enam belas. Dan di tahun 2001, dia sekeluarga pergi haji Subhanallah. Luar biasa! Lalu, judul itu saya tulis sebagian orang mengatakan jujur itu pahit, Riyadi mengatakan jujur itu pahit, Riyadi mengatakan jujur itu manis coba kalau saat itu dia tidak jujur, tidak di PHK, kalau dia tidak di PHK, enggak ada dia di Makkah, Subhanallah.

SECARIK KERTAS YANG
MEMBAHAGIAKAN


Ada juga sebuah cerita tentang kesabaran. Kenapa saya menceritakan ini? Untuk membuat kita semua jadi malu. Kita sebenarnya enggak pantas enggak bersyukur.
Di tengah orang-orang pusing karena kenaikan BBM, kita enggak pusing. Biasa aja, tuh. Karena kita orang yang biasa mensiasati keadaan. Kalau memang tadinya bawa kendaraan, ya taruh saja kendaraan di rumah. Susah amat sih. Tapi ‘kan jadi mahal? Iya memang mahal, tapi ‘kan kita sudah puasa Dawud. Sehari puasa sehari enggak. Anggaran yang tadinya buat 30 hari, ‘kan Cuma jadi 10 hari. Selalu ada penyiasatan bagi orang yang beriman. Lagian buat kit amah enggak apa-apa punya masalah 10 yang penting Allah kasih jawaban 20. Enggak apa-apa kita punya tanggungan 20 asalkan Allah kasih jalan rezeki 40. Gitu aja. Apa lagi kalau bukan menerima. Gitu aja, ‘kan? Kalau kita lawan terus juga emannya naik terus. Mau diapain lagi.
Kita sabar, kita ngeliat peluang jangan ngeliat masalah. Kita ngeliat masa depan jangan ngeliat masa lalu. Kita lbih ngeliat kebesaran Allah disbanding dengan kesulitan kita yang memang besar. Lihat Allah saja.
Nah, saya mau menceritakan pada pembaca bahwa ada seorang gadis yang di tahun 80-an dipaksa menikah sama orang tuanya. Di usia yang belum 17 tahun dia dipaksa nikah sama seorang rentenir. Mungkin kita  mengira bahwa ini adalah cerita yang hanya ditonton di tahun 80-an. Tapi jangan  salah, minggir sedikit ke daerah Jakarta pinggiran atau Tanggerang pinggiran, cerita yang seperti ini  masih banyak.
Belum lama saya nyelametin satu saudara saya yang minjem sama seseorang uang  3 juta rupiah. Digadaikanlah sertifikat rumah. Perbulan dia harus bayar 10% alias Rp. 300.000. sepuluh bulan berlalu.
Lalu si orang ini memberikan satu surat perjanjian yang tidak bisa dia tolak. Apa perjanjiannya? Kalau dia tidak bisa bayar dalam satu hari, maka bunga di bulan ke sebelas jadi 20%. Dan itu hanya berlaku  tiga bulan. Kalau memang enggak bakal kebayar, maka rumah ini akan diambil. Gila enggak?!
Cerita ini sebenarnya cerita kita. Cuma kita kebanyakan di istana, enggak pernah ngeliat ke kampong lagi. hari begini kita lebih banyak ada di dalam  kendaraan ber-AC, sehingga kita tidak pernah merasakan lagi debu, barangkali begitu. Kita sudah sering banget makan enak sehingga kita merasa enggak mungkin ada orang yang enggak makan. Padahal, hari gini kalau kita keluar sedikit dari rumah, banyak sekali orang yang enggak bisa makan. Banyak banget!.
Saya sendiri seorang Ustadz pernah mengelus dada. Ketika ada serombongan orang PLN mau nyabut  rumah tetangga saya yang Cuma tiga rumah dari rumah saya. Saya beristighfar. Kemana aja, nih, gue?. Mending kalau dia nunggaknya banyak, nunggaknya ternyata Cuma 80 ribu, memang berapa biaya perbulan? Ternyata masih kilometer lama yang perbulannya Cuma Rp. 18.000. artinya, selama setahun enggak bayar. Dan itulah yang terjadi. Subhanallah.
Nah, si ibu ini masih muda dipaksa menikah. Kawinkanlah dia seperti di sinetron dengan perjanjian bahwa dengan menikah ini maka orang tuanya bebas dari utang. Benarkah bebas?. Oh, betul pada saat itu memang bebas, Tapi ternyata, anaknya di peristeri sama rentenir tersebut hidup dalam neraka, Ternyata suaminya ini bukan Cuma rentenir, tapi dia juga penjudi dan pemabuk serta sering menyakitinya, sehingga kemudian sang istri mendapati suaminya mencuri di pasar dan diamuk masa hingga ia meninggal, lalu, selesaikah penderitaanya? Ternyata belum.
Pada saat itu seharusnya dia bersyukur suaminya meninggal dunia, ternyata dia enggak bisa bersyukur. Kenapa dia enggak bisa bersyukur? Baru saja satu hari bebas dari sang suami, datanglah rentenir yang lain yang mengatakan bahwa surat itu bukan di tangan suaminya, tapi di tangan rentenir yang lain. Artinya, percuma, tuh, sia-sia dua tahun dia berkorban untuk ayahnya, karena ternyata surat rumah itu bukan ditangan suaminya. Inna lillahi.
Nah, tulisan ini saya kasih judul Secarik Kertas Yang Membahagiakan. Jadi hanya dengan secarik kertas perempuan ini bahagia. Kok bisa begitu? Jadi, ketika suaminya meninggal dunia, dia hamil. Lalu dia dari rumah itu. Begitu keluar dari rumah itu, dia ngontrak bertahun-tahun, dia bkerja sebagai tukang cuci dan sebagai  pembantu rumah tangga.
Hingga tibalah saatnya anaknya dewasa. Penderitaan yang bertahun-tahun dia tahan di dalam hatinya, menjadi cair, ketika anaknya itu ngomong  kepada sang ibu,
“Sudahlah, Bu, jangan jadi tukang cuci lagi, sebab saya sudah kerja!”
Tapi apa kata ib, “sudahlah, kamu kerja saja yang baik buat kamu nikah.”
Dua tahun sejak anaknya bilang jangan kerja, si anak nabung, nabung dan nabng Kemudian dia daftarin untuk ONH. Kemudian inilah yang menjadi tebusan buat ibunya. Jadi kata si anak. “Bu, dua tahun yang lalu saya pernah datang dengan tangan kosong. Sekarang ibu harus percaya bahwa saya sudah bisa menghidupi ibu tanpa harus jadi tukang cuci lagi, nih, ib saya sudah bayarin ONH-nya!”
Tulisan ini kemudian saya kasih judul Secarik Kertas Yang Membahagiakan. Dan ternyata episode kertas membuat penderitaan yang berpuluh-puluh tahun itu akhirnya sudah tidak lagi menjadi menderita.
Nah, kemampuan kita bersabar itu akan mempengaruhi kita juga untuk bisa bersyukur.banyak orang benar-benar kehilangan rasa syukurnya karena dia kehilangan rasa sabarnya. Karena dia tidak beisa bersabar, kemudian akhirnya dia tidak bisa bersyukur.
Saya Cuma mengingatkan diri saya saat ini ketika ngomong tema tantang bersyukur. Cirinya tuh, dua, enggak jauh-jauh. Cirri yang pertama, kalau ita shalatnya makin bener ‘kan kebanyakan ngomong “Saya sudah bersyukur, Ustadz!” Ya , mungkin sudah. Tapi, benarkah kita sudah bersyukur? Kata Allah, lihatlah shalatnya. Kalau sahalat anda contoh sdaat ini zuhurnya selalu lewat adzan, kayaknya belum deh, tuh, belum dihitung sebagi orang-orang bersyukur. Kalau shalatnya itu pas adzan kita sudah di dalam masjid dan sudah di atas sajadah, rasanya bolehlah kita dapat mendaftarkan diri di barisan orang-orang yang bersyukur, sedekahnya juga begitu. Kalau sebelum kerja kita memelihara anak yatim satu, masa sesudah kerja anak yatim tetap satu? Harusnya, sesudah kerja dan punya gaji, dua anak yatim yang kita dipelihara.
Shalat jumat dari muda sampai tua enggak berubah. Apanya? Sedekahnya! Dulu waktu muda ada 20 ribuan, 10 ribuan, 5 ribuan, seribuan yang disedekahin. Begitu sudah pada umur, tetap seribuan yang di sedekahin. Dulu kita sedekahnya 2,5% Tahun ini kita ubah sedekah wajib kita, kita naikan yang 2,5% jadi 5% atau jadi 10% insya  Allah tidak ada lagi yang mengajarkan ilmu sedekah, tidak ada lagi yang bisa mengajarkan ilmu sabar, ikhlas syukur kecuali sama Allah Swt, lewat proses kehidupan.
Kehidupan kitalah yang nanti akan mengajarkan kita untuk menjadi hamba yang bersyukur. Kesusahan saat itu akan dimaknai oleh kita dengan ucapan, “subhanallah. Kalau saya kemarin tidak di PHK, enggak kaya gini jadinya. “subhanallah, gara-gara saya ketabrak, saya jadi kenal sampean.” “Alhandulillah, gara-gara begini, jadi begini.”
Kadang-kadang kemampuan kita menganalisis kejadian itu hikmahnya Allah yang ngajarin. Maka Allah bilang,

“Dan barang siapa yang di anugrahi hikmah, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak.” (QS. Al-Baqarah;269).

Nah, ukurannya nanti shalat Ashar. Kalau shalat Ashar nanti kita enggak ada shalat wabliyah-nya, wassalam, dah, tuh, kita ngomong rasa syukur, percuma!
Terus kalau kita tidak eksekusi juga sedekah dalam jumlah yang lebih banyak daripada kemarin, rasanya juga menjadi salah satu hal yang nihil. Percumalah kita ngomong istilahnya ngomong alhamdulillah tapi kelakuan kita  belum mencerminkan alhamdulillah.
Kita tingkatin lagi rasa syukur kita dengan menghidupkan hati kita. Hati kita kita hidupin. Kita asah terus hati kita untuk senantiasa melihat apa yang namanya berkah yang Allah berikan daripada melihat apa-apa yang membuat kita menjadi susah. Kadang-kadang jerawat satu membuat putri kita tidak bisa melihat bahwa dia cantik hanya gara-gara jerawat satu. Banyak orang yang menjadi celaka, karena yang dia konsentrasikan jerawatnya yang satu, bukan mukanya yang cantik.

*******

Tidak ada komentar:

Posting Komentar